Massa Aksi “Jeda Iklim” Menyuarakan Kepedulian Terhadap Krisis Iklim
“Sekumpulan massa aksi “Jeda Iklim” menyuarakan kepedulian terhadap krisis iklim di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Bandung, pada Jumat (27/11).” Foto: Dimas Rachmatsyah.
Bandung – Jumat (27/11), massa aksi “Jeda Iklim” yang merupakan gabungan dari Aksi Minat Bakat, Jaga Rimba, dan beberapa mahasiswa menyuarakan kepedulian terhadap krisis iklim yang terjadi di seluruh dunia dalam rangka aksi “Asian Climate Change Rally”. Aksi tersebut diawali dengan long march dari Taman Kota Babakan Siliwangi, Cikapayang, dan berakhir di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Bandung, dengan pertunjukkan teatrikal dari Wanggihoed.
Dalam siaran pers Jeda untuk Iklim disebutkan enam tuntutan sebagai pengingat yang tajam bagi kaum muda Indonesia dan pemerintah. Tuntutan tersebut yaitu deklarasikan darurat iklim, tingkatkan ambisi Nationally Determined Contribution (NDC), hentikan investasi di sektor energi kotor, investasi berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Covid-19, menjamin keadilan untuk masyarakat adat, dan cabut semua kebijakan yang merusak lingkungan.
Wisnu Anugrah selaku Koordinator Lapangan aksi “Jeda Iklim” menuturkan bahwa krisis iklim telah menjadi isu global yang patut kita suarakan. Karena menurutnya hal ini berkaitan dengan masa depan anak cucu, bahkan kita sendiri.
Ia menjelaskan bahwa di Indonesia kegiatan menyuarakan kepedulian terhadap krisis iklim dinaungi oleh Jeda Iklim. Jeda Iklim ini merupakan kumpulan dari gerakan-gerakan lingkungan yang ada di seluruh Indonesia.
“Tujuan aksi kita sekarang sebagai bentuk awareness terhadap krisis iklim. Tidak hanya itu, kita akan menindaklanjuti aksi ini dengan melayangkan dokumen-dokumen bukti pengrusakan lingkungan setelah kegiatan usai kepada pihak-pihak terkait.” tambah Wisnu.
Wisnu mengatakan bahwa bukti tersebut berupa dokumen-dokumen pengrusakan lingkungan sekitar seperti di pertambangan pasir di Gunung Guntur dan pengrusakan lingkungan di Rancaekek. Ia menjelaskan, bahwa Gunung Guntur merupakan Kawasan cagar alam yang seharusnya tidak boleh diekploitasi oleh siapapun. Sedangkan di Rancaekek pengrusakan lingkungan juga terjadi dengan banyaknya limbah-limbah pabrik yang dibuang ke area persawahan masyarakat.
Wisnu berharap, dengan adanya aksi ini kepedulian masyarakat dapat tumbuh melalui hal-hal kecil yang ada di sekitar kita, misalnya dari buang sampah pada tempatnya. Ia juga menyampaikan aksi nyata dari kegiatan tersebut adalah mencabut banner-banner dari pohon yang seharusnya tidak dilakukan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab itu.
Terkait aksi Jeda Iklim, Azka Wafi sebagai massa aksi menjelaskan, bahwa aksi ini bertepatan dengan Asian Climate Change Rally yang diselenggarakan di beberapa negara di Asia. Di Indonesia sendiri, aksi diselenggarakan di empat kota yaitu Bandung, Semarang, Makassar, dan Jakarta. Ia juga menuturkan seharusnya pemerintah menjadikan dasar lingkungan sebagai salah satu landasan utama dalam keputusan-keputusan yang akan diambil oleh negara.
“Aksi ini merupakan gerbang depan bagi teman-teman yang ingin mengetahui isu lingkungan. Harapannya teman-teman bisa merawat jaringan dan informasi tentang pengrusakan lingkungan di Jawa Barat terlebih dahulu,” ujar Azka.
Azka juga menambahkan, kegiatan akan dilanjutkan pada hari Sabtu dan Minggu untuk mengkaji lebih dalam dan meng-update informasi tentang kerusakan alam. Lalu pada minggu depan setelah dokumen rapi, dokumen tersebut akan dilayangkan kepada dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dan Perhutani.
Teks Oleh: Gren Raina.