Film Asimetris: Sawit dan Sisi Kemanusiaan yang Timpang
Pertama kali saya menonton film dokumenter Asimetris adalah pada acara Moferen yang diadakan di Universitas Islam Bandung bersama teman-teman jurnalistik. Pada awalnya sama sekali tidak terpikir sedikit-pun bahwa kemudian saya akan lebih sering menonton filmnya pada kanal Youtube Watchdoc, semuanya karena seminar yang menuntut saya untuk lebih mendalami film tersebut bahkan memberikan kesempatan pada saya untuk berbincang langsung dengan pihak pembuatnya. Tak menyangka, setiap detail yang saya perhatikan membawa saya untuk menulis semua ini.
“Sawit adalah penjajahan gaya baru, dengan masyarakat yang terus dibohongi dengan sistem yang tidak membuat mereka kaya, sementara industri sawit semakin kaya” – Indra Jati Atmaja, Produser Film Asimetris.
Pernyataan tersebut adalah rangkuman mengenai kondisi saat ini yang dikemas dalam film dokumenter Asimetris berdurasi 68 menit, menyuguhkan narasi mengenai sepak terjang industri kelapa sawit dan laju kerusakan alam yang sama pesatnya. Film ini menggunakan penyajian yang populer dan analisis data yang kuat sehingga jika menontonnya tidak akan membuat bosan. Malah, menurut saya, Watchdoc melalui film dokumenter Asimetris berhasil membuka mata, juga memprovokasi pemikiran dan hati para penontonnya.
Watchdoc sendiri adalah rumah produksi yang berfokus pada film-film yang bertema sosio-ekologis dengan permasalahan-permasalahan yang muncul di berbagai penjuru negeri ini.
“Kami memilih kelapa sawit karena isu itu sangat seksi, juga merupakan isu yang sensitif di kedua belah pihak yaitu masyarakat dan pihak industri. Sementara media belum ada yang membuat karya jurnalistik secara lepas tuntas baik tulisan maupun video,” ujar Indra Jati Atmaja.
Asimetris, yang berarti ketidakseimbangan, dalam filmnya membahas ketimpangan, dan ketidakadilan yang ada dalam industri kelapa sawit. Bahkan film ini beberapa kali menampilkan langsung paparan warga yang terjerat maupun terdampak oleh industri, bagi saya, tetap berhasil mengaduk emosi.
Masyarakat yang pada awalnya mencari makanan hanya tinggal berburu di ladang, kali ini harus melakukan hitungan ekonomi; segala harus dibeli karena hutan mereka habis akibat industri kelapa sawit: asimetris.
Pada salah satu scene yang ditampilkan, terdapat pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebutkan bahwa, “jika perusahaan bisa memproduksi 8 ton per hektar, petani juga harus bisa menghasilkan 8 ton per hektar.”
Bagi saya yang menjadi orang awam dalam dunia industri dan hanya melihatnya melalui sisi luar dan film dokumenter Asimetris, sedikit syok mendengar pernyataan tersebut. Menyuruh petani untuk berproduksi dengan perusahaan tentu seperti memaksa pembalap sepeda yang berlomba dengan pembalap motor; asimetris.
Menurut Indra Jati Atmaja, pembukaan dan pembakaran lahan dengan membakar secara luas yang dilakukan perusahaan kelapa sawit menciptakan kabut asap yang sangat merugikan masyarakat Kalimantan. Dari situlah kemudian lapis demi lapis watchdoc mengupas kasus industri kelapa sawit dengan menggunakan jurnalisme advokasi sehingga jadilah film dokumenter Asimetris.
Jika kita sendiri diam saja mengenai ketidakseimbangan ini, mungkin sisi kemanusiaan kita juga sudah timpang dan patut dipertanyakan lagi.
Teks oleh: Farida Alqodariah.