Tak Kunjung Digubris, Buruh Kembali Tuntut Pencabutan Diktum Ke-7 dalam Surat Keputusan UMK

“Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jawa Barat, Roy Jinto, berorasi di depan massa aksi yang hadir pada Senin (23/12), di depan Gedung DPRD Jawa Barat. Aksi yang dihadiri oleh beberapa perwakilan serikat buruh se-Jawa Barat ini bertujuan untuk kembali menuntut dicabutnya Diktum no.7 dalam Surat Keputusan UMK tahun 2020.” Foto: Jufadli R.

Bandung – Perwakilan buruh yang terdiri dari berbagai serikat se-Jawa Barat memenuhi Jalan Dipenogoro, tepatnya di depan gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Bandung, pada Senin (23/12). Massa melanjutkan tuntutannya terkait pencabutan diktum ke-7 huruf D dalam Surat Keputusan (SK) UMK 2020 yang dinilai merugikan buruh.

Aksi ini merupakan lanjutan dari aksi yang sebelumnya digelar pada 2 Desember lalu. Roy Jinto selaku koordinator aksi menjelaskan, bahwa pada aksi sebelumnya tuntutan yang mereka lontarkan kepada Wakil Gubernur Jawa Barat tidak membuahkan hasil, sehingga hari ini aliansi buruh serikat buruh kembali bersama-sama mendatangi gedung DPRD Jawa Barat dan mendesak DPRD selaku wakil rakyat agar meyakinkan Gubernur Jawa Barat untuk mencabut diktum tersebut.

Roy mengatakan, jika tuntutan kali ini tidak juga digubris oleh Gubernur Jawa Barat, maka buruh akan kembali mengadakan aksi. Ia juga berharap agar Gubernur tidak menetapkan peraturan yang menyimpang dan berbeda dari provinsi lainnya.

“Harapannya ya gubernur melaksanakan ketentuan perundang-undangan yang berlaku saja tidak membuat aturan-aturan yang nyeleneh, ya huruf D itu kan gak ada aturan hukumnya, kan itu membuat aturan sendiri kan gitu, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, maupun (dengan) provinsi yang lain.” Ucapnya ketika ditemui saat aksi di depan Gedung DPRD Jawa  Barat.

Komentar lain juga turut dilontarkan oleh Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Pekerja Nasional (SPN), Kabupaten Bandung Barat. Ia menyampaikan bahwa Diktum no.7 yang tak kunjung dicabut ini akan sangat merugikan pekerja, karena dengan tidak dicabutnya diktum ini menurutnya perusahaan memiliki celah untuk dapat menolak naiknya UMK.



Teks oleh: Jufadli Rachmad.