September Hitam, Mengenang Peristiwa Pelanggaran HAM di Indonesia
Seorang orator memberikan pernyataan di depan seluruh massa aksi “Menyimak September Hitam” di depan Taman Cikapayang, Kota Bandung pada Selasa (01/09). Acara ini digelar sebagai peringatian atas peristiwa pelanggaran HAM di Indonesia seperti kasus pembunuhan Munir dan penembakan di Tanjung Priok. Foto: Dimas Rachmatsyah.
Aksi Kamisan Bandung dan Solidaritas Bandung menggelar acara September Hitam di Taman Cikapayang, Jalan Ir. H. Djuanda, pada Selasa (01/09). Acara ini digelar sebagai bentuk peringatan terhadap peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM dan HAM berat yang dilakukan sebelum tahun 2000 dan setelahnya.
Ferru dari Aksi Kamisan Bandung menggatakan bahwa aksi ini memperingati berbagai rentetan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
“Aksi ini memperingati yang pertama kasus pembunuhan Munir 7 September 2004, seorang aktivis HAM yang dibunuh atau diracun lebih tepatnya menggunakan arsenic, pada akhirnya kami mengangkat tema menyimak munir. Selanjutnya ada tragedi Tanjung Priok 12 September 1984 dimana kita tahu umat islam di tanjung priok ditembaki dan digilas oleh mobil tentara pada malam berdarah itu. Terus berlanjut juga tragedi semanggi dua, 24 September 1999, pasca jatuhnya rezim orde baru yang dipimpin Soeharto itu juga masih terjadi pelanggaran HAM, selain itu kami juga akan memperingati hari tani nasional dan memperingati Salim Kancil 26 September 2015 di Lumajang Jawa Timur.” Ucap Ferru saat diwawancarai di depan plang tulisan Dago, Taman Cikapayang, Kota Bandung
Ferru menambahkan bahwa Aksi September Hitam ini juga diadakan untuk mengingat kembali terjadinya kasus-kasus pelanggaran HAM yang belum tertuntaskan dan seakan kebal terhadap hukum.
“Karena pada akhirnya kita tahu bagaimana gelapnya kasus pelanggaran HAM, penuntasan kasusnya bahkan satupun tidak ada yang dituntaskan, bahkan orang-orang yang melakukan pelanggaran HAM itu seolah-olah diberi imunitas dan impunitas, mereka kebal hukum banget, gitu. Kasus HAM terjadi seperti tragedi lalu terjadi seperti lelucon, makanya HAM kayaknya boleh dikatakan tidak pernah menjadi suatu hal yang harus dibahas oleh pemerintah.” Tambah Ferru.
Lecet yang merupakan salah seorang aksi massa mengatakan, bahwa tujuan ia menghadiri aksi hari ini ialah sebagai bentuk solidaritasnya terhadap korban genosida serta korban penghilangan paksa.
Gelaran hari ini meliputi berbagai kegiatan yaitu refleksi, puisi, performance art, penampilan musik akustik, lapakan, live mural, serta cukur gratis. Acara ini juga turut dihadiri oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung sebagai tamu undangan.
Teks Oleh: Dimas Rachmatsyah.