Menjelang Pilkada, PPMN bersama Dewan Pers Mengadakan Diskusi Publik

Bandung Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) bersama Dewan Pers mengadakan diskusi publik dan deklarasi pers guna menjaga netralitas dan independensi pers dalam rangka Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 di Gedung Sate, pada Selasa (10/4). Diskusi tersebut berisi tentang bagaimana seharusnya posisi dan perilaku media dalam melaporkan peristiwa-peristiwa terkait Pemilu, mulai dari kampanye, pencoblosan, hingga penghitungan suara.

Dalam diskusi tersebut, Dewan Pers menyatakan bahwa sejumlah daerah termasuk Provinsi Jawa Barat tengah mengalami tensi politik yang tinggi menjelang Pilkada serentak 2018, dan Pemilu 2019.

“Pada Pemilu yang lalu khususnya Pilpres dan Pilkada 2014, media bagian dari kegaduhan. Ketika itu media terpecah, terutama di media televisi ada fenomena TV biru dan TV merah. Masing-masing menyebutkan pemenang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah pasangan yang berbeda”, ujar Yosep Adi Prasetyo, Ketua Dewan Pers.

Dewan Pers mencatat banyaknya pelanggaran etika yang dilakukan beberapa media dalam melakukan kegiatan pers, terutama di Jawa Barat. Hal tersebut membuat media yang berdomisili Jawa Barat memiliki beberapa tantangan berupa kemandirian ruang redaksi, hingga ketergantungan pers sebagai alat kepentingan pemilik media yang banyak dipertanyakan oleh publik termasuk profesionalisme, dan penyuapan kepada wartawan.

“Narasumber seringkali memeberi suap kepada wartawan. Wartawan itu kelompok profesi kerah putih tapi gajinya kerah biru. Jadi, ini lah yang menjadi persoalan”, sambung Yosep.

Kemerdekaan Pers yang Meningkat.

Dewan Pers melakukan pengukuran Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) pada tahun 2016 hingga tahun 2017 di seluruh wilayah di Indonesia. IKP Nasional dari 63,44 menjadi 67,92. IKP secara politik dari 65,65 menjadi 70,39. IKP Ekonomi dari 61,87 menjadi 66,13. IKP Hukum dari 61,33 menjadi 66,00. Begitu pun Provinsi Jawa Barat yang mengalami lonjakan, pada 2016 IKP Jabar hanya 58,17 kemudian meningkat menjadi 75,58 pada tahun 2017.

Akibat dari kemerdekaan pers yang meningkat pada setiap tahunnya, Yosep berpendapat bahwa kegiatan pers menjadi bebas namun terjadi penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Bahkan banyak media abal-abal yang menggunakan label petinggi-petinggi negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *