Bandung Solidarity for Palestine, Merespon Penindasan Israel

Masyarakat Kota Bandung menggelar aksi “Bandung Solidarity for Palestine” yang digelar di Taman Cikapayang Dago, Kota Bandung, Minggu (9/6). Rangkaian acara dimulai dengan orasi, kemudian dilanjut penampilan band lokal dan ditutup long march massa aksi dari Taman Cikapayang Dago. Aksi ini dihadiri berbagai macam elemen masyarakat mulai dari komunitas, organisasi masyarakat, hingga akademisi. (Foto: Dzikrie Tyasmadha/KMJurnalistik.com)

Oleh: Farhan Maulana

Aksi “Bandung Solidarity for Palestine” merupakan bentuk protes atas penyerangan yang dilakukan Israel terhadap warga sipil di kamp pengungsian Rafah, Palestina, yang menewaskan sedikitnya 28 korban jiwa. Aksi ini merupakan lanjutan dari aksi gelar tenda pada Jum’at (7/5) lalu di tempat yang sama, dan berlangsung hingga Minggu (9/6). Masyarakat terus menyuarakan aksi tersebut.

Gofar, salah satu inisiator aksi mengungkapkan aksi ini merupakan respon masyarakat terhadap penyerangan Israel di Rafah tak lama setelah Palestina menyetujui proposal gencatan senjata permanen yang diusulkan Qatar dan Mesir.

“Kemarahan itu muncul, dan teman-teman mencoba menginisiasikan beberapa aksi yang dimulai sehari setelah itu (penyerangan Israel di Rafah) yang berlangsung hingga empat hari,” kata Gofar ketika ditemui disela-sela aksi berlangsung.

Gofar juga menambahkan tujuan aksi ini adalah untuk menumbuhkan kepekaan terhadap krisis yang tak hanya terjadi di Palestina, namun juga di berbagai negara lain seperti krisis kemanusiaan di Kongo, Sudan, hingga konflik di Papua.

Arnold, salah satu masyarakat yang menghadiri aksi ini berharap aksi yang akan datang bisa menjangkau lebih banyak orang, pula dengan akses yang memudahkan kelompok sosial lainnya. “Harapannya semoga aksi-aksi (yang akan datang) bisa lebih mencakup banyak orang, ramah difabel, juga ramah anak-anak,” ucap Arnold.

Gofar turut menyampaikan harapannya di agenda aksi yang akan datang untuk mendorong masyarakat mengaktivasi ruang publik. “Seharusnya ada (aksi yang akan datang), karena capaiannya itu adalah bukan hanya memperpanjang kampanye Palestina, tapi (juga) perebutan ruang di sini, ruang publik yang seharusnya milik publik,” ungkapnya.

Aksi ini turut diramaikan lapakan dari berbagai komunitas Kota Bandung diantaranya Pasar Gratis, Perpustakaan Jalanan, Rise Above Media, Kolektif Basah Kuyup, Cukur Gratis, hingga komunitas graffiti Burn The Flowers. Selain lapakan, terdapat juga penampilan musik dari band lokal seperti Sucka, Leipzig, Sunbath, Aeonleta, dan Gloath.

Musik sebagai medium untuk bersolidaritas

Aksi “Bandung Solidarity for Palestine” yang diramaikan penampilan lima band lokal dari berbagai jenis musik, berhasil menarik ratusan orang untuk memenuhi Taman Cikapayang Dago hingga pukul lima sore. Jumlah tersebut menjadi bukti mumpuninya medium musik sebagai penyampai pesan pada suatu gerakan kemanusiaan.

Ketika ditanya alasannya mengapa medium musik menjadi pilihan utama untuk memobilisasi massa aksi, Gofar mengatakan musik selalu jadi daya tarik utama untuk mengumpulkan massa, terlebih pasca May Day 2019 lalu yang diwarnai represifitas aparat.

“Setelah May Day 2019, susah sekali mengumpulkan orang-orang untuk menggelar aksi karena ketakutan penangkapan (oleh aparat), makanya perlu pemantik lain supaya massa terkumpul, ternyata pemantik itu adalah band (musik),” ungkap Gofar pada Minggu (9/6).

Hal yang sama juga disuarakan Leipzig, salah satu band yang turut meramaikan aksi ini. Mereka mengatakan selalu mendukung acara yang memiliki konteks solidaritas serupa, dan sebagai grup musik, mereka berpendapat bahwa musik adalah cara paling mudah untuk menyampaikan pesan solidaritas.

“Kalau turun ke jalan secara langsung (untuk aksi) belum pernah, ya, cuma kalo datang ke acara seperti ini kami dari dulu selalu datang, acara yang konteksnya bersolidaritas, kemanusiaan, dan lain-lain,” ungkap salah satu personil Leipzig ketika diwawancari usai tampil.

“kebetulan karena kami musisi, mungkin dari musik dulu cara paling gampang, (musik) juga bahasa paling universal dan orang-orang pasti bakal lebih ngerti dengan media ini,” kata salah satu personil menambahkan.

Editor: Fikrazamy Ghifari