Indonesia Krisis Budaya Literasi?
Pict Source: Scoreatthetop.com.
Buku adalah jendela dunia, dan membaca adalah cara untuk membuka jendela tersebut. Tetapi membaca merupakan salah satu kegiatan yang cukup membosankan bukan? Apalagi seiring dengan perkembangan zaman, yang sudah modern dan kaya akan teknologi ini, orang-orang menjadi malas membaca.
Buku dan media cetak sudah tidak lagi mendapat lirikan dari masyarakat, smartphone yang lebih mudah dan cepat diakses berhasil mencuri perhatian khalayak. Hal ini menjadikan budaya literasi krisis di kalangan masyarakat Indonesia.
Literasi? Lalu apa itu literasi? Literasi merupakan suatu kemampuan membaca dan juga menulis. Keberaksaraan atau literasi dapat diartikan melek teknologi, melek informasi, berpikir kritis, peka terhadap lingkungan, bahkan juga peka terhadap politik. Melek di sini diartikan masyarakat yang lebih melihat, memperhatikan, dan mengeksplor suatu informasi yang didapat.
Dilansir dari republika.co.id, minat baca masyarakat Indonesia dinilai masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. UNESCO mencatat pada 2012 indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001, artinya dalam 1000 orang hanya ada satu orang yang minat membaca.
Hal ini tentu sangat menghawatirkan, karena membaca merupakan salah satu aspek pendorong seorang individu penerus bangsa menjadi cerdas secara intelektual. Masyarakat merupakan cerminan dari kualitas bangsa itu sendiri. Tinggi rendahnya minat baca seseorang pun tentunya sangat berpengaruh pada wawasan, mental, juga perilaku seseorang.
Budaya literasi sangat penting pengaruhnya untuk masyarakat agar lebih melek informasi dan membuat pikiran menjadi kritis. Apalagi di zaman modern, yang kaya akan media digital ini, informasi mudah diakses dan disebarkan oleh siapa saja. Hal ini seharusnya menjadi keresahan masyarakat karena mudah masuknya informasi yang tidak kredibel akan menghadirkan berita palsu atau sering kita sebut berita hoax.
Budaya literasi juga bertujuan agar masyarakat lebih peka terhadap lingkungan, tidak hanya pada lingkungan sekitar tapi juga terhadap dunia politik di Indonesia sendiri. Masyarakat harus pintar saat melihat kondisi lingkungan di Indonesia ini, jangan hanya menerima lalu menelan suatu informasi bulat-bulat.
Deklarasi UNESCO menyebutkan, bahwa literasi informasi terkait pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, serta menggunakan dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Terlihat di sini bahwa literasi sangat besar pengaruhnya pada mutu sumber daya manusia itu sendiri.
Namun pada kenyataannya salah satu faktor penyebab rendahnya budaya literasi ada pada masyarakat itu sendiri, salah satunya karena mereka belum terbiasa membaca. Seringkali masyarakat menomorduakan kegiatan membaca dan menganggap hal tersebut tidak begitu penting. Kita harus menumbuhkan rasa gemar membaca agar menjadi kebiasaan (habit). Karena budaya literasi tidak muncul begitu saja, maka kita perlu membiasakan diri untuk membaca.
Rendahnya budaya literasi ini berpengaruh pada sumber daya manusia itu sendiri, dilansir kumparan.com, setidaknya ada 6 dampak fundamental akibat budaya literasi yang rendah.
Dampak yang pertama yaitu meningkatnya angka putus sekolah karena literasi yang rendah, sehingga kesadaran masyarakat tentang pendidikan menurun.
Dampak kedua, adalah meningkatnya angka putus sekolah berbanding lurus dengan tingkat kebodohan yang juga tinggi. Rendahnya budaya literasi menjadikan masyarakat buta akan pengetahuan dan berwawasan sempit.
Ketiga, tingkat kemiskinan semakin tinggi bagi masyarakat dengan kemampuan literasi yang minim, akibatnya akses ekonomi tersendat. Kemiskinan dan pengangguran pun semakin merajalela.
Keempat, banyaknya pengangguran juga menjadi sebab-akibat tingginya angka kriminalitas. Dengan wawasan yang sempit dan krisis ekonomi, masyarakat tidak lagi mengindahkan norma dan nilai sosial. Tindakan kriminal dan kejahatan kerap menjadi jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Dampak kelima yaitu rendahnya budaya literasi mengakibatkan produktivitas kerja ikut menurun. Karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan berputar pada lingkaran yang sama sehingga kesulitan untuk mengembangkan diri dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki.
Dampak terakhir, kurangnya perasaan skeptis dalam menyikapi informasi yang didapat. Dengan kemampuan literasi yang minim akan menjadikan masyarakat menerima informasi begitu saja tanpa mencari tahu asal mula sumbernya, apakah kredibel atau hanya informasi dari mulut ke mulut saja? Selain literasi, budaya skeptis juga perlu ditingkatkan.
Dampak fundamental yang signifikan dari rendahnya budaya literasi ini berakar dari kesadaran individu masing-masing. Sulit untuk menyadarkan masyarakat agar melek literasi jika bukan dari keinginan sendiri. Perlu adanya upaya dari faktor luar yang dapat mendorong supaya masyarakat tergerak untuk membudayakan literasi. Supaya masyarakat termotivasi untuk membaca.
Melihat rendahnya minat baca yang mengkhawatirkan, mendorong sekelompok anak muda untuk mendirikan gerakan kolektif peduli literasi di Indonesia. Salah satu gerakan ini berada di Bandung dan dikenal dengan Perpustakaan Jalanan. Membaca bukan satu-satunya kegiatan yang dilakukan, Senar Togok sebagai pendiri dari Perpustakaan Jalanan ini menjelaskan saat membaca juga dapat terjadi diskusi. Pembaca bisa saling bertukar pikiran dan juga mendapat teman baru di sana.
Upaya Senar Togok mendirikan Perpustakaan Jalanan ini memperlihatkan bahwa masih ada masyarakat yang peduli akan budaya literasi. Budaya literasi harus ditanamkan sejak dini, kita harus membiasakan diri untuk membaca buku atau suatu media cetak setidaknya sekali dalam sehari. Selain agar terbiasa untuk membaca, menambah wawasan, menambah kosakata, dan mengurangi stress, budaya literasi juga akan membuat kita menjadi menjadi lebih berhati-hati dalam menerima suatu informasi. Agar kita tidak berpatok pada satu informasi yang didapat dan mencari tahu informasi tersebut lebih jauh, hal ini menghindarkan kita dari hoax.
Krisis budaya literasi masih terjadi hingga saat ini, maka dari itu kita sebagai warga negara yang baik harus menaruh perhatian lebih pada budaya literasi ini, khususnya pada generasi muda yang kelak menjadi agent of change, agar tercipta masyarakat yang berwawasan tinggi, kreatif, dan inovatif. Karena hal pertama yang dapat diubah itu dimulai dari diri sendiri. Mari kita biasakan membaca buku, agar tercipta sumber daya manusia yang berkualitas untuk bangsa.
Oleh: Dhea Anggieta.