Cal: “Notion”, Merayakan Kedinamisan Masa Muda
“Gelora berapi-api. Kalimat tersebut agaknya, dapat menggambarkan bagaimana seorang Gilang Hade, pemuda asal Bandung meratapi masa keemasan remajanya. Menggunakan “dirinya yang lain” sekaligus proyek musik alternatif solonya, Cal, ia merayakan fase beranjak dewasa dengan jujur dan penuh suka cita. Tentunya, dengan distorsi gaze terbarukan.“
Oleh: Fikrazamy Ghifari
“Notion”, titel album perdana Cal yang dirilis pada 12 Mei lalu, berisikan 10 track perayaan masa muda itu sendiri. Perayaan tersebut sangat ragam bentuk; tentang cinta pandangan pertama, keresahan membabi buta, kepasrahan diri di malam hari, dan bentuk perayaan lainnya. “Notion” adalah gagasan Gilang itu sendiri, dimotori oleh suara gitar berlapis, dentuman drum yang dinamis, dan kejujuran lirikal, yang ia susun dalam pengerjaan album selama 3 bulan lamanya.
“Notion” merupakan manuver kesekian Cal. Sebelumnya, proyek solo tersebut telah merilis 2 single bertajuk “Spending” dan “Chemical”, yang kemudian dirangkum kembali menjadi bentuk extended play (EP) “Anthracite Grey”. EP tersebut mendapat respon positif dari kalangan penikmat musik sekaligus menjadi titik awal yang memantaskan Cal sebagai band lokal menjanjikan dan prolifik sejak 2 tahun kebelakang.
Semangat kolektif sangat melekat di setiap progress Cal. Bagi sang penggawa Cal sendiri, semangat tersebut membuka peluang-peluang bagi proyek solonya untuk berkembang, khususnya di luar aspek musikal. Jaringan pertemanan juga yang memungkinkan Cal untuk menggelar debut showcase EP “Anthracite Grey” tahun lalu, dan pembuka pintu kerjasamanya bersama label independen Disaster Records yang kemudian menjadi distributor album perdana Cal.
Namun, kolektifitas tersebut tak berlaku di aspek musikalitas Cal. Valid rasanya jika menyebut Cal adalah Gilang Hade, dan Gilang Hade adalah Cal, ia mengerjakan seluruh produksi lagu dari mulai lirik hingga ragam suara berdasarkan idealismenya sendiri, begitu pula memasuki pasca produksi seperti mixing & producing. Dipengaruhi oleh band-band alternatif medio 2000-an dan dekade setelahnya seperti Narrow Head, Title Fight, Basement, pula dengan sentuhan lokal Fuzzy, I, maupun Heals, Gilang meleburkan pengaruh-pengaruh tersebut menjadi sebuah kesatuan di proyek solo Cal.
Musikalitas Cal menemukan bentuk paling pastinya di rilisan terbaru, “Notion”. Berbeda dengan nomor-nomor sebelumnya yang ditemukan di EP “Anthracite Grey”, “Notion” memiliki musik yang lebih eksploratif dan lugas secara lirikal. “Notion” yang berarti “gagasan”, adalah hasil pemikiran dan ide seorang Gilang Hade dalam merespon keadaan di sekitarnya melalui lanskap seorang remaja; seperti pertemanan, lingkungan, dan cinta.
Salah satu nomor andalan di antara 10 nomor lainnya adalah “Wisata Individu”, track keempat dalam album “Notion”. Di “Wisata Individu”, Gilang bercerita tentang kawan baiknya yang memiliki banyak potensi dalam kesenian namun tak memiliki faktor pendukung yang menunjang potensi tersebut. “Wisata Individu” juga menyinggung topik eksistensi diri dan perasaan tak aman yang kerap dialami pemuda seperti Gilang. Lagu ini juga menjadi lagu berbahasa Indonesia pertama yang ia tulis untuk Cal, yang menurutnya, lebih sulit ketimbang menulis dalam Bahasa Inggris.
Dalam menulis lirik Bahasa Indonesia, ia lebih selektif dalam memilih kata hingga rima. Bahasa Indonesia tentunya memiliki suku kata yang lebih beragam daripada Bahasa Inggris, dan menurut Gilang, kendala yang ia temukan dalam pengerjaan lagu berbahasa Indonesia adalah ketika ia berusaha menghindari kesan “alay” atau terlalu straight-forward di liriknya. Perunggu dan The Adams, adalah salah dua “kiblat” untuknya dalam menulis lirik berbahasa Indonesia.
Selain itu, terdapat “Conformance” di track kelima. “Conformance” dibuka dengan distorsi gitar di detik pertama, dan seketika meledak di detik selanjutnya dengan sahutan “let’s go,” diiringi lead yang berima. Setelah mendengar “Wisata Individu” di track empat, dan “Conformance” di track lima secara beruntun, Saya sudah yakin Cal telah menemukan suara paling sempurnanya sejak EP “Anthracite Grey” tahun lalu. Seakan Cal menumpahkan spirit yang jauh berbeda dalam sekali dengar.
Perilisan “Notion” mendapat respon positif sebagaimana yang didapat EP Cal setahun sebelumnya. Respon positif tersebut menghasilkan gelaran tur berbagai kota di Jawa bertajuk “Notion Java Tour 2023”, pada Mei lalu. “Notion Java Tour 2023” kick off di Bandung (18/5), dan rampung di Yogyakarta (28/5), menyambangi 6 kota lainnya seperti Cipanas, Tangerang, Jakarta, Semarang, Malang, hingga Solo.
Tur tersebut sebagai ajang apresiasi dan “syukuran” karya terbaru, sekaligus menunaikan kewajiban yang Gilang sebut “rukun” sebuah band. Gilang beranggapan, band dapat dikatakan menjadi sebuah band jika telah memenuhi 5 “rukun”; rilis album, rilis album fisik, rilis merchandise, menggelar showcase, dan menggelar tur. Nampaknya, Cal telah mencoret 4 “rukun” awal,dan rampungnya tur pada Mei lalu, menjadi validasi bagi Gilang menjadikan Cal sebagai sebuah band seutuhnya.
Tur perdana Cal adalah langkah monumental bagi Gilang, karena bisa dibilang, tur adalah sebuah “ibadah” paling tinggi bagi seorang musisi. Tur tersebut dijalankan secara independen dan tentunya dengan semangat kolektif, bisa dilihat dari line-up Cal itu sendiri hingga road manager yang masing-masing merupakan kawan tongkrongan Gilang. Ia bercerita tentang kultur tiap kota yang ia sambangi memiliki keunikan tersendiri terutama di luar Jabodetabek, yang menurutnya tak ada batasan antara musisi dan fans, mereka bisa berinteraksi dengan strata dan dalam satu tongkronganyang sama.
Mengaitkan 5 “rukun” yang disebutkan Gilang, selain gelaran showcase dan tur, Cal juga produktif dalam merilis merchandise berupa kaos. Tak dapat dipungkiri, merch fisik merupakan penghidupan utama musisi selain panggungan, khususnya musisi independen. Merch Cal bisa dibilang sukses menemukan audiensnya, bagi individu-individu skena musik lokal di Bandung, tentu familiar dengan kaos bertuliskan “CAL” berdesain grafis ciamik yang acap kali ditemukan di berbagai event musik di Bandung.
Selain kaos, Cal juga merilis album “Notion” secara fisik berupa CD dibawah naungan label Disaster Records, suatu langkah market yang berani mengingat masifnya pusaran digitalisasi di era sekarang. Ketika ditanya relevansinya merilis album fisik di era ini, selain menunaikan “rukun” yang ia sebut sebelumnya, Gilang lebih beranggapan perilisan CD albumnya tersebut menjadi sebuah arsip karya untuknya, ia tak terlalu memikirkan aspek materil seperti penjualan, market, dan lain-lain.
“Notion” adalah problema paling lumrah masa muda, atau yang Gilang sendiri sebut sebagai “kedinamisan” masa muda. Bisa dibilang, 10 nomor album tersebut adalah bagaimana Gilang Hade merangkul seluruh keresahan dalam “kedinamisan” masa muda tersebut, dan dengan alter-ego-nya Cal, ia berani menumpahkan itu semua dengan jujur dan lugas.
Pada akhirnya, Gilang adalah satu dari sekian banyak pemuda yang membutuhkan medium untuk menyalurkan kreatifitasnya, berikut dengan keresahan dan gelora layaknya remaja yang tengah berdiri di persimpangan hidup. Begitu juga dengan “Notion”, Cal menyatakan awal perjalanan yang baru dimulai, dengan semangat kolektif dan independen yang tetap sama, dengan distorsi gitar alternatif berlapis, dan dengan gelora berapi-api Gilang Hade yang takkan habis.
Editor: Hasbi Asdiqi