Malam Solidaritas; Pemantik Rakyat Untuk Turut Serta Bersolidaritas

“Suasana acara malam solidaritas yang digelar oleh Aliansi Rakyat Anti Penggusuran (ARAP) di Jl.Tamansari Rw.11 No.24, pada Minggu (25/11). Acara tersebut berisikan live music, Screening film ‘Love and Revolution’, pembacaan puisi dan orasi guna untuk mengabarkan titik-titik konflik di negeri ini.” Foto: Haris W.

 

Aliansi Rakyat Anti Penggusuran (ARAP) menggelar sebuah acara yang diadakan di Jl. Tamansari RW. 11 No. 24 pada Minggu (25/11). Acara yang bertemakan malam solidaritas tersebut berisikan live music, screening film ‘love and revolution’, pembacaan orasi dan juga puisi.

Eheng selaku salah seorang pentolan Aliansi Rakyat Anti Penggusuran mengatakan “belakangan ini di beberapa titik, seperti Sukoharjo, Maluku, terjadi represifitas, kriminalisasi terhadap kawan–kawan pejuang, baik itu solidaritas maupun warga yang terdampak dari pembangunan ataupun pengambil-alihan lahan”.

Selain itu Eheng berharap dengan diadakannya acara ini, masyarakat Bandung ataupun yang berada di sekitar titik konflik menjadi lebih peka terhadap lingkungannya.

“Soalnya gini, hubungan manusia itu hubungan yang paling penting untuk peradaban, karena yang bisa dilakukan oleh manusia sekarang ini adalah solidaritas, nah makanya saya sangat berharap dari event ini jadi momen pemantik teman–teman untuk bergabung dengan barisan solidaritas untuk kembali lagi di barisan yang sama mempertahankan ruang – ruang hidup buat warga yang dirampas oleh pemerintah maupun korporasi”, tambahnya.

Fathur Rahman (26) selaku pengunjung menyatakan bahwa acara ini secara keseluruhan bagus, ”kita jadi tau akar masalah seperti apa, dan kita tau mungkin solusinya harus seperti apa”. Ia juga berharap kedepannya lebih banyak acara serupa karena spirit-spirit seperti ini bisa muncul dimana saja dimanapun suatu masalah itu berada.

Kondisi Tamansari saat ini

Sampai sekarang, masih terdapat 17 bangunan, 33 Kartu Keluarga dan 93 Jiwa yang masih bertahan meski Pemkot sudah melayangkan SP-3 dan beberapa kali mengancam akan menggusur paksa tanah dan bangunan mereka.

“Saat ini ekspansi baik di kota maupun di desa sedang besar besarnya, kalau di Tamansari sendiri kan sebenarnya Pemerintah Kota (Pemkot) seakan-akan menginventarisir aset-aset “miliknya” walaupun sampai saat ini mereka ga bisa ngebuktiin ini tanah pemkot. Malahan kita pernah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) beberapa kali, terakhir BPN bikin pernyataan bahwa tanah di taman sari itu tanah negara bebas yang berarti tidak ada pemiliknya”, tutur Eheng.

 

Teks oleh: Haris Wahyudi.