Luring Terbatas, Daring di Mana-mana, Khawatir Emosi Bablas
Pict Source: Boligan.com.
Oleh: Sherine Angelica.
New normal akibat wabah virus corona masih berlanjut hingga sekarang. Masyarakat masih membatasi diri mereka untuk melakukan aktivitas luring (offline). Dari mulai interaksi antar individu, bekerja, sekolah, hingga hobi dan kegiatan lainnya diubah dalam bentuk kegiatan secara daring (online). Hal ini mengakibatkan kegiatan yang dilakukan secara daring otomatis meningkat. Namun, beberapa individu terkadang mengubah pola hidup secara daring menjadi berlebihan sehingga beberapa hal buruk dapat terjadi.
Kegiatan secara daring memang sudah tidak asing dan sudah masuk dalam bagian kehidupan masyarakat masa kini. Dari mulai kegiatan pokok seperti pekerjaan dan pendidikan sudah banyak dilakukan secara daring. Namun seperti yang diketahui, akibat dari pandemi virus corona aktivitas secara daring meningkat. Penggunaan internet pun menjadi bagian kebutuhan pokok saat ini.
Dari data Indonesia Digital 2020 oleh We Are Social tercatat bahwa penggunaan internet di Indonesia tahun 2020 telah mencapai angka sebesar 8,1 persen, lebih besar jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 6,1 persen. Peningkatan aktivitas daring dengan bertambahnya penggunaan berbagai media sosial yang ada mengakibatkan perubahan pola hidup yang signifikan. Banyak individu yang menambah waktu mereka dalam aktivitas secara daring untuk melakukan hal-hal bersifat menghibur sebagai salah satu cara meluapkan emosi karena aktivitas luring yang terbatas.
Media sosial merupakan salah satu solusi dan merupakan media daring yang banyak digunakan di berbagai kalangan masyarakat. Usia tua hingga usia muda masa kini menggunakan media sosial sebagai salah satu kebutuhan, karena penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi dan berbagi. Cara pakai mudah dan memberikan daya tarik tinggi menjadikan media sosial bagian dari pola hidup masyarakat saat ini.
Interaksi sosial yang berubah menyebabkan perubahan terhadap cara kita berinteraksi dan bersosialisasi. Lewat media daring seperti media sosial, walau tidak dapat bertemu secara langsung, penggunanya dapat tetap terhibur. Seperti yang kita ketahui, media sosial memiliki magnet penarik yang membuat para penggunanya akan merasa nyaman, meski jika berlebihan dapat mengakibatkan kecanduan yang fatal.
Media sosial memiliki sisi paradoks, yaitu media sosial dapat memberikan manfaat positif sekaligus dampak negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan akibat pemakaian berlebihan oleh pengguna dapat memengaruhi kondisi psikologis dan emosi. Kecanduan bisa menjadi masalah di masa yang akan datang jika tidak ada batasan yang dibuat bagi penggunaan media daring.
Kecemasan dan depresi adalah salah satu bentuk masalah psikologis yang dapat muncul sebagai akibat dari penggunaan media daring secara berlebihan. Salah satu studi yang dipublikasikan dalam jurnal “Computers and Human Behaviour” menemukan bahwa orang-orang yang menggunakan tujuh atau lebih jenis media sosial dapat menderita tiga kali atau lebih gejala kecemasan dibanding mereka yang hanya menggunakan kurang dari tiga media sosial. Kecemasan tersebut dapat berupa ketakutan akan ketinggalan informasi dan tren terkini. Memegang ponsel sepanjang waktu dan tak mau lepas dari ponsel adalah salah satu akibat dari kecemasan tersebut.
Di saat seperti ini mungkin sudah menjadi hal yang wajar jika kita tidak ingin ketinggalan informasi, namun jika maksud dari ketinggalan informasi adalah informasi yang menyeluruh tentang segala hal, tanpa melihat waktu serta kondisi, maka yang mulai timbul justru kecemasan karena ketinggalan tren terkini. Hal ini berkaitan dengan interaksi sosial dalam penggunaan media daring, karena seseorang akan mendapatkan interaksi sosial secara otomatis apabila mereka terus mengikuti suatu hal yang baru.
Misalnya saja seseorang menuliskan opini-nya dalam kolom komentar sebuah forum media yang membahas suatu hal, orang tersebut akan terus mengecek dan melihat layar handphone guna melihat balasan atas opini yang telah ia buat. Hasilnya aktivitas daring pun meningkat, dan ketergantungan menjadi efek yang sangat mungkin terjadi. Ketergantungan dapat membuat pola hidup menjadi buruk, hal tersebut juga tentunya dapat memengaruhi faktor kesehatan, insomnia dan masalah pengelihatan hanyalah dua dari sekian akibat negatif pemakaian daring secara berlebihan.
Lalu depresi, sebagaimana dilansir dari alodokter.com, merupakan gangguan masalah suasana hati yang ditandai dengan perasaan sedih dan rasa tidak peduli. Salah satunya disebabkan oleh faktor psikologis karena tekanan beban psikis, tingkatan ini lah yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan kepercayaan diri untuk hidup. Badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) memprediksi bahwa depresi akan menjadi penyakit dengan angka kasus tertinggi kedua setelah penyakit jantung.
Depresi dapat disebabkan karena penggunaan media sosial, misalnya saja ketika seseorang terlalu terpengaruh akibat berbagai pendapat orang lain. Dilansir dari BBC News, berdasarkan dua penelitian yang melibatkan lebih dari 700 siswa, ditemukan fakta bahwa gejala depresi, seperti suasana hati yang rendah dan perasaan tidak berarti, terkait dengan kualitas interaksi online. Para peneliti menemukan gejala depresi yang lebih tinggi di antara mereka yang dilaporkan memiliki lebih banyak interaksi negatif. Sebuah studi serupa yang dilakukan pada 2016 melibatkan 1.700 orang menemukan risiko depresi dan kecemasan mencapai tiga kali lipat di antara orang-orang yang paling banyak menggunakan platform media sosial.
Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi yaitu seorang artis yang diduga bunuh diri akibat diserang netizen setelah memposting sebuah foto dirinya tanpa menggunakan masker di Instagram pribadinya. Komentar negatif serta hujatan yang diterima melalui media sosial telah memengaruhi kesehatan mental, hingga korban memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Hal ini pernah dituturkan oleh psikolog Ayoe Sutomo, bahwa penilaian atau komentar negatif terhadap seseorang adalah stimulus utama yang bisa mengganggu kesehatan psikologis orang, tak terkecuali komentar di media sosial.
Setelah kasus tersebut banyak pihak menyalahkan para netizen yang menghujat postingan foto sang artis, karena mereka yakin kejadian ini adalah akibat dari para netizen yang berkomentar buruk. Masyarakat memang memiliki sanksi sosial terhadap berbagai hal, sanksi sosial dari masyarakat pun lebih kejam dampaknya. Mungkin ini alasannya mengapa para netizen, yang leluasa berkomentar buruk, bersembunyi di balik akun palsu untuk menutupi identitasnya agar terlepas dari hukum masyarakat – tidak mau diserang balik. Hal ini juga dapat termasuk gangguan yang diakibatkan oleh media sosial, ketika seseorang tidak ingin ada komentar pedas untuk dirinya.
Terkadang ada beberapa netizen yang sengaja mengirimkan komentar jahat hanya agar diperhatikan oleh seseorang, misalnya oleh artis yang disukainya. Hal ini juga dapat dikatakan sebagai gangguan kepribadian yaitu attention seeker atau dalam bahasa lainnya adalah Histrionic Personality Disorder yang oleh American Psychiatric Association (APA) didefinisikan sebagai gangguan kepribadian yang ditandai dengan pola emosi berlebihan dalam mencari perhatian, termasuk perilaku seduktif yang tidak tepat dan kebutuhan berlebihan untuk penerimaan.
Bahkan hal ini bisa menjadi motif bisnis atau jika di dunia media sosial disebut buzzer ketika seseorang dibayar dalam melakukan tindakan melalui media sosial untuk memberikan dampak buruk terhadap orang lain. Namun perlu di ingat bahwa jejak digital akan tetap ada meskipun berusaha untuk dihilangkan, dan apabila identitas terungkap suatu hal yang buruk dapat dipertanggungjawabkan.
Angka kematian akibat bunuh diri banyak terjadi di kalangan anak muda masa kini. Dilansir dari Republika.co.id, Prof. R. Irawati Ismail, Sp.KJ(K), M.Epid. dari Divisi Psikiatri Anak dan Remaja Departemen Psikiatri FKUI RSCM mengatakan bahwa, bunuh diri adalah masalah kesehatan dalam masyarakat yang serius dan memengaruhi banyak anak serta remaja. Bunuh diri menjadi penyebab kematian ketiga di dunia pada remaja antara usia 10 dan 24 tahun. Dan mengakibatkan sekitar 4.600 jiwa yang hilang setiap tahun.
Salah satu penyebabnya adalah cyber bullying. Korban bully dan seseorang yang tidak sadar kata-katanya, yang dilontarkan dengan mengetik keyboard di smartphone, adalah hal yang dapat menyakiti orang lain, bisa jadi merupakan seseorang yang sudah kecanduan dengan aktivitas secara daring.
Kenapa bisa saya katakan seperti itu? Memang tidak semua yang memiliki kecanduan akan menjadi korban ataupun tersangka tidak langsung akibat bunuh diri seseorang, namun kecanduan aktivitas daring dapat menjadi jembatan kejadian yang tidak diinginkan dan parahnya terkadang hal ini tidak disadari oleh sebagian orang.
Salah satu penyebabnya adalah ketidakmampuan seseorang dalam mengontrol emosi. Baik itu kecemasan atau depresi adalah akibat emosi dalam diri yang tidak dapat terkontrol. Emosi yang tidak terkontrol dalam media daring salah satunya adalah kecanduan yang fatal. Hal ini disebabkan karena keinginan dari seseorang meluapkan emosi dan tempat terbaik saat ini adalah media daring yang lebih memberikan ruang kebebasan dalam melontarkan emosi.
Memang media daring lebih memberikan ruang kebebasan dalam melontarkan emosi. Tapi perlu di ingat bahwa media daring juga memiliki hukuman tersendiri bagi pengunanya jika terjadi suatu hal yang dapat merugikan banyak orang. Hukuman yang diterima oleh seseorang dalam dunia daring pun bermaca-macam. Ada yang secara tertulis seperti melanggar undang-undang negara, ada juga yang menerima sanksi sosial berupa kritik dari masyarakat.
Emosi yang berlebihan secara tidak sadar akan memiliki dampak fatal terhadap kehidupan seseorang. Dampak fatal ini terkadang baru disadari ketika menjadi besar dan sudah berdampat sangat buruk. Maka dari itu sangat penting bagi kita untuk tetap mengontrol emosi, baik itu emosi yang dikeluarkan secara nyata maupun emosi yang terlihat di dunia daring semata.
Memang saat ini kegiatan daring sangat dibutuhkan, namun coba lah berusaha untuk membuat batasan kegiatan daring yang tidak begitu penting dan bahkan bisa menimbulkan dampak buruk bagi diri sendiri. Karena suatu hal yang berlebihan tidak baik untuk kedepannya, bahkan akan menjadi masalah dan hambatan dalam kehidupan kita dalam proses pengembangan diri.
Editor: Jufadli Rachmad.