Budi Pekerti, Artefak Leluhur yang Kian Memudar
Pict Source: Lakonhidup.com.
Oleh: Arraffie Abyzard.
Seiring semakin cepatnya penyebaran informasi dan semakin canggihnya teknologi, perlahan nilai-nilai budi pekerti mulai tergerus dan menjadi barang langka bagi generasi baru bangsa kita. Dewasa ini, nilai-nilai budi pekerti tidak lagi menjadi pendidikan pokok yang diterapkan di sekolah, jikalau ada pun, terkadang porsinya sangat sedikit – bahkan bisa dikatakan hanya bagian dari formalitas saja. Karena ketidakjelasan eksistensinya, pendidikan nilai-nilai budi pekerti seolah ditiadakan dalam pembelajaran di sekolah.
Padahal jika kita telaah lebih jauh penerapan nilai-nilai budi pekerti sebetulnya merupakan bagian yang penting dalam rangka melestarikan budaya bangsa kita yang luhur, yaitu budaya ketimuran, serta sebagai pembentuk moral, perilaku, perangai, tabiat, akhlak yang baik juga bijak berdasarkan paduan akal dan perasaan baik juga terpuji dengan tujuan untuk menghindarkan diri dari perilaku tercela yang merugikan bagi diri sendiri maupun orang lain.
Adapun manfaat yang terkandung dalam nilai-nilai budi pekerti yaitu untuk meningkatkan SDM (Sumber Daya Manusia) guna menciptakan manusia berbudi luhur lewat pendidikan dan penanaman budi pekerti. Memunculkan sikap untuk lebih bersyukur kepada sang pencipta yang telah memberi kita penghidupan, sikap saling tenggang rasa terhadap sesama, sekaligus sikap penghargaan terhadap alam yang telah memberi hasil buminya untuk mencukupi kebutuhan sandang, pangan, dan papan kita sebagai manusia. Sehingga membuat kita lebih berhati-hati dan bijaksana dalam mengambil setiap keputusan.
Bisa dikatakan bahwa pendidikan budi pekerti bertujuan untuk menanamkan akhlak mulia ke dalam diri untuk selanjutnya diimplementasikan dalam tingkah laku dalam keselarasan kehidupan.
Definisi budi pekerti sering diartikan sebagai moralitas yang mengandung pengertian antara lain adat istiadat, sopan santun, dan perilaku. Menurut Ensiklopedia Pendidikan, Budi Pekerti ialah kesusilaan yang mencakup segi-segi kejiwaan dan perbuatan manusia, sedangkan manusia susila ialah manusia yang sikap lahiriyah dan batiniyahnya sesuai dengan norma etik dan moral. Sedangkan menurut Haidar, budi pekerti mempunyai artian suatu usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral ke dalam sikap dan perilaku peserta didik agar memiliki sikap dan perilaku yang luhur (ber-akhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama manusia, maupun dengan alam atau lingkungan.
Berkaca pada definisi tersebut bisa kita simpulkan bahwa pembetukan moral sangat penting dan mempunyai keistimewaan tersendiri, mengingat hadirnya fenomena sekarang yang sering kita dengar dengan istilah “krisis moral”. Fenomena tersebut sudah menjadi momok dan menggerayangi generasi bangsa kita saat ini. Contoh kasus yang sering terjadi di sekitar kita adalah kurangnya sifat simpati dan empati antar sesama dan menonjolnya sifat individualistik serta kebergantungan terhadap gawai sehingga interaksi dan chemistry terhadap lingkungan sekitar tergolong minim.
Artinya kondisi saat ini telah menggiring kita jauh dari moralitas bangsa timur yang terkenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kehidupan kerohanian, pikiran, keramahtamahan, dan gotong royong. Belum lagi dengan fenomena lain yang mengguncang perhatian umum seperti krisis keteladanan.
Krisis keteladanan dapat kita lihat dan rasakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti kurangnya sosok yang dapat diteladani dalam sisi kebaikan dan manfaat. Adapun keberalihan fungsi keteladanan menjadi tontonan, begitupun sebaliknya, tontonan mereka dijadikan sebagai tuntunan.
Jika ditelisik lebih jauh kepada lingkungan terdekat yaitu keluarga yang memiliki peran penting dalam mendidik, memimbing, serta mengawasi perkembangan sang buah hati. Seiring perubahan zaman, sebagian besar anak jarang memperoleh haknya. Karena kesibukannya orangtua mengorbakan tanggung jawab terhadap sang anak. Tak jarang terjadi dilingkungan kita anak, yang kedua orangtuanya bekerja, cenderung memiliki kesempatan untuk melakukan apapun sesuka hatinya karena tidak adanya sosok yang menjadi teladan yang mengingatkan sekaligus membimbingnya.
Bercermin dari sanalah bisa terlihat, bahwa tidak ada titik temu antara pendidikan di rumah dan di sekolah. Pun jika anak telah diajarkan budi pekerti di sekolah, dengan tidak adanya keteladanan serta perhatian orangtua dalam penerapannya, dikhawatirkan hal tersebut berujung pada kurang bermaknanya pembelajaran yang diperoleh sang anak. Karena itulah dibutuhkan kerjasama antara orangtua si anak dengan guru sebagai pembimbing anak di sekolah agar terjadi kesinambungan dalam mengawasi tingkah perilaku anak menjadi disiplin, mempunyai rasa tanggung jawab, mampu beradaptasi, memiliki rasa simpati dan empati, serta menjadi lebih baik.
Pendidikan budi pekerti dapat diterapkan kepada anak melatih melalui kebiasaan-kebiasaan kecil di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Dimulai dari pembiasaan menggunakkan kata maaf, tolong, terimakasih, dan permisi. Ketika hal tersebut mulai dibiasakan serta mengajarkan kepada anak, maka anak akan melakukan hal yang sama karena orangtua tidak sekadar menyuruh anaknya tetapi juga menjadi contoh yang baik dalam pengaplikasikannya. Banyak cara yang bisa digunakan untuk membiasakan budi pekerti sejak dini seperti mengajak anak untuk melihat, merasa, mendengar, menganalisis, dan menyimpulkan kejadian yang terjadi di masyarakat juga di lingkunan sekitar.
Selain menerapkan budi pekerti kita juga bisa menyelipkan nilai-nilai kehidupan yang penting seperti kejujuran, toleransi, rendah hati, saling menghargai, berbagi kasih, persatuan, kebersamaan, kesederhanaan, dan rasa bersyukur. Lalu untuk menarik minat anak belajar, kita dapat mengemas pendidikan budi pekerti dalam bentuk cerita atau kisah teladan dengan mengarahkan dan membantu anak untuk memahami serta mengaitkan hal tersebut dalam kesehariannya juga membimbing penerapannya dalam aktivitas sosial dengan lingkungan, sehingga menjadi sebuah kebiasaan dalam membentuk karakter anak yang berbudi luhur.
Budi pekerti sangatlah penting untuk diterapkan dan dijunjung tinggi sebagai sebuah budaya dan tradisi bangsa, agar terjalin hubungan yang harmonis, bai kantar sesama makhluk hidup maupun lingkungan sekitar. Apabila orangtua sadar dan mau memahami serta mengamalkan nilai-nilai budi luhur dalam kehidupannya sehari-hari dengan baik dan benar, sehingga anak menirukan perilaku tersebut, maka fenomena krisis moral dalam negara kita ini akan berkurang.
Berbicara memang mudah dan melakukan tidak semudah berbicara. Maka dari itu, mari kita saling mengingatkan untuk senantiasa berbuat kebaikan yang sebanyak-banyaknya. Mari kita bangun kembali pendidikan budi pekerti di lingkungan sekitar kita dimulai dari diri kita.
Editor: Jufadli Rachmad.