20 Tahun Reformasi, Apa kabar Nasib Aktivis 98 yang Hilang?
Peringatan 20 tahun reformasi masih banyak meninggalkan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Salah satunya adalah keberadaan sejumlah aktivis pro-demokrasi yang dihilangkan secara paksa oleh rezim Orede Baru (Orba). Hingga kini kabar para aktivis itu belum juga terdengar alias hilang bak ditelan bumi.
Beberapa nama dari aktivis tersebut adalah Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser.
Dalam kasus ini kita bisa berkesimpulan bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik saja, terlihat dari banyaknya kegagalan hukum dan pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia.
Kasus hilangnya beberapa aktivis ini terjadi menjelang runtuhnya kekuasaan Soeharto pada bulan Mei, 1998. Diduga kasus penculikan para aktivis pro-demokrasi ini dilakukan oleh oknum aparat militer, yakni Tim Mawar dari Komando Pasukan Khusus (Kopasus). Meski pada 1999 majelis hakim Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta telah menjatuhkan vonis penjara 12-22 bulan terhadap 11 anggota Tim Mawar, tetapi hinga saat ini seorang yang memprakarsai tragedi tersebut belum terungkap, juga informasi ihwal keberadaan para aktivis 1998 sampai sekarang masih senyap.
Lantas sampai kapan hal ini terus dibiarkan? Bagaimana nasib keluarga korban penculikan jika jasad dari mendiang ke-13 aktivis pro-demokrasi yang hilang tersebut masih nihil? Hal tersebut tidak membuat henti keluarga korban untuk menuntut keadilan hingga saat ini. Beberapa dari mereka masih menuntut keadilan, dan berharap suaranya masih didengar oleh pemerintah. Terbukti dengan adanya aksi Kamisan, yang digelar setiap kamis sore, hingga terbenamnya matahari bertempat di Istana Kepresidenan. Aksi “diam” yang terinspirasi dari gerakan Plaza De Mayo di Argentina tersebut bertujuan untuk menunjukan bahwa penegakan HAM di Indonesia masih kelam, digambarkan dengan pakaian yang serba hitam oleh massa aksi.
Besar harapan yang disimpan oleh keluarga korban kepada rezim Jokowi untuk segera menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk penghilangan paksa para aktivis pro-demokrasi pada kurun 1997-1998, seperti yang dijanjikan. Namun faktanya sampai sekarang janji itu hanya bualan belaka, kabar mengenai nasib mereka tetaplah nihil.