Pameran Foto Paradigma, Menyampaikan Keberagaman Pandangan Lewat Karya
“Pengunjung sedang mengamati Foto yang dipajang pada Pameran Foto Paradigma yang diselenggarakan oleh Photo’s Speak di Thee Huis, Dago, Kota Bandung, Minggu (14/03).“
Foto: Fadli Firdaus.
Sembilan foto story terpajang memenuhi tiap sudut dinding putih galeri Thee Huis, Jalan Bukit Dago Utara No.53 A, Kota Bandung. Karya visual tersebut sengaja dipamerkan oleh Photo’s Speak secara apik, salah satu komunitas foto jurnalistik yang eksis di Kota Bandung tersebut, menyelenggarakan pameran foto bertajuk Paradigma. Seluruh pameris di Pameran Foto Paradigma berasal dari anggota aktif Photo’s Speak dengan Arif Hidayah sebagai kuratornya.
Pameran Foto Paradigma rencananya akan dihelat selama lima hari, dibuka pada tanggal 14 Maret hingga 18 Maret 2021. Tidak hanya memajang foto di galeri Thee Huis saja, pameran foto Paradigma juga bisa dilihat secara virtual melalui website Artsteps secara gratis, serta menghadirkan diskusi-diskusi perihal fotografi secara online melalui Zoom Meeting.
Pada Minggu (14/03) Sore, acara resmi dibuka dengan penampilan seni tari sebagai simbolisnya, didukung cuaca teduh langit jingga Bandung utara bersambut derai hujan yang tidak begitu lama. Setelahnya, secara bergiliran pengunjung diperbolehkan untuk memasuki venue acara dengan syarat menjaga protokol kesehatan. Pengunjung disuguhkan 62 foto yang dirangkum menjadi sembilan cerita dengan dipandu oleh panitia yang menjelaskan makna dari setiap fotonya.
Keberagaman tema dari berbagai perspektif pun dihadirkan melalui rangakaian cerita yang dikemas secara visual. Masing-masing dari pameris memiliki sub-tema serta gagasannya sendiri, seperti self-love, kerusakan lingkungan, budaya, keluarga, dan lain sebagainya. Seluruh sub-tema tersebut bermuara pada benang merah paradigma.
Ketua pelaksana sekaligus pameris pada Pameran Foto Paradigma, Robby Fathan menjelaskan tujuan serta maksud dari pemilihan “Paradigma” sebagai tema garis besar foto-foto yang dipamerkan, dari tema tersebut ia bermaksud untuk membuka pandangan baru bagi masyarakat agar setiap objek di lingkungan sekitar tidak hanya dipandang melalui satu arah saja.
“Kita mencoba untuk memvisualisasikan keberagaman pandangan dari para pameris berdasarkan pengalaman pribadinya,” ujar Robby saat diwawancarai pada Minggu (14/03) Sore.
Robby menjelaskan bahwa pada pameran kali ini seluruh pameris merupakan anggota Photo’s Speak, dari sekitar 20 orang yang menjadi kandidat sebagai pameris hanya tersisa sembilan orang saja yang mampu bertahan melalui serangkaian tahapan. Kesembilan pameris tersebut telah berhasil menelan pahit manisnya proses pengkurasian foto yang kurang lebih memakan waktu tujuh bulan lamanya.
“Untuk tahapannya yaitu ada tahap seleksi bagi seluruh anggota Photo’s Speak, lalu kita mengajukan proposal kepada kurator dan setelah proposal diterima, melanjutkan project foto serta pengkurasian,” jelas Robby.
Kesabaran serta kerja keras demi menghasilkan sebuah karya rasanya wajar untuk diapresiasi oleh Photo’s Speak yang berperan sebagai wadah penyalur karya setiap anggotanya. Dengan bangga Photo’s Speak pun mengumumkan sembilan nama yang hasil potretnya layak untuk dipamerkan, di antaranya; Alvy Aldiyanto, Awliya El Salam, Fadil Luthfi, Fakhri Fadlurahman, Fakhrul Maulana, Irfan Darma Putra, Miftahudin Mulfi, Robby Fathan Qorieb, dan Siti Mareta.
Photo’s Speak di setiap tahunnya selalu rutin mengadakan pameran foto dan di tahun ini mereka berkesempatan untuk menggelar pameran kembali. Namun pada Pameran Foto Paradigma rupanya ada sedikit perbedaan dibandingkan dengan pameran sebelumnya. Menurut Robby yang membedakan pameran tahun ini dari pameran tahun sebelumnya yakni pada pameran tahun ini semua foto yang dipajang berupa foto story, tidak adanya satu pun foto single dipamerkan.
“Tidak ada yang harus dipertahankan dari ciri khas pameran (sebelumnya) karena pemilihan tema yang berbeda di setiap tahunnya. Yang penting kita menguatkan harus sesuai tema dan apa (tema) yang kita ambil itu tersampaikan pada masyarakat,” ucap Robby dengan santai
Beberapa foto story yang di pamerkan pun terlihat sederhana, namun ternyata dibalik gambar sederhana tersebut menyimpan pesan yang memiliki makna serta nilai yang berusaha untuk disampaikan oleh pameris melalui sudut pandang mereka.
Salah satunya adalah foto story hasil tangan Alvy Adianto yang berjudul “When I’m Drunk”, merupakan serangkaian foto minimalis yang memuat delapan foto dengan objek yang menurut sebagian orang terkesan tidak penting untuk dipotret, contohnya seperti potret sebuah gayung yang setengah tenggelam dikubangan air atau potret sebuah sponge bath berwarna oranye dengan latar dinding setengah keramik putih dan setengahnya lagi tembok berwarna kuning.
Sebagai penjelesan ada hasil fotonya, Alvy menuliskan sedikitnya tiga paragraf untuk menjelaskan maksud dari foto story tersebut, caption yang ia tulis berbunyi:
Dalam keadaan mabuk karena mengkonsumsi alkohol, pikiran saya bebas dan lepas meski kepala, tubuh, dan mata terasa berat. Pengaruh alkohol membuat saya lebih peka terhadap apa yang saya lihat dan lebih jujur terhadap diri sendiri.
Dalam keadan tersebut saya merespon lingkungan yang ada di sekitar dan merasakan suasana menjadi lebih dalam, tenang, hening, dan juga kelam dalam satu waktu.
Pikiran melaju cepat berbeda dari biasanya, dalam keadaan mabuk, saya dapat memilah momen, bentuk, tempat, dan suasana yang saya inginkan.
Saat diwawancarai, Alvy menuturkan bahwa foto story yang ia pamerkan itu adalah sebuah reperesentasi pikiran yang terangsang pada saat kondisi ia sedang dalam pengaruh alkohol. Alvy mengaku pada saat kondisi mabuk selalu terbayang akan kehangatan rumah serta kenangan yang melekat di masa kecilnya.
“Dalam kondisi seperti itu (mabuk) saya tidak tahu (objek yang dipotret), mengalir saja dan kebanyakan hasilnya seputar lingkungan terdekat disekitaran rumah dan anak kecil, seolah saya rindu akn masa kecil saya,” tutur Alvy.
Lewat rangkuman cerita visualnya tersebut alvy mencoba untuk mengubah stigma negatif masyarakat terhadap orang-orang yang sedang dalam pengaruh minuman keras.
“Kenapa saya memilih projek seperti itu, karena masyarakat luar (masih) menganggap orang mabuk tuh sepoyongan dan kriminal. Jadi foto yang saya sampaikan sebenarnya (untuk) memecahkan stigma masyarakat kalau mabuk tidak seharusnya kriminal,” tegas Alvy dalam keadaan sadar.
Kurator Pameran Foto Paradigma, Arif Danun dalam pidato sambutan pembukaan pameran mengatakan, “Ketika memotret itu adalah hal baru, dan ketika teman-teman melihat sesuatu serta merelasikan antara paradigma dan gagasan-gagasan yang berceceran lalu dirangkai melalui fotografi itu adalah proses yang didapat selama tujuh bulan ini,” Ucapnya.
Salah satu pengunjung pameran, Sri, mengungkapkan pameran yang digelar dapat membuka pikiran, bahwasanya pandang setiap orang terhadap suatu objek ataupun fenomena tidak melulu akan selaras dengan yang kita pikirkan.
Sementara itu Andika Pratama Tiyan salah satu mahasiswa ISBI Bandung yang menghadiri pameran turut mengungkapkan pandangannya terkait pameran ini.
“Dari segi display dan walltext cukup enak dilihat, serta tema yang diangkat pun cukup menarik walaupun ada beberpa foto yang harus dibaca captionnya secara berulang-ulang untuk menangkap makna dari foto tersebut,” Ucapnya.
Teks oleh: Fadli Firdaus.
.