Selamat Hari Pers Nasional, Para Jurnalis Indonesia!

 

(doc. google)

Dunia jurnalistik sejatinya memang tidak bisa dibungkam dan dihentikan, bahkan akan terus berkembang  karena media massa, laksana lampu penerang kehidupan. Tanpa media massa seperti radio, koran, televisi, dan internet, masyarakat mungkin menjadi buta terhadap perkembangan peristiwa di sekelilingnya dan juga perubahan dunia. Dalam perkembangan selanjutnya pers dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.  Pers kini berkembang pesat menjadi industri yang membutuhkan modal besar, namun juga menghasilkan keuntungan yang dapat dinikmati oleh banyak pihak.

Oleh sebab itu, lahirlah profesi wartawan yang memang cukup unik dan berbeda dengan profesi-profesi pada umumnya. Ada sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa wartawan bekerja 26 jam. Ungkapan ini muncul akibat pekerjaan yang dihadapi para wartawan. Seakan-akan tidak ada siang dan malam dalam bekerja, mereka memburu dan menyajikan berita setiap harinya.  Tetapi pada dasarnya profesi ini sama dengan profesi-profesi lainnya. Diperlukan keahlian khusus yang didasari  ilmu pengetahuan dan keterampilan.

Profesi wartawan di masa sekarang berkembang sangat pesat. Secara kualitas, mayoritas para wartawan adalah sarjana atau mereka yang pernah mengikuti pendidikan tinggi. Secara kuantitas,  tak sedikit pula orang-orang memilih profesi wartawan. Sungguh banyak peristiwa yang menuntut wartawan untuk selalu memiliki hidung tajam. Dari setiap kejadian, wartawan dituntut agar mampu mengendus sisi lain dan menemukan sebuah aspek tertentu yang lalu akan diolah menjadi berita. Profesi wartawan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah.  Penghargaan bagi wartawan pun dibuat untuk mengapresiasi hasil karya yang telah digoreskannya.

Pulitzer yang dimiliki Amerika Serikat adalah penghargaan paling bergengsi bagi para jurnalis di sana. Sementara di Filipina, ada Penghargaan Ramon Magsaysay. Sederet tokoh-tokoh jurnalistik  seperti Mochtar Lubis pada tahun 1958, H. Koesna Poeradiredja di tahun 1961, Benjamin Gulstaun di tahun 1977, Soedjatmoko di tahun 1978, dan yang terakhir Pramoedya Ananta Toer pada tahun 1995, telah menerima penghargaan tersebut yang diberikan langsung oleh Presiden Filipina.

Di Indonesia penghargaan yang paling prestisius adalah Penghargaan Adinegoro. Penghargaan ini diadakan setiap tahun untuk kategori karya jurnalistik, baik itu tulis, foto, dan karikatur yang diberikan oleh  Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) . Dengan keberadaan Adinegoro, wartawan-wartawan Indonesia akan termotivasi membuat karya-karya terbaiknya. Selain Adinegoro, banyak perintis jurnalistik di negeri ini yang bisa kita ikuti jejaknya. Mereka adalah Tirto Adhi Soerjo, Rasuna Said, Wage Rudolf Soepratman, dan SK. Trimurti.

Menjalani sebuah profesi adalah sebuah pilihan yang diambil sebagai salah satu langkah dalam mencapai tujuan hidup manusia, dengan demikian menjadi seorang wartawan merupakan pilihan yang harus bisa dipertanggung-jawabkan.  Karena bukanlah hal yang mudah untuk menjadi wartawan yang harus memegang erat sebuah nilai kebenaran.

Teks oleh: Adi Gustiawan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *