Mengenang Wafatnya Schoemaker, Arsitek Kolonial yang Merancang Kota Bandung
“Pemugaran makam Prof. Ir. Charles Prosper Wolff Schoemaker di TPU Kristen Pandu, Jalan Pandu, Kota Bandung, pada Jumat (21/05). Perawatan makam tersebut merupakan bagian dari rangkaian kegiatan yang diinisiasi oleh Kelompok Anak Rakyat (Lokra) dalam memperingati 72 tahun wafatnya Schoemaker.” Foto: Dimas Rachmatsyah.
Beberapa tukang terlihat sedang melakukan kegiatan renovasi sebuah makam di bawah teriknya matahari tengah hari di TPU Kristen Pandu, Jalan Pandu Kota Bandung, pada Jumat (21/05). Rupanya mereka sedang melakukan pemugaran pada makam tempat peristirahatan terakhir Prof. Ir. Charles Prosper Wolff Schoemaker.
Schoemaker merupakan seorang Arsitek Kolonial yang melegenda di Kota Bandung. Arsitek Kolonial merupakan sebutan untuk seorang arsitek yang berkembang selama masa penjajahan Belanda di Indonesia. Seiring berjalannya waktu dan kekuasaan pada masa penjajahan, Eropa semakin dominan dan akhirnya permanen memperkenalkan bangunan-bangunan modern, tentunya bentuk dan arsitektur yang bergaya persis dengan negara asal mereka.
Schoemaker memiliki jasa yang cukup besar dalam pembangunan di Kota Bandung. Pasalnya, beliau yang telah merancang beberapa pembangunan bersejarah di Kota Bandung. Bangunan karya Schoemaker seperti Gedung Merdeka, Hotel Preanger, Bioskop De Majestic, hingga Masjid Cipaganti pun masih berdiri kokoh dan cukup terawat hingga saat ini. Bahkan beberapa bagunan yang ia rancang dikategorikan sebagai “Bangunan Cagar Budaya Kelas A” pada kancah Nasional.
Kegiatan pemugaran pada makam Schoemaker ini merupakan sebuah aksi yang dilakukan oleh komunitas Kelompok Anak Rakyat (Lokra). Rangkaian kegiatan pemugaran makam ini dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut, dimulai dari Kamis (20/05) hingga Sabtu (22/05).
Tak ada yang membedakan makam Schoemaker dengan makam lainnya di TPU Kristen Pandu. Bahkan, keberadaannya pun cukup sulit dicari karena terletak ditengah area TPU Kristen Pandu. Ketika saya hendak menuju makam Schoemaker pun harus berjalan kaki dengan melewati celah makam lainnya yang ditumbuhi banyak ilalang.
Gatot Gunawan selaku ketua Lokra menjelaskan tujuan serta maksud dari pembugaran makam Schoemaker yaitu dalam rangka memperingati tujuh puluh dua tahun wafatnya Schoemaker dan kondisi makam yang terbilang kurang terawat, membuat komunitas Lokra tergerak hatinya untuk memperbaiki tempat peristirahatan terakhir Schoemaker.
Pada hari pertama pemugaran, dilakukan kegiatan renovasi dengan membongkar bagian atas makam dan dicor baru. Lalu pada hari kedua, dilakukan pengecatan dengan memilih nuansa warna silver dan hitam pada nisan dan nuansa warna silver untuk tembok makam Schoemaker. Pada hari ketiga sebagai penghujung acara sekaligus tepat peringatan tujuh puluh tahun wafatnya Schoemaker, akan dilaksakan upacara dan peletakan karangan bunga.
“Besok hari Sabtu, pas peringatan tujuh puluh dua tahun wafatnya Schoemaker, kami mengundang warga atau siapapun lah yang pengen tahu makamnya silahkan datang ke sini,” Ujar Gatot saat diwawancarai pada Jumat (21/05) di sekitar TPU Kristen Pandu.
Gatot juga menjelaskan alasan Lokra Memilih makam Schoemaker untuk dilakukan pembugaran, yaitu pertama-tama melihat jasa yang telah dilakukan Schoemaker terbilang cukup besar, terutama untuk Kota Bandung. Sampai sekarang banyak bangunan karya Schoemaker yang masih terawat, terjaga dan berfungsi dengan baik.
“Tapi melihat kondisi makamnya kan mengkhawatirkan gitu ya, padahal semua tau jasa beliau namun ketika melihat makamnya sangat miris. Jangan sampai kaya bertolak belakang gitulah ari bangunan (karya nya) terawat sedangkan rumah peristirahatan terakhirnya acak-acakan.” Ujar Gatot.
Memang bisa dikatakan keadaan yang sangat berbanding terbalik, ketika bangunan-bangunan hasil karya Schoemaker masih berdiri kokoh dan masih digunakan oleh orang yang berkepentingan. Sedangkan tempat peristirahatan terakhir Schoemaker yang dirawat alakadarnya dan hanya mengandalkan pihak TPU Kristen Pandu saja.
Selain itu pula Gatot menjelaskan, kegiatan pembugaran oleh Lokra ini merupakan pembugaran perdana yang dilakukan sejak Schoemaker dikebumikan tujuh puluh dua tahun lalu. Pihak Lokra juga menggalang dana untuk pembugaran ini dari hasil open donasi yang disebarluaskan pada media sosial milik Lokra.
“Kalo dana dari open donasi yang kita buat lalu disebar pada jaringan media sosial. Ya kebanyakan saya kurang tau ini siapa mereka secara personal karna da yang kenal ada yang engga. Sasarannya mah ya masyarakat yang punya kepedulian dan ingin berkontribusi juga,” Ujar Gatot.
Teras Sosial Bandung yang merupakan komunitas mahasiswa yang bergerak dalam bidang sosial juga turut menjadi donatur dalam kegiatan pembugaran makam Schoemaker. Febri salah satu anggota Teras Sosial Bandung menjelaskan alasan mereka turut memberikan donasi dikarenakan rasa kepedulian terhadap Schoemaker.
“Tujuan kita me-support dana sih lebih karena kita juga peduli dengan kebudayaan yang masuk ke Indonesia, kan beliau juga arsitek Belanda pada masa Soekarno sekaligus gurunya yang membuat arsitek gaya Belanda di Bandung,” Ujar Febri.
Dilansir dari Hostoria.id, Schoemaker merupakan dosen Soekarno saat menimba ilmu di Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) yang pada dahulu kala masih bernama Technisce Hoogeschool Bandung (THB).
“Salah seorang dosenku, Profesor Ir. Wolff Schoemaker, adalah orang besar. Baginya tidak ada orang kulit putih atau kulit sawo matang. Tidak ada orang Belanda atau orang Indonesia. Tidak ada penjajah atau orang merdeka,” Ujar Soekarno.
Hubungan Soekarno dan Schoemaker terjalin sangat baik, Schoemaker sering kali memberikan bantuan kepada Soekarno, yang tentunya sangat berarti bagi Soekarno dalam perjuangan memerdekakan Indonesia. Sampai pada penghujung hayatnya, Schoemaker menghadap Tuhan mendahului Soekarno pada 22 Mei 1949.
Soekarno merancang sendiri nisan makam Schoemaker sebagai tanda penghormatan terakhir kepada sang guru. Nisan tersebut masih berdiri tegak hingga saat ini di peristirahatan terakhir Schoemaker, yang sekarang hendak dilakukan pemugaran. Bahkan, pajak makam Schoemaker pun telah dibayar oleh pihak keluarga Soekarno sejak tahun 2002 hingga 2022, itu berarti dalam kurun waktu dua puluh tahun lamanya.
Gatot juga menuturkan bahwa kegitan ini merupakan aksi sarkasme, karena ingin menunjukan bahwa masih banyak rakyat yang peduli tanpa harus meminta-minta kepada pihak Pemeritahan. Meskipun kami tidak bisa berbuat banyak dalam untuk menjadikan makam ini dibilang layak. Setidaknya kami telah berkontribusi memberikan yang terbaik untuk makam beliau dalam rangka penghargaan atas jasa-jasa yang telah dilakukannya.
Mungkin banyak spekulasi buruk muncul pada orang Belanda bagi pribumi, karena Belanda dianggap musuh karena telah melakukan penjajahan kepada Indonesia pada zaman dahulu kala. Gatot menanggapi hal ini dengan berkata, bahwa pihak Lokra telah melakukat riset mendalam dan pertimbangan sematang-matangnya.
“Baca lagi sejarah lah ya, kita juga melakukan kegiatan sesuatu juga ada riset dulu. Kenapa akhirnya kita memilih makam beliau yang harus direnovasi, itu kan pasti ada pertimbangan dan riset yang jelas,” Ujar Gatot.
Gatot menambahkan, terlepas dari Schoemaker orang Belanda yang dicap penjajah bagi Bangsa Indonesia, Schoemaker merupakan sosok yang memiliki kontribusi cukup besar bagi perkembangan arsitektur di Indonesia khususnya Kota Bandung.
Lewat kegiatan pembugaran makam Schoemaker tersebut, Gatot berharap agar masyarakat meningkatkan rasa kepekaan terhadap orang yang telah berjasa di masa lampau, khususnya kepada Schoemaker dan bangunan-bangunan hasil rancangannya yang ikonik turut menghiasi Kota Bandung.
“Harapan setelah renovasi ini selesai ya masyarakat yang asalnya ga tahu jadi tahu, bisa lebih mengenal lagi siapa Schoemaker sebenarnya dan mau menggali lagi kisah- kisah Schoemaker, itu bisa menjadi khasanah kekayaan intelektual bangsa kita sebagi bentuk penghormatan kepada beliau,” Ujarnya.
Teks oleh: Della Trisnawati.