Monumen Perjuangan

Suara dari kendaraan hilir mudik disampingku. Selangkah demi selangkah kakiku membawa diriku ke sebuah bangunan yang menurutku penuh dengan nilai sejarah. Bangunan ini berhadapan langsung dengan Gedung Sate yang merupakan kantor pemerintahan sekaligus ikon khas Kota Bandung. Garuda Pancasila menempel ditengah-tengah pusat Monumen Perjuangan yang berbentuk lengkung beberapa lapis, diapit bangunan simetris berbentuk menyerupai bambu runcing senjata tradisional yang dipakai saat perang melawan penjajah, ya bangunan ini bernama Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat. Penduduk Kota Bandung sudah tidak asing dengan nama itu.

Sore itu, suasana di Monumen Perjuangan cukup ramai. Wajar saja bila Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat ramai, untuk masuknya saja tidak dipungut biaya sepersen pun alias gratis. Orang-orang banyak yang menghabiskan waktu disana. Anak-anak bermain dengan teman sebayanya, tergambar keceriaan pada raut muka mereka. Para orang tua menunggu anaknya bermain sembari duduk di anak tangga dan berbincang satu sama lain. Pedang kaki lima mulai menyiapkan barang dagangnya berhubung hari sudah menjelang magrib.

Menurutku Monumen Perjuangan adalah bangunan yang mempunyai keistimewaan. Saat dari jauh sekilas bangunan ini hanyalah seperti monumen-monumen pada umumnya. Tapi, saat ku mendekat ternyata di Monumen Perjuangan hampir di sepanjang dindingnya terdapat keunikan yaitu relief yang menggambarkan betapa heroiknya perjuangan warga Bandung terdahulu mengusir para penjajah dari tanah sunda ini. Mataku seolah-olah terpaku saat melihat relief-relief ini. Salah satu relief yang menarik di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat memperlihatkan sekolah istri, sekolah perempuan pertama se-Hindia Belanda yang didirikan oleh Dewi Sartika pada tanggal 16 Januari 1904. Sedangkan relief yang lainnya adalah gambaran tentang semangatnya para penduduk untuk mempertahankan Kota Bandung seolah-olah membawaku ke jaman penjajahan dahulu. Selain relief, di dinding monumen terdapat semacam prasasti dalam bahasa sunda yang menceritakan tentang Jawa Barat.

Perjalananku tak berhenti disitu, masih banyak yang ingin ku ketahui dari Monumen Perjuangan ini. Setelah berjalan-jalan cukup lama, ternyata di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat terdapat ruangan bawah tanah yang masih bagian dari monumen utama. Di ruang bawah tanah tersebut terdapat diorama. Seharusnya ruangan tersebut dijadikan untuk Museum Rakyat Jawa Barat, hanya saja masih dalam tahap penyelesaian.

Salah satu diaroma memperlihatkan peristiwa Bandung Lautan Api yang terjadi pada tanggal 24 Maret 1996. Digambarkan dalam diaroma tersebut penduduk Bandung Selatan membakar bangunan disekitar rel kereta api, tujuannya agar pihak musuh tidak bisa menggunakan Bandung sebagai markas militer. Selain itu, ada juga diaroma yang memperlihatkan rakyat Indonesia yang dipaksa untuk membangun jalan raya di Sumedang hingga memakan korban jiwa. Ada pula diaroma yang tentang perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa menentang kolonial Belanda pada tahun 1658, yang geram akan adanya sistem VOC.

Nama Perjuangan dalam monumen ini rupanya terbawa hingga masa kini, tak jarang Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat dipakai oleh para aktivis untuk berdemonstrasi atau memperjuangkan hak-hak mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *