Kanjuruhan Belum Menemui Keadilan: Masyarakat Unisba Menggelar Aksi Demi Mengenang Korban
“Doa bersama sebagai salah satu rangkaian gelaran aksi ‘Justice for Kanjuruhan’ yang dilakukan oleh Masyarakat Universitas Islam Bandung (Unisba) di Tangga Batu Unisba, Selasa (4/10).” Foto: Fauzan Annabil/KMJurnalistik.com
Penulis: Fauzan Annabil
Sepak bola merupakan salah satu olahraga yang paling banyak diminati di Indonesia atau bahkan di seluruh dunia. Sepak bola memiliki hukumnya sendiri yang didirikan di era Football Assosiciation (FA) dan dikembangkan oleh Federation Internationale de Football Association (FIFA) melalui International Football Association Board (IFAB) dan disebarkan keseluruh anggota FIFA yang berada hampir di seluruh dunia.
Sepak bola di tanah air merupakan olahraga dengan kompetisi yang sangat banyak digemari dan memiliki nilai pasar yang tinggi baik di kalangan remaja maupun orang tua. Fanatisme para penggemar sepakbola di Indonesia pun sangat besar dalam mendukung tim kesayangannya seperti diantaranya tim yang memiliki animo supporter yang patut diacungi jempol ialah Persib, Persija, Arema dan lain lain.
Sepak bola di tanah air banyak diminati tetapi mirisnya tidak luput dari kejanggalan-kejanggalan atau ketidakadilan, seperti wasit yang sering meniup peluit-peluit yang tidak seharusnya ditiup ataupun seharusnya ditiup. Kejadian wasit ini pun memberikan dampak besar terhadap sebuah pertandingan. Akan tetapi kejadian ini jarang diamati oleh pengamat bola, mereka hanya memikirkan kualitas para pemain dan jalannya pertandingan.
Selain kejanggalan dikalangan wasit, adapun tragedi terbesar kemarin yang sangat hangat dalam sebuah pertandingan Arema melawan Persebaya di Kanjuruhan yang meninggalkan korban dengan simpangsiur korban yang jatuh, tetapi dapat dipastikan sebanyak 131 korban jiwa dan 300 orang terluka. Hal itu pun menjadi salah satu tragedi terbesar di dunia. Tragedi ini membuat banyak pihak besar bertanya-tanya mengenai tragedi yang terjadi mulai dari FIFA, AFC dan banyak pemain bintang sepak bola.
Ada berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya tragedi ini. Mulai dari panitia penyelenggara yang sudah diminta agar kick-off dimulai pada pukul 15.30 demi menghindari kericuhan antar supporter karena rivalitas yang tinggi antara Arema dan Persebaya, tetapi pihak panitia penyelenggara menolak dan tetap memulai kick-off pada pukul 20.00. Kapasitas penonton stadion pun menjadi salah satu faktornya. Seharusnya kapasitas penonton hanya berjumlah 25.000 tiket tetapi panitia penyelenggara menjual sebanyak 45.000 tiket yang membuat over capacity. Faktor lainnya, ada beberapa suporter yang turun kelapangan dan memantik suporter lain untuk turun ke lapangan juga.
Kesalahan dari aparat yaitu dengan menembakkan gas air mata ke lapangan dan mengarah ke tribun penonton sehingga menimbulkan 131 korban jiwa dari gas air mata tersebut yang dimana hal itu sangat memprihatinkan karena banyak anak kecil, perempuan dan orang tua yang terkena dampaknya. Data korban dalam tragedi ini pun masih belum dapat di pastikan karena masih ada korban yang mendapat penanganan di rumah sakit. Mengapa gas air mata harus ditembakkan ke ribun penonton, ketika yang merusuh itu suporter yang notabene berada didalam lapangan?
Bahkan ada sebuah cuplikan video di laman Vice, seorang suporter dari klub dengan julukan ‘Singo Edan’ bernama Yohanes yang memohon kepada polisi agar tidak menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton karena banyak anak kecil dan ibu-ibu. Tetapi permohonannya tersebut di tolak oleh polisi bahkan di bentak hingga didorong keluar dari lapangan karena dianggap merusuhkan keadaan. Ini pun menjadi miris untuk dilihat karena sikap aparat yang tidak mengayomi masyarakat.
Larangan penggunaan gas air mata pun juga sebenarnya dilarang di FIFA yang dituangkan pada pasal 19 B yang berbunyi, “no firearms or ‘crowd control gas’shall be carried or used”, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum indonesia dan LBH seluruh Indonesia menyatakan, aparat juga melakukan kekerasan terhadap suporter yang memasuki lapangan. Selain ditembaki gas air mata yang menyerang pernapasan penonton, mereka juga ditendang hingga dipukuli.
Duka dari berbagai daerah di Indonesia juga banyak negara pun terus mengalir atas kejadian di tanah air Indonesia ini. Salah satunya di Bandung pada hari Minggu 3 Oktober 2022 di taman Cikapayang diselenggarakan “Aksi Lilin”. Belasungkawan berdatangan, merangkul untuk berdoa dan mengheningkan cipta bagi para korban. Hal serupa juga dilakukan oleh masyarakat Universitas Islam Bandung (Unisba) pada hari Selasa 4 Oktober 2022 di tangga batu Unisba.
Dengan menggunakan pita hitam di lengan, acara ini di isi dengan pembacaan puisi dari masyarakat Unisba teruntuk suporter Singo Edan yang membutuhkan keadilan. Chants pun dialunkan untuk mendukung suasana saat
lilin dinyalakan yang menjadi simbol duka cita bagi korban. Kekecewaan dan rasa sedih diluapkan dalam orasi yang saling bergantian. Ini pun merupakan sindiran keras kepada panitia penyelenggara sepak bola agar tidak terjadi lagi hal-hal yang tidak diinginkan seperi ini.
“Tidak ada kejadian yang lebih berharga dari nyawa manusia”, kalimat tersebut sangat cocok dilayangkan dalam insiden ini. Orasi-orasi yang diadakan di tangga batu Unisba ini pun adalah sebuah bentuk duka cita dan ekspresi diri dari tragedi Kanjuruhan tersebut. “Ini adalah aksi solidaritas terhadap saudara-saudara dan bentuk belasungkawa kepada korban di Malang. Hal ini juga memantik mahasiswa lain terkait isu-isu di Indonesia terutama sepak bola ini”, ujar Febri sebagai salah satu perwakilan penyelenggara pada gelaran Justice For Kanjuruhan di Unisba saat diwawancarai oleh KMJurnalistik.com Selasa (4/10).
Pertandingan Arema vs Persebaya tersebut menjadi salah satu duka dan sejarah terburuk dalam dunia sepak bola. Pertandingan yang seharusnya menjadi pemersatu dari para suporter untuk membela tim kesayangannya malah menjadi kisah duka yang mendalam bagi para suporter dan masyarakat Indonesia, terutama bagi keluarga korban yang ditinggalkan. Dengan tragedi Kanjuruhan kemarin banyak orang tua yang tidak menyukai sepak bola lagi karena kejadian tersebut menimpa keluarga, kerabat dan mereka takut hal seperti ini akan terulang lagi.
Untuk mencegah terjadinya hal tersebut kita harus saling menghormati dan menaati peraturan yang ada baik dari para suporter, aparat dan panitia penyelenggara jalannya sebuah pertandingan sepakbola. Harapan-harapan yang bermunculan dan doa-doa yang berjatuhan berharap agar keluarga yang ditinggalkan tetap kuat dan berharap liga Indonesia dapat membenahi kesalahan dengan terjadinya tragedi kanjuruhan. Semoga dapat lebih baik lagi kedepannya dalam segi apapun untuk menunjang kompetisi olahraga yang sangat diminati masyarakat Indonesia yaitu sepakbola.
Editor: Rifa Khairunnisa