Masih Memperjuangkan Haknya, Warga RW 11 Tamansari Kembali Ajukan Gugatan
“Warga RW 11 Tamansari menyanyikan lagu perlawanan pada penutupan konferensi pers dan pernyataan sikap Forum Juang Tamansari Bandung, yang berlangsung di area reruntuhan bangunan RW 11 Kelurahan Tamansari, Kamis (01/08).” Foto: Refika Noorkesuma.
Bandung – Forum Juang Tamansari Bandung menyelenggarakan konferensi pers dan pernyataan sikap di kawasan penggusuran Tamansari, pada Kamis (01/08). Konferensi pers tersebut berisikan untuk menyampaikan tanggapan warga RW 11 Tamansari atas pernyataan Pemerintah Kota Bandung yang akan melanjutkan rencana pembangunan rumah deret.
Sejak acara buka bersama yang digelar di Pendopo oleh Pemkot Bandung yang mengundang warga RW 11 Tamansari pada 2017 lalu, hingga saat ini tidak ada keterbukaan dan kejelasan informasi mengenai rencana pembangunan rumah deret. Padahal, masih ada 34 kartu keluarga, 16 bangunan dan satu masjid yang bertahan dan bersikeras menolak didirikannya rumah deret.
“Pada tahun 2017 dan 2018 kami telah meminta kejelasan informasi ke berbagai instansi publik yang berhubungan dengan proyek ini” ujar Eva Eryani Effendi, selaku koordinator Forum Juang Tamansari Bandung. Warga juga memutuskan untuk melakukan sengketa informasi di Komisi Informasi Jawa Barat, dan akhirnya memenangkan sidang sengketa informasi publik.
Namun, Pemkot sampai saat ini tidak mau memberikan kejelasan mengenai proyek ini. Eva juga menambahkan bahwa Pemkot Bandung telah melakukan serangkaian tindakan maladministrasi dalam tahapan sosialisasi pembangunan. Di antaranya penetapan surat keputusan (SK) kompensasi secara sepihak, sampai dengan mekanisme pembuatan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang tidak partisipatif.
Rifqi Zulfikar, selaku kuasa hukum yang digandeng warga dari LBH Bandung menjelaskan, tuntutan yang diajukan warga mengenai pencabutan izin lingkungan hidup sudah dikabulkan oleh Pemkot Bandung Maret lalu, selang dua bulan muncul kembali izin lingkungan baru yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal. Warga kembali mengajukan keberatan dan banding admisnistrasi karena proses keluarnya izin tersebut tidak sesuai dengan UU Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah mengenai izin lingkungan.
“Izin tersebut menyalahi aturan, melanggar asas-asas pemerintahan yang baik dan juga secara prosedural izin tersebut menimbulkan dampak yang buruk bagi warga yang masih tinggal” tambahnya.
Rifqi memaparkan, gugatan sudah diajukan pada 31 Juli 2019 kemarin, sampai hari ini persoalan mengenai pelanggaran HAM di pembangunan rumah deret Tamansari pun masih menjadi perhatian serius Komnas HAM.
Dikarenakan kekerasan kerap dilakukan oleh pemerintah dalam proses pembangunan rumah deret Tamansari. Di antaranya pembiaran polisi dalam penyerangan yang dilakukan preman, pemukulan warga saat demonstrasi, hingga pengerahan aparat yang berlebihan, yang mengakibatkan tekanan secara psikologis kepada warga RW 11 Tamansari.
Maka dari itu sepertiga warga yang tersisa dan masih bertahan akan terus berupaya dalam memperjuangkan haknya dan berharap agar pemerintah bisa segera mengabulkan tuntutan yang dilayangkan.
Eva, mewakili warga RW 11 Tamansari menyampaikan beberapa poin tuntutan, di antaranya agar dihentikannya proyek rumah deret Tamansari karena telah menghilangkan hak-hak warga dalam pembangunannya; pulihkan kembali segala kerusakan baik secara ekonomi, sosial dan psikologis yang timbul akibat adanya pembangunan rumah deret; serta berikan hak untuk pendaftaran dan sertifikasi atas tanah kepada warga RW 11 Tamansari.
Teks Oleh: Jilan Dwina.