Raja Jawa Tanpa Mahkota, Sosok yang Mewarnai Ideologi Bangsa Indonesia


Pict Source: Wikipedia.

Oleh: Della Trisnawati.

Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto atau yang lebih dikenal H.O.S. Tjokroaminoto merupakan orang pribumi paling berpengaruh dan disegani menurut Bernard Siagian dalam buku “100 Tokoh yang Mengubah Indonesia” (2009).

Beliau pula orang pribumi pertama yang sangat berani menentang kebijakan-kebijakan pemerintah Hindia Belanda. Ia sangat tidak menyetujui perbudakan yang dilakukan oleh Belanda kepada orang pribumi.

Tjokroaminoto lahir pada 16 Agustus 1882 di Tegalsari Jawa Timur. Ia adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari R.M. Tjokroamiseno yang merupakan salah satu pejabat pemerintahaan pada saat itu.

Salah satu trilogi yang lahir darinya adalah “Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat”. Trologi ini sangat menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan untuk para pejuang kemerdekaan.

Dengan gelar De Ongekroonde van Java atau “Raja Jawa Tanpa Mahkota” yang diberikan pemerintah Hinda Belanda kepada Tjokroaminoto, ia mampu melahirkan warna-warni ideologi Bangsa Indonesia pada saat itu.

Soekarno, Agus Salim, Semaoen, Muso, dan masih banyak lainnya pun menimba ilmu dan berguru kepada Tjokroaminoto. Ia dianggap menjadi bapak sekaligus mentor bagi tokoh-tokoh yang berpengaruh di Indonesia.

Ia rela kediaman yang ditinggalinya dijadikan tempat menimba ilmu untuk murid-muridnya. Bahkan, dijadikan kos-kosan dan banyak yang tinggal di dalamnya. Saat Tjokroaminoto hendak pergi, banyak sekali orang yang rela menunggu di depan rumahnya agar bisa menimba ilmu dan berdiskusi bersamanya.

Ketika Tjokroaminoto menjadi guru para murid-muridnya, ia dikenal sebagai guru yang baik dan seringkali memberikan pesan kepada muridnya. Saat dalam pembelajaran atau ceramah, ia sering menyelipkan sepatah nasehat dan pesan perjuangan.

“Kusno (Soekarno) jangan pernah malu untuk bertanya di sini, bertanyalah sebanyak-banyaknya” ucap Tjosroaminoto kepada Soekarno yang merupakan salah satu murid kesayangannya.

Soekarno sangat menggali dan menganalisis filsafat dan pemikiran Islam yang diberikan Tjokroaminoto. Soekarno belajar pergerakan dengan ceramah dan orasi perjuangan Tjokroaminoto. Gaya orasi Tjokroaminoto dapat dibilang turut membentuk gaya kepemimpinan Soekarno yang lantang dan berapiapi.

Pada tahun 1912 Tjokroaminoto dinobatkan sebagai pendiri sekaligus ketua Serikat Islam (SI) yang sebelumnya dikenal Serikat Dagang Islam (SDI). SI semakin besar namanya dan langsung membuka cabang-cabang lainnya di daerah.

SI yang difungsikan untuk meningkatkan perdagangan bangsa, membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi, dan mengembangkan kehidupan keagamaan masyarakat. Tjokroaminoto yang pada saat itu sebagai ketua SI mengumumkan bahwa SI bukanlah sebuah partai politik.

Dengan label “islam”, SI tidak mengharuskan keanggotaannya berasal dari kalangan santri. Banyak unsur-unsur selain “islam” yang terkandung di dalamnnya. Bahkan, Partai Komunis Indonesia (PKI) pula lahir dari Serikat Islam (SI). Saat menjadi ketua SI, ia seringkali berorasi tentang kemerdekaan bangsa Indonesia. Yang pada saat itu merupakan hal yang sangat tabu dan beresiko tinggi bagi Tjokroaminoto.

Sejak tahun 1913 arah pergerakan SI mulai tampak setelah dilakukan beberapa kongres. Dalam kongres-kongresnya Tjokroaminoto sering kali memaparkan tentang upaya pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia juga bagaimana cara berjuang melawan kapitalisme.

Ia memiliki gagasan yang disebutnya dengan istilah zelfbestuur atau pemerintahan sendiri. Ialah orang pertama yang mencetuskan ide kemerdekaan, dengan memunculkan wacana agar bahwa rakyat Indonesia sudah seharusnya memiliki pemerintahan sendiri, tidak lagi menjadi jajahan Belanda atau bangsa-bangsa asing lainnya.

Meskipun Tjokroaminoto masuk sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat Hindia) yang diresmikan pemerintah Hindia Belanda, ia tetap berorasi demi memperjuangkan kepentingan rakyat Indonesia.

“Tidaklah pada tempatnya menganggap Hindia sebagai seekor sapi perahan yang hanya diberi makan demi susunya,” ujar Tjokroaminoto (Cahaya di Kegelapan: Capita Selecta Kedua Boedi Oetomo dan Sarekat Islam Pertumbuhannya dalam Dokumen Asli, 1981).

Tjokroaminoto sangat mengecam praktik kolonialisme dan imperialisme. Ia tidak terima jika negeri kelahirannya dijadikan ajang eksploitasi oleh bangsa Belanda. Rakyat Indonesia sudah seharusnya memiliki pemerintahan sendiri, tidak lagi menjadi jajahan bangsa Belanda atau bangsa-bangsa asing lainnya.

Istilah Indonesia pada saat itu disebut dengan Hindia Belanda. Namun, Tjokroaminoto lebih sering menyebutnya dengan istilah Hindia saja atau Hindia Timur bahkan dengan nada yang lantang. Padahal, pada saat itu belum ada yang berani menyebutnya dengan sebutan itu, hanya Tjokroaminoto yang berani dan menjadi orang pertama yang menyebutkan istilah tersebut.

Nyali yang dimiliki Tjokroaminoto sangatlah tinggi. Meskipun beresiko tinggi, ia melantangkan bahwa zelfbestuur menjadi salah satu tujuan Serekat Islam (SI).

“Kemerdekaan anak negeri dan kemerdekaan Hindia adalah tujuan dari perjuangan Sarekat Islam!” tutur Tjokroaminoto yang menjadi orator dalam kongres Serikat Islam (SI) pada tahun 1916.

Di samping menjadi ketua SI, saat itu ia juga menulis beberapa buku. Buku yang menjadi karya terbaiknya adalah “Islam dan Sosialisme” (1925) dan “Tarich Islam” (1931). Dalam bukunya “Islam dan Sosialisme”, Tjokroaminoto menggali analisis sosialisme dalam keyakinan agama Islam, baik dari sumber teologis atau pun historis. Ia menekankan bahwa sosialisme sudah terkandung dalam hakikat Islam. Sosialisme dengan cara Islam, dianggap sesuai untuk diterapkan di Indonesia.

Setelah orasi-orasi yang dilontarkan Tjokroaminoto, tidak banyak perubahan terjadi. Indonesia yang pada kala itu dalam masa penjajahan masih berada dalam tekanan perbudakan Pemerintahan Hindia-Belanda.

Pemerintah memilih bersikap lunak terhadap Tjokroaminoto dan SI, meskipun ia tetap bersuara lantang saat forum-forum parlemen. Nampaknya pemerinta Hindia Belanda telah memikirkan dampak yang terjadi jika Tjokroaminoto diusik. Hal tersebut bisa saja menggerakkan rakyat untuk melakukan perlawanan, sebab ia merupakan orang yang sangat berpengaruh pada saat itu.

“Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator” ucap Tjokroaminoto kepada murid-muridnya. Kata itulah yang selalu diingat Soekarno dan menjadikannya pacuan sehingga ia kelak bisa menjadi pemimpin besar.

Tjokroaminoto menghembuskan nafas terakhir pada tahun 1934. Gagasan zelfbestuur yang ia buat pun tidak terwujud hingga akhir hayatnya. Ia memang tidak sempat menikmati kemerdekaan bangsa Indonesia. Namun, pengaruh dan ilmu-ilmu yang ia bagikan sangatlah besar.

Sumbangsih Tjokroaminoto sangatlah berharga bagi bangsa Indonesia, agar bangsa Indonesia memiliki pemeritahan sendiri dan berdiri kaki sendiri yang terlahir dari H.O.S Tjokroaminoto. Dan dapat melahirkan berbagai macam ideologi untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Soekarno yang nasionalis, Semaoen yang sosialis, dan Kartosuwiryo sebagai ahli agama merupakan tiga anak didik Tjokroaminoto yang mampu mewarnai ideologi bangsa Indonesia ketika Tjokroaminoto sudah wafat.

Namun ketiga muridnya itu saling berselisih karena ideologinya masing-masing. Pengaruh kekuatan politik pada saat itu memungkinkan para pemimpin yang sekawan itu saling berselisih hingga terjadi Pemberontakan Madiun 1948 yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) setelah “Republik Soviet Indonesia” yang dipimpin Muso diproklamasikan.

Dengan sangat terpaksa Soekarno yang menjadi Presiden Republik Indonesia kala itu mengirimkan pasukan elite TNI, yakni Divisi Siliwangi yang mengakibatkan Muso, pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) pada saat itu tertembak mati pada 31 Oktober 1948.

Dilanjut oleh Kartosuwiryo, pemimpin Negara Islam Indonesia (NII) yang akhirnya mendapatkan hukuman mati yang dijatuhkan oleh Soekarno kepada temannya, Kartosoewirjo pada 12 September 1962.

Setelah 11 tahun wafatnya Tjokroaminoto, Soekarno yang merupakan murid kesayangganya menyatakan proklamasi kemerdekaan atas nama rakyat Indonesia pada 17 Agustus 1945. Soekarno yang kala itu merupakan Presiden Republik Indonesia menetapkan H.O.S Tjokroaminoto sebagai pahlawan Indonesia pada tahun 1961.


Editor: Jufadli Rachmad.