Mencegah Pelarian Diri Dalam Gerakan Pelajar
Di masa-masa kapitalisme saat ini, kampus dan sekolah telah benar-benar berubah menjadi pabrik, di mana tenaga pengajar dan administrasinya adalah pekerja sedangkan pelajar di dalamnya adalah pekerja sekaligus komoditas yang dihasilkan. Pelajar di dalamnya telah menjadi pekerja yang bekerja mereproduksi dirinya sendiri agar menjadi tunduk, taat dan takut serta terampil agar bisa masuk ke dalam pabrik-pabrik kapitalis lain setelah ia lulus dari sekolah atau kampusnya.
Maka, gerakan pelajar mesti memahami dengan serius bahwa medan pertarungannya adalah di dalam institusi pendidikan. Meninggalkannya berarti telah menelan cacat filosofis dan merupakan bentuk impotensi yang akut. Namun ironis, kaburnya gerakan pelajar dari gerakan melawan institusi pendidikan seringkali dilabeli heroik untuk menutupi logika terbalik tersebut.
Solidaritas antar sektor; seberapa pentingnya itu, tidak dapat dijadikan pembenaran untuk meninggalkan medan pertarungan di dalam institusi pendidikan. Perang antagonistik pelajar adalah di dalam institusi pendidikan melawan alat-alat represif dan ideologis di sana.
Hal yang tidak mungkin memang jika gerakan pelajar masih alergi dengan kerja-kerja imaterial yang jauh dari gagahnya orasi, bakar ban, perebutan kursi BEM dan penggrudukan simbol-simbol milik pemerintah. Kerja imaterial di sini tidak boleh secara naif diartikan dengan menekankan perbedaan secara kerja material pada aspek penampakannya saja. Kerja imaterial di sini berati memfokuskan pada kualitas produk yang dihasilkannnya yakni relasi sosial. Ia berbeda dengan kerja material yang memproduksi nilai (nilai lebih, abstrak, kongkrit).
Catatan kaki: [1] Maurizio Lazzarato, “Immaterial Labour”, terj. Paul Collili dan Ed Emory.