Plagiarisme di Kalangan Pelajar Mencoreng Dunia Pendidikan

Gambar Ilustrasi: Marina Y.

Oleh: Marina Yuliani.


Plagiarisme, atau yang biasa dikenal sebagai istilah ‘plagiat’ adalah suatu kegiatan menjiplak atau mengambil ide, karya, pendapat dan hal lainnya milik orang lain tanpa permohonan izin terlebih dahulu, namun seolah-olah hal tersebut diakui milik sendiri. Sedangkan menurut peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor 17 tahun 2010 dikatakan; “Plagiat adalah perbuatan sengaja atau tidak disengaja dalam memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai.”.

Pelaku plagiat disebut plagiator, jika pemilik karya atau ide mengajukan kasus plagiarism ke ranah hukum, plagiator bisa ditindaklanjuti dengan tindak pidana yang berhubungan dengan plagiarisme dan atau tentang hak cipta.

Di era digital seperti sekarang ini, informasi dan pengetahuan dapat dengan mudah diakses kapanpun, di manapun dan dalam keadaan bagaimanapun. Sayangnya, sebagian orang di kalangan terpelajar terkadang kurang hati-hati dalam mengolah dan memilih sumber informasi. Seakan terhipnotis, tanpa bisa membedakan benar atau tidak, serta kredibelitas suatu isu; masyarakat awam dengan mudah tergiring oleh informasi yang beredar. Ini merupakan salah satu efek negatif media yang bisa berakibat fatal.

Sama halnya dengan kasus plagiarisme yang saat ini sudah menjadi akut di kalangan mahasiswa. Beberapa contoh kasus seperti tugas mahasiswa yang dengan instan mengambil seluruh konten dari internet dan tanpa mencantumkan sumbernya kerap ditemui di beberapa perguruan tinggi dewasa ini. Bahkan ada beberapa oknum akademisi dan dosen di salah satu Universitas sering melakukan penjiplakan terhadap suatu karya yang akhirnya bisa menjerumus ke pemalsuan suatu karya.

Kurangnya kesadaran mengenai etika yang masih sering diabaikan membuat hal seperti itu menjadi kebiasaan yang dianggap lumrah. Bahkan bukanlah suatu kasus yang baru jika ditemui oknum dan akademisi yang berani memalsukan atau jual beli ijazah.

Kasus-kasus plagiarisme seperti itu lambat laun telah mencoreng dunia pendidikan di Indonesia. Karena seharusnya dalam penelitian ilmiah proses-proses untuk mengetahui prosedur yang akan didapat harus benar-benar diteliti. Hasil research Dewan Pengawas Indonesia Scholarship and Research Support menyatakan bahwa tidak kurang dari seperempat karya ilmiah di Indonesia terindikasi plagiarisme.

Kejujuran merupakan hal yang utama untuk mewujudkan citra pendidikan yang baik. Tapi, dalam pendidikan sekarang orang acuh tak acuh tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu apa dampak yang akan terjadi. Tidak adanya tindaklanjut baik dari pihak yang berwenang, hingga pemerintah sekalipun menjadi benang merah dari membengkaknya kasus plagiarism ini. Maka tidaklah heran banyak sarjana yang lolos dari plagiarisme karena kurangnya pengawasan dan pengujian yang lebih mendalam.

Penyakit akut ini belum bisa terselesaikan dengan damai, tingginya rasa egois dari setiap individu membuat moral bangsa semakin hancur jika terus menerus dibiarkan. Cerminan untuk kita selaku pelajar harus membiasakan percaya diri, jujur, mencintai karya sendiri agar terhindar dari kasus plagiarisme.

Jika menggunakan karya orang lain harus mencantumkan sumbernya agar mengurangi kesalahpahaman. Akademisi, dosen, pemerintah juga harus mampu mengawasi pelajar atau mahasiswa dan memberikan contoh yang positif dengan tidak melakukan plagiasi.


Editor: Rizky Mardiyansyah.