Bersama Wujudkan Semangat “Dago Elos Never Lose”
Diskusi dan pemutaran film Dago Elos Never Lose karya Cory Amelia Lorenza hasil rumah produksi Watchdoc yang diselenggarakan oleh solidaritas mahasiswa untuk Dago Elos digelar di Aquarium Universitas Islam Bandung (Unisba), Jl. Tamansari No.1, Kota Bandung, pada Kamis (22/02). Acara ini mengundang seluruh elemen dan individu yang bergerak mendukung Dago Elos.
Oleh: Fikri Zakkian
Dago Elos Never Lose merupakan film dokumenter yang menceritakan perjuangan warga Dago Elos untuk mempertahankan tempat tinggal mereka yang digugat oleh Keluarga Muller sebagai ahli waris. Film ini menampilkan kejadian-kejadian yang mengitari perjuangan warga Dago Elos seperti ancaman penggusuran, kekerasan, penipuan, hingga momen bentrok antara warga dengan aparat.
Kurang lebih lima puluh orang dari kelompok solidaritas mahasiswa untuk Dago Elos hadir menyaksikan pemutaran film ini sebagai bentuk solidaritas mereka terhadap warga Dago Elos yang memperebutkan sengketa lahan. Warga Dago Elos dan Rizki Hakim dari Agrarian Resource Center (ARC) turut hadir untuk berdiskusi terkait keadaan di Dago Elos.
Konflik Dago Elos adalah konflik sengketa lahan antara warga Dago Elos melawan penggugat atas nama Keluarga Muller yang terdiri dari Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Supendi Muller yang mengklaim hak milik tanah seluas 6,3 hektar yang ditempati warga. Kasus ini berlangsung sejak Desember 2016, sejak saat itu pula sebanyak 300 lebih warga tak berhenti memperjuangkan lahan yang ditinggali selama puluhan tahun hingga mendapat represifitas aparat.
Film berdurasi 27 menit ini menceritakan bagaimana warga Dago Elos mempertahankan hak miliknya dari penggusuran paksa. Seperti yang diketahui, Bandung merupakan kota yang tidak ramah terhadap HAM terutama dalam kepengurusan lahan dan hak tempat tinggal. Kasus penggusuran Tamansari adalah salah satu contoh tidak ramahnya pemerintah terhadap permasalahan ini. Dago Elos Never Lose, menampilkan poin-poin penting yang dapat membantu kita dalam mengenal dan memahami apa yang sedang terjadi saat ini di Dago Elos.
Dea, warga asli Dago Elos menceritakan awal mula ketika warga digugat pada tahun 2016. “Sebelumnya tiba-tiba datang orang dari pengadilan, dan kita (warga) digugat bahwa tanah yang kita miliki itu adalah tanah sengketa,” jelasnya. “Ada tiga orang ahli waris yang menggugat warga, (mereka) bernama Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Supendi Muller. Kita sama sekali nggak kenal sama orang-orang itu,” lanjutnya.
Pada awalnya, warga Dago Elos banyak yang tidak sadar dan mengerti mengenai masalah lahan yang menimpa mereka, namun kuasa hukum dan tim advokasi yang membantu warga menjelaskan tentang apa yang terjadi dan memberikan masukan untuk langkah-langkah kedepannya bagi warga Dago Elos.
Aktivasi ruang merupakan salah satu cara bagi warga untuk mempertahankan lahan mereka dari penggusuran. Penampilan seni, olahraga dan diskusi bersama warga dan teman solidaritas diadakan secara rutin sebagai bentuk aktivasi.
Rizki Hakim selaku koordinator ARC turut menyampaikan pandangannya terkait konflik yang terjadi di Dago Elos. “Ketika ada dua pihak, satu subjek hukum dan subjek hukum lainnya saling bersengketa berkaitan dengan tanah, maka sebenarnya negara harus ikut hadir dalam menyelesaikan persoalan ini. Undang-undang No. 5 Tahun 1950 sudah mengatur bahwasannya posisi negara disitu (Undang-undang) sudah sangat jelas, (bahwa) negara harus menengahi dua subjek hukum itu,” ucapnya. “Namun yang menjadi persoalan saat ini di Dago Elos yaitu kenetralitasan negara dalam keberpihakan. Dalam kasus ini aparatus negara melalui pengadilan tinggi, dia berpihak kepada keluarga Muller,” Rizki melanjutkan.
Digelarnya diskusi dan pemutaran film ini merupakan hasil dari konsolidasi di hari Senin (19/2) yang digelar di tempat yang sama, menanggapi surat putusan dari pemerintah kota terhadap warga Dago Elos. “Untuk menanggapi surat putusan tersebut, saya rasa mahasiswa pada dasarnya harus membela warga Dago Elos, pada akhirnya kita (kelompok solidaritas mahasiswa untuk Dago Elos) mengadakan ruang diskusi, ruang pencerdasan publik, karena adanya ketidakadilan yang terjadi negara terhadap rakyatnya,” ucap Muhammad Ramdan, Presiden Mahasiswa Unisba.
Parilla Budi, mahasiswa dari BEM Universitas Pasundan membagikan harapannya untuk Dago Elos, “yang jelas kita tidak akan pernah berhenti berharap, kita akan terus bentuk aktivasi ruang yang ada keterkaitannya dengan hak-hak masyarakat yang salah satunya adalah ini (diskusi dan pemutaran film Dago Elos Never Lose),” ucap Parilla.
Editor: Fikrazamy Ghifari