Komite Rakyat untuk Demokrasi Peringati 59 Tahun Trikora

“Massa aksi Komite Rakyat untuk Demokrasi memperingati 59 tahun Trikora dengan berorasi di depan Taman Vanda, Jalan Merdeka, Kota Bandung, pada Sabtu (19/12).” Foto: Gren Raina

Bandung – Sabtu (19/12), Komite Rakyat untuk Demokrasi menggelar aksi kampanye untuk memperingati peristiwa Tri Komando Rakyat (Trikora) terhadap rakyat Papua di depan Taman Vanda, Jalan Merdeka, Kota Bandung. Aksi bertujuan menyerukan kepada dunia internasional untuk membangun konsolidasi solidaritas perjuangan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat West Papua. Serta mengajak rakyat Indonesia untuk mendukung perjuangan rakyat Papua dalam menentukan nasibnya sendiri.

Berdasarkan siaran pers dari Komite Rakyat untuk Demokrasi, rakyat Papua menyatakan sikap politik kepada pemerintah Republik Indonesia, Belanda, dan PBB untuk segera memberikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi paling demokratis bagi bangsa West Papua, menolak Otsus Jilid II, membuka akses jurnalis seluas-luasnya di West Papua, menarik militer organik dan non-organik dari West Papua, menghentikan segala bentuk diskriminasi dan intimidasi terhadap mahasiswa West Papua di Indonesia, membebaskan tahanan politik West Papua tanpa syarat, dan banyak lagi.

Papuano Rump anggota Komite Rakyat Demokrasi menuturkan, bahwa aksi pada tanggal 19 Desember 2020 ini dilakukan untuk memperingati 59 tahun Trikora yang dikumandangkan oleh Presiden pertama Republik Indonesia.

Trikora tersebut berisi: Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda, kibarkan sang merah putih di tanah Papua, dan mobilisasi besar-besaran di tanah Papua.

Ia menyatakan bahwa isi dari Trikora tersebut adalah tindakan ilegal karena rakyat Papua seharusnya dapat menentukan nasibnya sendiri. Dengan itu pun Papuano menilai, Soekarno telah mengumandangkan penjajahan di atas tanah Papua.

“Aksi ini ditujukan kepada masyarakat luas dan untuk membuka semua mata masyarakat umum bahwa, (dalam) sejarah Papua, Indonesia telah melakukan aneksasi terhadap Papua sejak tahun 1961 ketika Trikora dikumandangkan,” Tambah Papuano.

Dalam aksi ini Papuano juga ingin menyampaikan kepada rakyat Indonesia yaitu mari ambil bagian dan membuka mata bahwa hari ini Papua sedang tidak baik-baik saja. Ia menjelaskan di Papua terjadi pembunuhan, terjadi militerisasi besar-besaran, dan terjadi pemerkosaan terhadap perempuan-perempuan Papua. Otonomi Khusus (Otsus) juga ia nilai bukan sebuah solusi atas masalah di Papua, sebaliknya Otsus justru merupakan penutupan suara rakyat Papua.

“Pemerintah Republik Indonesia harus segera mengambil tindakan nyata atas masalah-masalah yang terjadi di tanah Papua. Yang pertama buka ruang jurnalis seluas-luasnya agar dapat masuk ke tanah Papua, juga buka ruang-ruang demokrasi di mana rakyat Papua dapat duduk dan menyuarakan isi hati mereka sendiri dan buka hak penentuan nasib sendiri,” Tutur Papuano.

Saireri, anggota Komite Rakyat untuk Demokrasi menjelaskan, bahwa hari ini ada beberapa kota di Indonesia yang melakukan aksi dan diskusi bersama dalam rangka memperingati 59 tahun dikumandangkannya Trikora oleh Soekarno yaitu di Jakarta, Malang, Yogyakarta, Denpasar, Makassar, Kupang, Mataram, Ambon, Ternate, dan Jayapura.

Saireiri juga mengatakan, aksi-aksi serupa akan terus dilakukan pada hari-hari bersejarah lainnya hingga segala tuntutan dan permasalahan di Papua terselesaikan.

“Kami akan terus melakukan aksi dan menyampaikan aspirasi kami, baik itu hari biasa ataupun di hari-hari bersejarah lainnya yang berkaitan dengan sejarah West Papua. Hingga aksi dan aspirasi kami didengar, dan pemerintah melakukan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di West Papua, baik itu masalah HAM, Militerisasi, dan pembungkaman suara Orang Asli Papua,” tambah Saireri.


Teks Oleh: Gren Raina