Negara Gagap Menghadapi Pandemi Covid-19

Pict source: Kompas.com/Agie Permadi

Oleh: Helmy Adam.

Negara telah gagal menangani pandemi Covid-19, dari awal terdeteksinya Covid-19 di Indonesia pada bulan Maret 2020, pemerintah meremehkan adanya pandemi yang sudah tersebar di luar negara Indonesia hingga peniaadaan bahwa Covid-19 sudah ada di Indonesia, bahkan adanya statement dari Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Dilansir dari CNN Indonesia, “Yang ingin saya katakan bahwa sampai saat ini Indonesia itu adalah satu-satunya negara besar di Asia yang tidak punya kasus corona. Virus corona itu tuh ndak ada di Indonesia,” kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, (07/02) tahun lalu.
Tidak hanya Mahfud MD saja yang ber-statement seperti itu, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pun mengeluarkan statement yang meremehkan adanya pandemi.

Dilansir dari Detik Finance, “Corona? Corona kan sudah pergi,” pungkas Luhut di kantornya, Jakarta Pusat, (10/02) tahun lalu.

Luhut sempat ditanya soal adanya suspect alias dugaan corona yang menjangkit warga di Batam. Namun Luhut malah menjawabnya dengan candaan, dia menyebut corona sebagai mobil. “(Corona masuk Batam?) Hah? Mobil Corona?” kata Luhut sambil tersenyum.

Dari dua statement yang dikeluarkan oleh kedua Menteri ini bisa kita lihat bahwa memang dari awal terdeteksinya Covid-19 berada di Indonesia pemerintah malah guyon-guyonan dan mengakibatkan pandemi hingga saat ini belum usai.

Dilansir dari Halodoc.com, pada Senin 2 Maret 2020, nama Indonesia masuk ke dalam negara yang terjangkit virus corona dari 69 negara. Presiden Joko Widodo mengumumkan virus corona Wuhan menjangkiti dua warga Indonesia, tepatnya di kota Depok, Jawa Barat.

Jika dihitung awal mula terdeteksi adanya Covid-19 di Indonesia hingga saat ini (Juli 2021), upaya penanganan sudah berjalan kurang lebih satu tahun lebih empat bulan. Selama perjalanan itu pemerintah mengeluarkan kebijakan dari mulai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PSBB Total, PSBB Transisi, hingga ke Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), PPKM Mikro, dan yang terakhir keluar adalah PPKM darurat.

Kebijakan-kebijakan tersebut dikeluarkan pemerintah dengan modelan yang sama hanya berbeda istilah saja. Saya bingung terhadap pemerintah saat diberlakukannya kebijakan tersebut, fokus pemerintah ini untuk mengangani pandemi itu seperti apa, apakah prioritas Kesehatan? Namun jika memang pemerintah memprioritaskan kesehatan bisa kita lihat apakah pamdemi di Indonesia sudah kelar? Jawabannya TIDAK !!!

Selama diterapkannya kebijakan seperti yang sudah dijelaskan diatas kasus positif Covid-19 bertambah 44.721 pada hari Minggu, (18/07). Tambahan kasus dari hari itu merupakan kasus tertinggi selama 30 hari kebelakang. Terhitung sejak tanggal 19 Juni 2021 kasus positif Covid-19 mencapai 12.906. Dan total kasus Positif Covid-19 di Indonesia menjadi 2.877.476 yang dirilis dari JHU CSSE COVID-19 Data dan Our World In Data.

Bukannya malah menurun tapi malah meningkat, kalau memang fokus pemerintah adalah kesehatan masyarakatnya mungkin kasus yang terpapar di Indonesia tidak akan mencapai sebanyak itu.

Penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia tidak sepenuhnya ditangani oleh otoritas kesehatan, melainkan juga melibatkan otoritas ekonomi bahkan otoritas keamanan. Keterlibatan otoritas keamanan didalam kebijakan pemerintah adalah untuk memberikan sanksi terhadap masyarakat yang “melanggar”. Jika pandemi kesehatan maka pemerintah seharunya menyelesaikan permasalahan pandemi kesehatan ini serahkan sepenuhnya terhadap otoritas kesehatan. Jangan melibatkan otoritas lain dulu, jika masalah pandemi kesehatan sudah selesai lalu serahkan kepada otoritas lainnya.

Pemerintah enggan mengakui bahwa kasus Covid-19 semakin melonjak, dilansir dari CNBC Indonesia, Situasi di Indonesia ini telah menjadi sorotan dari Badan Kesehatan Dunia WHO. Bukan cuma lonjakan penularan, namun juga kasus kematian di Indonesia yang tertinggi di Asia Tenggara dan melebihi India.

“Kami telah melihat peningkatan kasus sebesar 44 persen selama sepekan terakhir dan peningkatan kematian sebesar 71 persen. Jadi tidak diragukan lagi bahwa Indonesia tengah menghadapi situasi sangat sulit,” kata Direktur Eksekutif Program Darurat WHO, Mike Ryan, dalam konferensi pers 12 Juli 2021.

Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak memberikan solusi yang jelas bagi masyarakat, karena kegiatan masyarakat sangat-sangat dibatasi oleh pihak keamanan, sehingga pada saat itu pula masyarakat ketar-ketir mencari jalan bagaimana mereka bisa bertahan hidup di tengah pembatasan kegiatan masyarakat itu sendiri.

Kenapa pemerintah tidak menggunakan UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan untuk penerapan karantina? Melainkan menggunakan kebijakan yang berbeda istilah itu. Karena pemerintah enggan mengeluarkan duit negara untuk rakyatnya sendiri, padahal sudah jelas isi didalam UU Nomor 6 Tahun 2018 pada Bab III tentang Hak dan Kewajiban di Pasal 7 yang berisikan:

“Setiap orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan” Serta Pasal 8 yang berisikan:

“Setiap orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama Karantina.”

Namun nyatanya dana bantuan sosial saja dikorupsi oleh mantan Mensos, Juliari Batubara. Dan jika memang ada bantuan sosial, nampaknya bantuan itu belum merata bisa kita lihat di Kota Bandung saja masih banyak orang yang keluar rumah hanya untuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga masyarakat harus turun tangan untuk saling bantu kepada yang terdampak dari kebijakan yang membatasi masyarakat dan pandemi untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Selain itu nampak jelas juga ketimpangan kelas antara kaum borjuis dengan kaum proletariat. Kaum borjuis terus berteriak kepada kaum proletariat untuk jangan keluar rumah agar meredam pandemi ini, namun bagaimana mereka makan kalau tidak keluar rumah, karena sebagian dari mereka keuntungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari didapatkan hari itu juga, berbeda dengan yang mendapatkan keuntungannya per bulan, tidak usah keluar rumah pun masih bisa makan dalam satu bulan ke depan.

Karena kondisi yang hari demi hari semakin mengkhawatirkan, tidak ada yang lebih berharga dibandingkan dengan nyawa. Maka dari itu saling menyalahkan rasanya harus kita akhiri saat ini dan juga tidak usah berharap lebih kepada pemerintah, ya kita bisa lihat bagaimana kerja-kerja mereka selama adanya pandemi ini, kebijakan yang tidak menghasilkan solusi untuk kebutuhan rakyat.

Solusi untuk saat ini adalah kita harus memulai sebuah gerakan untuk kemanusiaan, yaitu rakyat bantu rakyat atau warga bantu warga. Di berbagai kota-kota besar seperti Jogja, Bogor, Tangerang, Jakarta, Cirebon, Depok, Palembang, Surabaya, Tasikmalaya, Gresik, Denpasar dan kota besar lainnya. Gerakan ini sudah banyak bermunculan untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang sangat terdampak karena pandemi.

Khususnya di kota Bandung sendiri ada sebuah kolektif sekitar kita yang membantu kebutuhan rakyat dengan cara membuat posko donasi, dapur umum hingga membuat pasar gratis sebagai bentuk solidaritas seperti, Solidaritas Sosial Bandung, kolaborasi antara (Keluarga Tangga Mesjid, KMJurnalistik, Tamansari 1 Crew), Pasar Gratis Bandung, dan Ciwastra Movement.

Jika kita lihat kemunculan kolektif-kolektif bergerak untuk memperkuat solidaritas terhadap sesama manusia, itu artinya negara kita sedang tidak baik-baik saja. Perluas gerakan solidaritas rakyat bantu rakyat, lalu berjeraring satu sama lain agar solidaritas semakin kuat. Dengan memperluas gerakan kemanusiaan tentu memperluas juga kebaikan serta bertujuan untuk memberikan kesadaran terhadap publik.

Editor: Jufadli Rachmad.