Aksi Demonstrasi Mahasiswa Bandung, Menolak Putusan Mahkamah Konstitusi

Aksi demontrasi oleh elemen mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kota Bandung, digelar di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jl. Diponegoro No. 27, Jum’at (20/10). Digelarnya unjuk rasa ini sebagai bentuk protes mereka terkait putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia capres-cawapres, dan bentuk refleksi 9 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Aksi ini juga merupakan kelanjutan dari aksi September Hitam yang digelar pada 29 September kemarin di Gedung Sate, Kota Bandung. (Foto: Riko Alviano/KMJurnalistik.com)

Oleh: Riko Alviano

Elemen mahasiswa yang berunjuk rasa terdiri dari mahasiswa Universitas Islam Bandung (Unisba), Universitas Pasundan (Unpas), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD), Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS), dan perguruan tinggi lainnya di Jawa Barat.

Aksi yang digelar mulai pukul 16.30 WIB tersebut ditenggarai oleh putusan terbaru MK yang mengabulkan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menguji Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Putusan kontroversial MK tersebut mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Putusan tersebut dianggap memberi kemudahan bagi Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka, putra dari Presiden Joko Widodo, untuk maju menjadi cawapres pada tahun 2024 mendatang yang dimana hal itu memungkinkan terjadinya politik dinasti. Oleh karena itu, elemen mahasiswa menuntut Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk melakukan pemeriksaan terhadap Hakim Mahkamah Konstitusi terkait adanya dugaan conflict of interest (konflik kepentingan) dalam memutus perkara nomor 90/PPU-XXI/2023.

Selain protes terhadap putusan MK terkait batas usia capres-cawapres, aksi ini juga berisikan tuntutan untuk Presiden Joko Widodo agar mengevaluasi kinerjanya setelah  9 tahun menjabat, dan meminta untuk secepatnya menyelesaikan permasalahan terkait isu HAM dan agrarian. Massa aksi juga membawa tuntutan lainnya meliputi isu represifitas aparat, maupun revisi UU KPK. Poin-poin tuntutan tersebut diantaranya:

1.  Mendesak Presiden RI Joko Widodo agar tetap netral dan tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politiknya serta menahan diri untuk tidak mengintervensi proses pemilu yang demokratis.

2. Menuntut Presiden untuk melakukan penegakan hukum terhadap semua insiden kekerasan dan pelanggaran HAM yang melibatkan aparat kepolisian.

3. Menuntut Presiden untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu melalui mekanisme yudisial dengan memerintahkan Jaksa Agung untuk segera menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM.

4. Mendesak Presiden untuk segera melakukan reformasi agrarian yang pro-rakyat dan keadilan.

5. Mendesak Presiden untuk menjamin jabatan sipil tidak ditempati oleh kepolisian dan militer.

6. Mendesak DPR dan Presiden untuk mengokohkan dan memulihkan integritas penegakan hukum kasus tindak pidana korupsi dengan merevisi UU KPK, agar KPK dapat kembali berfungsi sebagai lembaga yang independen dan imparsial.

7. Menuntut DPR dan Presiden untuk segera menuntaskan dan mempercepat pengesahan rancangan legislasi pro-rakyat RUU Masyarakat Adat, RUU PPRT, dan RUU Perampasan Aset.

8. Menuntut Presiden untuk segera melakukan revisi pasal bermasalah dalam Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang ITE dan Undang-Undang IKN dengan memperhatikan partisipasi nyata dari masyarakat.

Mahasiswa mendesak agar pemerintah menindaklanjuti tuntutan mereka, jikalau tidak, bukan tidak mungkin aksi unjuk rasa oleh mahasiswa akan kembali digelar. “Bahwa bila tidak ada kejelasan, tindak lanjut, atau respon baik dari pemerintah selama empat kali 24 jam, kami (mahasiswa) akan kembali turun ke jalan untuk menggelar aksi,” jelas Raka Budiman, anggota BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan.

Ajeng Herawati, Presiden Mahasiswa Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia (Unibi), mengungkapkan bahwa aksi ini adalah pemantik dari aksi-aksi lanjutan yang akan datang. “Aksi hari ini adalah pemantik untuk aksi-aksi yang lebih besar lagi, aku rasa bakal panjang sekali aksi-aksi mahasiswa yang akan dilakukan di bulan Oktober ini,” pungkasnya.

Perlu diketahui, pada Senin 16 Oktober 2023, MK mengabulkan uji materi UU nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa Universitas Surakarta (UNSA) bernama Almas Tsaqibbirru, berusia 23 tahun. MK mengabulkan sebagian uji materi yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru, namun menolak gugatan yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan Partai Gerindra.

Editor: Fikrazamy Ghifari, Syauqi Kinan