Ruang Juang: Apresiasi Perjuangan melalui Pajang Karya

Seorang pengunjung sedang mengamati karya foto yang dipajang di pameran foto “Ruang Juang” yang digelar oleh Photo’s Speak dalam rangka ulang tahun ke-11. Foto oleh: Fikrazamy Ghifari/KMJurnalistik.com

Oleh: Fikrazamy Ghifari

Photo’s Speak, komunitas fotografi jurnalistik Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, mengadakan pajang karya bertema “Ruang Juang”dan talkshow dalam rangka merayakan hari jadi mereka yang ke-11.

Eksibisi ini digelar di Aula B Student Center UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jl. A.H. Nasution No.105, Cipadung Wetan, Kec. Cibiru, Kota Bandung.

Pajang karya “Ruang Juang” menampilkan 4 foto story dan 13 foto single dari 50 frame secara keseluruhan. Seluruh foto yang dipamerkan adalah hasil karya dari 17 anggota Photo’s Speak angkatan 13. 

Pameran ini mengusung tema “Ruang Juang” tentang perjuangan dibalik banyak sosok di sekitar kita dan bagaimana mereka menjalani kehidupan, terlepas dari ragam profesi, status, atau rintangan-rintangan yang mengitarinya.

Salah satu karya foto tunggal dari pameran “Ruang Juang” bertajuk “Aliansi Mahasiswa Jabar Gelar Aksi Demo di Depan Gedung DPRD” karya anggota Photo’s Speak, Lukman Hidayat, menampilkan potret mahasiswa dari berbagai universitas sedang mengepalkan tangan mereka ke udara sembari berdiri mengitari ban yang dilahap api. Aliansi Mahasiswa tersebut tengah memperjuangkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). 

Kemudian ada salah satu foto cerita karya Tantri Setiawati yang memotret kehidupan seorang wanita bernama Gayatri. Gayatri berusaha untuk tetap bertahan hidup meski kesehatan mentalnya terganggu akibat kisah kelam keluarganya. Tantri Setiawati memotret perjuangan Gayatri tersebut melalui rangkaian foto cerita berwarna hitam putih, diantaranya memperlihatkan obat-obatan yang harus dikonsumsi Gayatri setelah didiagnosis mengidap Bipolar.

Karya foto yang menampilkan sosok-sosok pejuang kehidupan di pameran “Ruang Juang” adalah buah keresahan para anggota Photo’s Speak. Bercermin dari situasi pandemi 2 tahun kebelakang ketika banyak orang memperjuangkan hidupnya di masa sulit, Photo’s Speak berusaha memotret perjuangan orang-orang tersebut di sekitar mereka, kemudian mengapresiasinya.

“Harapannya, audience yang hadir di pameran dapat melihat, membaca, dan memahami perjuangan orang-orang ini, apa kisah dibaliknya, serta memutus stigma buruk mereka”, ujar Muhammad Zaki Fauzi, selaku Ketua Pelaksana pajang karya “Ruang Juang”. 

Hal yang sama juga dikatakan oleh Ketua Umum Photo’s Speak, Choirul Nurahman, atau yang akrab dipanggil Arul. Ia berharap tema isu sosial yang diangkat di pajang karya “Ruang Juang” bisa memberikan perhatian dan kepekaan terhadap sosok-sosok yang divisualisasikan pada karya foto. 

Selain pajang karya, Photo’s Speak mengadakan talkshow bertemakan “Kesetaraan dan Suara Perempuan Lewat Fotografi” yang diisi oleh dua narasumber, Virliya Putri (fotografer BandungBergerak.id) dan Raudhatul Jumala (freelance fotografer). 

Talkshow ini membahas mengenai peran perempuan dan segala dinamikanya dalam profesi jurnalistik foto, serta bidang jurnalistik secara keseluruhan.

Tak dapat dipungkiri, dunia jurnalistik yang didominasi oleh laki-laki menjadi tantangan tersendiri bagi jurnalis perempuan untuk bertahan. Media jurnalistik yang seharusnya menggaungkan emansipasi terhadap wanita dan isu kesetaraan gender kerap bias akan hal ini.

Virliya Putri, salah satu narasumber yang dihadirkan dalam talkshow ini mengungkapkan pentingnya isu kesetaraan gender di dalam sebuah profesi agar disebarluaskan kepada masyarakat. “Salah satu profesi tidak dapat diklaim sebagai milik laki-laki saja, perempuan pun harus memiliki ruang yang sama, makanya kesetaraan gender itu penting”, ujar Virliya.

Virliya pun menambahkan pendapatnya perihal kesetaraan gender di bidang jurnalistik. Menurutnya, saat ini para pelaku jurnalistik sudah memahami definisi kesetaraan tersebut, bahwa jurnalistik bukan hanya milik laki-laki. Namun masih ada beberapa individu yang tak menganggap isu ini penting, hingga segala bentuk perilaku yang merendahkan perempuan tetap dilanggengkan oleh orang-orang tersebut.

Editor: Rifa Khairunnisa