Dari Redaksi, Mirror… Mirror on The Wall.
Ketika kita mendengar istilah ‘pers’ yang tentunya tidak asing lagi di telinga, apa yang terbersit di kepala kita selanjutnya? Berita? Media besar? Atau mungkin, isu kebebasannya yang hingga saat ini masih dipertanyakan? Banyak orang berasumsi pers adalah kegiatan yang identik dengan seorang wartawan. Ya anggapan itu tidaklah salah, karena pelaku utama di dunia pers memanglah para wartawan.
Namun bila kita berbicara lebih dalam mengenai pers, asumsi di atas merupakan sebuah kesalah-kaprahan umum di kalangan masyarakat awam. Kini pers disebut-sebut sebagai kegiatan pewartaan yang pada kenyataannya, pers bukanlah suatu kegiataan, melainkan ‘pelaksana’ dan suatu wadah yang melakukan kegiatan jurnalistik. Pers mempunyai dua sisi kedudukan, pertama ia merupakan medium komunikasi yang tertua di dunia, dan kedua, pers adalah suatu institusi sosial yang menjadi bagian integral dari masyarakat.
Pada awalnya di tahun 1920, istilah ini hanyalah merujuk pada satu jenis media massa, yaitu media cetak, karena secara etimologi kata yang berasal dari bahasa latin ini, yaitu perssare berarti ‘tekan’ atau ‘cetak’. Tetapi, seiring perkembangan teknologi yang memberikan ruang lebih untuk aktifitas jurnalistik, istilah pers mulai digunakan pula untuk menyebut lembaga media massa yang mempublikasikan sebuah berita melalui format video, digital, ataupun suara.
Mengutip pada UU Pers no 40 tahun 1999; “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan meyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia”
Apa yang ingin kami sampaikan dari penjelasan tentang ‘pers’ di atas adalah, sudah sepatutnya kita pahami sebuah istilah sebelum menggembar-gemborkannya tanpa benar-benar sadar akan substansi yang terkandung di dalamnya. Karena, bagaimana bisa kita menyajikan berita-berita yang faktual tanpa memahami makna dari istilah ‘pers’ itu sendiri. Tidak heran bila di hari ini, tidak sedikit media yang kurang bertanggung jawab, melakukan penyelewengan makna terhadap suatu istilah. Pemelintiran sebuah makna jelas merupakan kesalahan fatal yang mungkin telah kita lakukan tanpa sengaja selama berdekade-dekade. Hal ini bukan saja menyebabkan kesalahan fakta, namun juga akan berpengaruh pada pola pikir yang keliru.
Hari Pers Nasional yang jatuh setiap tanggal 9 Februari ini tak sekadar menjadi sebuah peringatan, melainkan momen bercermin bagi setiap insan pers yang terlibat di dalamnya. Tidak hanya kekeliruan suatu kata yang sering terjadi di dalam sebuah berita, pelanggaran kode etik jurnalistik pun kerap memenuhi track record sejarah pers. Jika diinvestigasikan, mungkin dosa-dosa di kancah pers ini tak akan cukup untuk memenuhi satu halaman berita. Untuk itulah, kami sebagai salah satu aktor di dalam dunia pers mengucap maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia, bila sepanjang perjalanan pers nasional, peran yang kami mainkan belumlah memenuhi tugas kami secara ideal.
Berikut, kami sajikan beberapa karya tulis teman-teman mahasiswa jurnalistik, dalam rangka perayaan Hari Pers Nasional ;
Best Regards
Redaksi KMJurnalistik.com