Mereka Masih Butuh Harapan
“Dokumentasi kegiatan SAFE #3 Arsa Semarang di Desa Purwosari, Kec. Sukorejo, Kab. Kendal 19-21 April 2018.” Foto: Nabilla A.
“Mereka tahu hasil 2 + 2 = 4 tapi tak tahu mengapa 2 x 2 juga sama dengan 4.” ― Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir 3
Pendidikan bukanlah ilusi belaka, melainkan salah satu sistem pembentuk tatanan realitas yang penting bagi kehidupan manusia. Selain itu, pendidikan merupakan salah satu tujuan negara yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945. Namun, hingga usianya yang menginjak 73 tahun, bangsa ini masih berupaya dalam berbenah diri dari segi pendidikan.
Menurut data UNICEF tahun 2016, sebanyak 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan yakni sebanyak 600 ribu anak usia sekolah dasar (SD) dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP). Angka tersebut dipicu oleh berbagai faktor, di antaranya adalah faktor ekonomi dan faktor sosial budaya. Angka kemiskinan yang tinggi menyebabkan anak-anak terpaksa bekerja di berbagai sektor untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.
Untuk mengatasi kejenuhan pendidikan formal khususnya di daerah terpencil, sekarang ini banyak muncul kegiatan-kegiatan kesukarelawanan untuk memberikan support dan kebahagiaan bagi anak-anak di daerah terpencil. Rully Setiawan (29) misalnya, pekerja swasta di sebuah perusahaan pembangkit listrik di Banten ini aktif mengisi waktu senggang di berbagai kegiatan volunteer anak-anak di berbagai komunitas non-profit yang bergerak di bidang pendidikan, di antaranya adalah Komunitas Arsa dan Kelas Inspirasi.
“Berbagi itu candu,” ujarnya saat ditanyai perihal mengapa tertarik untuk terjun langsung di dunia anak-anak.
Rully memaparkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan pendidikan di pedesaan atau pinggiran kurang maju adalah sulitnya akses dan kurangnya dukungan pemerintah. “Bahkan ada saja pihak orang tua yang me-mindset pikiran anak-anak bahwa pendidikan itu nggak perlu, yang perlu itu cari duit,” tambahnya.
Hal senada disampaikan oleh Ulfa (24), yang aktif dalam kegiatan serupa di Komunitas Arsa. Ia mengatakan bahwa sarana dan prasarana belajar di sekolah pedesaan tidak selengkap di kota. Akses jalan menuju sekolah dan kualitas pendidiknya masih perlu ditingkatkan lagi. “Pendidik (di daerah) masih kurang concern terhadap pendidikan karena belum disiplin terkait jam belajar,” ujarnya.
Meski masih banyak yang harus dibenahi, Rully menceritakan bahwa anak-anak di daerah memiliki semangat untuk sekolah walaupun akses dari rumah ke sekolah jaraknya jauh. Bahkan, ada pula siswa sekolah dasar di Lebak yang harus turun gunung terlebih dahulu dengan jarak tempuh 4 kilometer, mereka tetap semangat. Halangan mereka hanya saat ketika hujan dan longsor.
Selain itu, Ulfa juga menambahkan bahwa anak-anak di Desa Duren, Kabupaten Semarang membutuhkan waktu hampir satu jam untuk pulang ke rumah dari sekolah mereka. Medan yang harus ditempuh pun seperti tracking menaiki gunung. “Ga kebayang kaki-kaki kecil adik-adik ini setiap hari melewati jalanan ini, apa lagi kalau hujan. Sangat berbahaya,” ujarnya. Anak-anak Indonesia dapat terus maju dengan pendidikan yang baik dari guru-guru yang bermartabat, kata Rully. Ia menambahkan bahwa anak-anak sungguh berharap kepada guru-guru Indonesia agar dapat mengajar dengan tulus dan selalu memberi motivasi kepada setiap peserta didiknya. “Kalau guru-guru mengajar dari hati dan ikhlas, kita yakin pendidikan di Indonesia akan berjalan dengan baik, meski di wilayah terpencil sekali pun.”
Pendidikan merupakan hak semua warga negara. Ulfa mengatakan bahwa banyak anak-anak daerah yang pintar. Bahkan, mereka lebih gigih daya juangnya dari anak-anak di kota. Sayang sekali, lingkungan sekitar tidak mendukung mereka untuk berkembang. “Semoga semua sektor baik itu pemerintah, pendidik, keluarga anak-anak itu sendiri, maupun penggiat pendidikan semakin concern dan bekerja sama untuk memperbaiki kualitas pendidikan di daerah,” harapnya.
Tak pernahkah kalian membayangkan jika tawa anak-anak adalah tombol recharge energi untukmu? Pendidikan bukanlah kutukan. Ia adalah anugerah bagi sebagian besar kaum yang masih berkubang di jurang kebodohan. Jangan lupa bangunkan mereka untuk tetap hidup. Harapan masih ada.
Selamat Hari Pendidikan Nasional 2019.
Oleh: Nabilla Anasty Fahzaria