Panggil saja, Tom si kucing

(Teks Oleh: Raden Muhammad Wisnu, Jurnalistik 2012)

“Meong? Meong? Meong?”, sahut Tom si kucing

Tom, seekor kucing lokal datang ke teras rumahku sambil menangis

Inilah keluh kesah Tom si Kucing padaku

 

Manusia, dengan pembangunan kota yang pesat sudah melupakan esensi kehidupan

Gedung-gedung bertingkat, kendaraan yang semakin serta kesibukan para anak Adam

Tidak ada lagi ruang terbuka, polusi dimana-mana dan sikap apatis para anak Adam

 

Kami para kucing menjadi terusir, bahkan terzalimi

Ada idiom yg cukup lucu di masyarakat : “Jika ada kucing berisik karena berkelahi atau birahi mencari pasangan di tengah malam maka manusia akan mengusirnya karena mengganggu, dan dengan segala cara”

Padahal hanya berlangsung beberapa menit saja

Padahal dapat diusir secara baik-baik tanpa harus menggunakan kekerasan

 

Namun, Apakah kucing pernah mengeluh?

Berisiknya konser, berisiknya klakson saat kemacetan berlangsung?

Betapa berisiknya kota metropolitan ini oleh manusia-manusia serakah, namun mereka dengan tenang hidup tanpa mengeluhkannya pada manusia

Hingga akhirnya Tom si kucing yang mengeluhkan keresahannya padaku

Berapa banyak manusia yg peduli pada kucing seperti dirimu, wahai manusia?

Apakah manusia sebagai khalifah di muka bumi ini sudah kehilangan hati nuraninya?

Moralitas suatu bangsa, bahkan moralitas individu pun bisa dilihat dari caranya memperlakukan hewan-hewan, begitulah ujar Gandhi!

 

Kami tidak meminta apa-apa, kami hanya meminta sedikit sisa makanan kalian

Kami tidak meminta apa-apa, kami hanya meminta sedikit tempat entah di bawah mobil, di teras rumah, atau di semak belukar untuk sekedar tidur, berlindung dari panas dan hujan

Kami tidak meminta apa-apa, kami hanya meminta jika kalian tidak suka kami, jangan tendang kami, menyirami kami dengan air panas, atau melempari kami dengan batu

 

Sebagai gantinya, kami doakan agar engkau wahai manusia dapat balasan rezeki yang berlimpah atas sisa makanan yang kalian berikan

Sebagai gantinya, kami doakan agar engkau mendapat tempat di surga atas segala kelapangan yang kau berikan pada kami

Sebagai gantinya, kami doakan agar engkau selamat sentosa hingga akhir hayatmu kelak

 

Kami hanya ingin kalian tidak mengganggu hidup kami

Kami hanya ingin kalian tidak membedakan kami

Antara “kucing kampung” dan “kucing ras”

Kalianpun tidak enak dibedakan antara kulit putih dan kulit hitam,

“si Muslim” dan “si Nasrani”,

“si Sunda” dan “si Papua”,

bukankah begitu, wahai manusia?

Perlakukan kami dengan sama

 

Kami hanya ingin hidup dengan tenang

Anak-anak kami dapat tumbuh dan hidup dengan rasa aman di tengah-tengah manusia

Karena anak-anak kami kelak akan banyak merepotkan kalian, Aku mohon maaf pada kalian

 

Sayangnya, itulah kata-kata terakhir Tom padaku

Kakinya patah terlindas motor siang tadi

Kulitnya melepuh disiram air panas oleh penjaga warteg seminggu yang lalu

Tubuhnya memar karena dilempari batu oleh anak-anak tidak betanggung jawab

Kepalanya terluka ditendang oleh sepatu boots oleh salah satu pejalan kaki

Namun, sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, dia membawa anak-anaknya yang dia bawa satu persatu, yang akan kupelihara dan kubesarkan

 

Semoga kau tenang di sana, Tom si kucing!

Semoga, suatu saat kehidupan kucing dan manusia dapat lebih baik di masa depan

Semoga manusia yang menganiayamu mendapat balasan yang setimpal

Dan semoga, tidak ada lagi kucing yang bernasib seperti dirimu, Tom si Kucing!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *