Enam Mahasiswa Fakultas Hukum Dicuti Paksa, Mahasiswa Gelar Demonstrasi

Sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung (Unisba) menggelar aksi demonstrasi pada Rabu (1/11) di depan Gedung Rektorat Unisba Jl. Tamansari No. 20, Tamansari, Kota Bandung. Aksi ini dilakukan dalam rangka memprotes keputusan “cuti paksa” (pemberhentian) yang ditetapkan pihak universitas kepada enam mahasiswa Fakultas Hukum. Massa aksi menuntut sistem pembayaran Infak Kuliah Tetap (IKT) untuk dibukakan kembali, dan mendesak Rektor Unisba untuk beraudiensi dengan mahasiswa. (Foto: Dzikrie Tyasmadha/KMJurnalistik.com)

Oleh: Dzikrie Tyasmadha

Bermula dari enam mahasiswa Fakultas Hukum semester akhir yang terlambat melakukan pembayaran IKT, pihak universitas menetapkan “cuti paksa” kepada enam mahasiswa tersebut. Akibatnya, keenam mahasiswa yang diberhentikan terpaksa tidak dapat melanjutkan studi mereka dalam jangka waktu beberapa bulan kedepan.

Merespons keputusan ini, mahasiswa Fakultas Hukum telah menempuh jalur formal dari skala paling bawah mulai dari pihak dekanat hingga rektorat, namun tetap tak mendapat hasil konkret karena harus menunggu keputusan rapat jajaran rektorat. Nihilnya hasil tersebut mendorong para mahasiswa menggelar aksi demonstrasi ini.

Mahasiswa Fakultas Hukum juga mengklaim mereka sudah berusaha melakukan langkah mitigasi dan advokasi kepada mahasiswa lain setelah ditutupnya sistem pembayaran IKT. Oleh karena itu, mahasiswa menyatakan pihaknya tak melakukan kesalahan dalam hal ini dengan melakukan prosedur yang sesuai untuk mahasiswa.

Aksi yang dihadiri kurang lebih tiga puluh mahasiswa ini, mendesak Rektor Unisba, Prof. Dr. H. Edi Setiadi, SH., MH., untuk beraudiensi dengan mahasiswa Fakultas Hukum yang direncanakan dimulai pada pukul 13.15 WIB. Serangkaian aksi ini diantara lain pemblokadean jalan Tamansari dan orasi di depan Gedung Rektorat, kemudian dilanjut sesi audiensi di Gedung H. Sadeli (Aquarium) Unisba.

Di sesi audiensi, para mahasiswa menuntut rektorat untuk membuka kembali sistem pembayaran IKT agar mahasiswa yang diberhentikan dapat melakukan pembayaran dan melanjutkan studinya di Fakultas Hukum Unisba, karena mahasiswa yang di-“cuti paksa” tersebut bersedia untuk membayar, hanya saja tidak sesuai dengan tenggat waktu.

Perwakilan mahasiswa yang turut hadir di sesi ini berujar bahwa keenam mahasiswa yang di-“cuti paksa” oleh pihak universitas tersebut, tidak membutuhkan opsi dana talang dan bersedia untuk membayar IKT dengan dana pribadi, hanya saja keterlambatan pembayaran mengharuskan mereka untuk cuti.

 “Kita di sini mau belajar pak, di sini kita mau berkuliah. Yang jadi masalahnya pak, keenam orang (mahasiswa) yang dijadikan tuntutan ini tidak membutuhkan dana talang, tetapi sudah siap untuk membayar,” ujar mahasiswa tersebut. Ia juga menambahkan mahasiswa yang dipaksa cuti hanya ingin melanjutkan kuliahnya, terlepas dari keterlambatan pembayaran IKT.

Merespon desakan mahasiswa untuk membuka kembali sistem pembayaran IKT, Edi Setiadi selaku rektor, berujar dirinya kerap mendapatkan peringatan dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti). “Itu saya harus berkirim surat ke LLDikti, dan saya yang paling sering mendapat surat peringatan gara-gara membuka sistem (pembayaran IKT) itu,” ungkapnya.

Rektor Edi juga menjelaskan, buka-tutup sistem IKT tersebut bisa berdampak buruk kepada nama baik universitas. “Kalau misalnya tiap semester begitu (buka-tutup sistem IKT), itu bukan saja jelek bagi profil Unisba, tapi juga profil kami (jajaran rektorat),” ungkap Edi. Ia juga menambahkan jika buka-tutup sistem tersebut berlanjut, berbagai prestasi yang dicapai universitas bisa tercoreng. “berbagai prestasi yang kita capai, akan runtuh gara-gara sistem itu,” tambahnya.

Edi menambahkan, jikalau terdapat mahasiswa yang melewati masa studi, ijazah mahasiswa tersebut akan bersifat ilegal. “Kalau misalnya perguruan tinggi mengeluarkan ijazah bagi saudara (mahasiswa) yang telah lewat waktu, itu (tertulis) di Permendikbudristek Nomor 23 Tahun 2023, ijazahnya (dinyatakan) ilegal,” ungkapnya. “Artinya kalau saya mengeluarkan ijazah (ilegal) itu, saya bisa dihukum, bisa dipidana,” tambah Edi.

Edi juga menjelaskan pemberhentian mahasiswa terkait oleh pihak universitas telah sesuai peraturan masa studi yang ditetapkan LLDikti, dan sebelumnya, terdapat ratusan mahasiswa yang telah diberhentikan.

Pihak rektorat kemudian menyampaikan akan mengirimkan surat kepada pihak LLDikti untuk melakukan diskusi mengenai pembukaan sistem pembayaran IKT secepatnya mulai hari Kamis (2/11). Pihak rektorat juga memberikan izin kepada mahasiswa Fakultas Hukum untuk turun bersuara kembali dan membersamai rektorat apabila tidak mendapat balasan dalam beberapa waktu kedepan.

Editor: Fikrazamy Ghifari