Babad Buruk Peradaban Manusia

Gambar Ilustrasi: http://lppmkreativa.com


Oleh: Nuansa Zahra Imani

Sore hari di depan teras rumah ditemani secangkir teh hangat dan disuguhi beberapa lembar kabar pagi tadi–yang tidak sempat terbaca mengenai kemahsyuran suatu negeri. Kegiatan tersebut merupakan salah satu cara dalam kita mengetahui indahnya peradaban dunia. Sedangkan, saat ini hal tersebut hanya sebagian yang sangat kecil dari segala ativitas di dunia ini.

Melihat keadaan dunia pada masa sekarang, kita semua yang hidup di dunia ini, perlu mengetahui dan menyadari peradaban dunia yang terjadi. Sering kali terbayangkan saat ini adalah suatu peradaban yang mengerikan. Mengapa bisa disebut mengerikan? Bayangkan saja, pagi hari–ketika kita baru selesai sarapan, lalu kita membaca surat kabar yang baru saja diantarkan oleh pengantar surat yang berisikan berita hari ini, dan kita sering mendapatkan berita mengenai kejahatan yang terjadi kemarin atau malam harinya, seperti pembunuhan, pemerkosaan, perampasan, dan kejahatan lainnya.

Kemudian siangnya–waktu kita sedang menyantap makan siang, mata kita disuguhi oleh acara televisi yang berisikan pemberitaan seputar kejahatan lagi. Terkadang, acara tersebut disiarkan secara langsung, sehingga kita dapat menyaksikan keadaan atau tindakan para petugas dalam menangani aksi kriminal tersebut. Dan bahkan, sampai terjadi baku tembak. Sambil menyantap makan siang, kita pun menikmati sajian berita itu seperti kita menikmati sebuah film seru yang mendebarkan.

Kejahatan telah dikemas menjadi suatu acara yang menarik untuk dikonsumsi oleh publik. Dan para penjahat telah berubah menjadi semacam tokoh atau bintang film seru yang menegangkan itu. Bukankah ini sebuah peradaban yang mengerikan? Mari kita lihat dari sudut pandang psikologis. Dahulu, berita mengenai kejahatan tidak diekspos secara besar-besaran seperti sekarang. Dahulu, berita mengenai kejahatan dikemas dengan manis, nama para tersangka kejahatan disamarkan dengan inisial, sedangkan foto-foto mereka diburamkan atau ditutup bagian matanya. Dahulu, orang masih berpikir seribu kali untuk melakukan kejahatan, karena pandangan mengenai tindak kejahatan masih begitu mengerikan. Tetapi pada masa sekarang, zaman sudah berubah dan pandangan mengenai kejahatan pun ikut berubah. Sekarang, banyak orang yang sudah bisa memaklumi tindak kejahatan. Begitu wajarnya, sampai-sampai berita mengenai kejahatan begitu asyik disebarkan dan dikonsumsi oleh banyak kalangan. Apalagi berita mengenai tindak kejahatan pembunuhan.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Sebab sekarang, kajahatan sudah menjadi hal yang wajar, karena keburukan manusia terhadap manusia lainnya sudah bukan hal aneh atau haram lagi. Orang yang telah melakukan kejahatan pun santai-santai saja, walaupun mereka sudah diberitakan di berbagai media.  Dan kita pun sudah merasa biasa dengan hal-hal semacam itu. Jadi, membunuh orang itu wajar-wajar saja. Merampok, memperkosa, lalu melukai orang lain, itu hal yang biasa. Sekali lagi, bukankah ini fenomena yang mengerikan?

Bisa jadi, yang tertera di sini terkesan ekstrem. Tetapi, bukankah dalam skala besar ataupun kecil, peradaban kita saat ini sedang menuju, bahkan berada dalam kondisi semacam itu? Hari ini, orang sudah tidak bisa bersikap ramah lagi kepada orang lain yang tidak dikenalnya atau bahkan orang yang dikenalnya. Dengan kondisi seperti ini, orang lebih mudah curiga kepada siapa pun.

Keramahan, kebaikan, ketulusan hati seudah menjadi sesuatu yang amat mahal nilainya pada hari ini. Manusia sekarang memang seperti telah menjadi pemangsa bagi manusia lainnya. Mereka saling bunuh, paksa, rebut, renggut, dan menghancurkan. Sampai kapan perdaban mengerikan ini terus berlangsung?

Peradaban itu bukan keadaan, tetapi suatu gerakan. Hanya perdamaianlah yang mampu mengalahkan peradaban mengerikan itu. Kesadaran kita pun sebagai manusia yang bersaudara dengan manusia lainnya itu yang menghadirkan Tuhan dalam manusia menjalin sebuah hubungan dengan manusia lainnya. Peradaban yang sedang kita langsungkan ini membutuhkan kesadaran yang lebih jernih dari hati kita masing-masing untuk menyadari bahwa sudah saatnya menjernihkan kembali hati nurani kita agar kembali menjadi manusia seutuhnya, dengan hati yang tulus dan dengan jiwa yang lembut.

Boleh jadi, kita tidak dapat memaksa setiap orang melakukan itu, namun jika masing-masing dari kita memiliki kesadaran yang sama, dan mulai saling memperbaiki diri sendiri agar menuju lebih baik, tentunya bumi yang kita tinggali ini bisa lebih nyaman, aman, dan tentram untuk ditempati. Mari kita hadirkan kembali Tuhan dalam hidup kita, di bumi kita, dan dalam perdaban kita.



Editor: Ade Rosman.