Kurangnya Minat Terhadap Kendaraan Umum, Halte Bus Di Kota Bandung Terbengkalai

Potret halte yang mencoreng fungsi semestinya bagi publik. Foto oleh: Salman Rayyan/KMJurnalistik.com

Oleh: Salman Rayyan

Tumbuh menjalar di dalam ruang yang tak semestinya, dan mengusik kegunaan yang sebenarnya. Beberapa halte bus TMB (Trans Metro Bandung) kini terlantar akibat dari kurangnya ketertarikan masyarakat akan kendaraan umum. Ruas jalan yang tidak begitu luas di beberapa titik, fleksibilitas waktu, dan estimasi waktu yang perlu dibagi pada setiap penumpang yang memiliki rute berbeda, cukup mempengaruhi masyarakat untuk memilih kendaraan umum.

Masyarakat yang kekurangan kebutuhan papan atau tuna wisma tidak asing kita temukan di beberapa sudut halte yang ada di Kota Bandung, apalagi disaat terjadinya krisis iklim yang menghantam tentu halte menjadi pilihan utama masyarakat tuna wisma untuk bersinggah ataupun beristirahat bersama keluarganya. Ini terjadi seakan kurangnya fasilitas sebuah tempat tinggal atau kebutuhan papan masih marak di Kota Bandung yang tentu menjadi sebuah krisis selain krisis iklim yang terjadi di kota ini.

Di tengah terik siang hari kota Bandung sering dijumpai pula penyalahgunaan sebuah halte yang terlihat mencolok seperti digunakkan untuk berjualan para PKL (Pedagang Kaki Lima) yang tidak memiliki tempat layak berjualan lagi. Lalu terlihat sekumpulan anak muda yang hanya sekedar menongkrong bersama kawan-kawannya sepulang dari sekolah yang membuat tempat seperti halte ini menjadi lebih tidak relate dengan fungsinya sebagai tempat turun dan naik para penumpang bus.

Ruas jalan yang sempit di sekitar halte menentukan betapa tidak memungkinkannya masyarakat menggunakan TMB karena mempersingkat waktu menjadi faktor yang berpengaruh bagi masyarakat untuk memilih jalan yang lebih mudah. Apalagi sangat tidak efisien jika berimajinasi kita sedang berada dalam krisis iklim yang terjadi lalu bergegas untuk pergi ke kantor namun halte yang berada di sebrang jalan tidak memungkinkan. Tentunya hal itu berpengaruh terhadap keputusan masyarakat untuk lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi.

Faktor lainnya yang membuat TMB terbengkalai dikarenakan kurang adanya ketertarikan yang memicu ketidakpedulian masyarakat kepada kendaraan umum. Pemerintah seharusnya bisa memprogram ulang untuk menambah ketertarikan halte ini sedemikian mungkin seperti adanya rute perjalanan yang jelas dan teratur, pemesanan tiket online seiring pesatnya peradaban dan juga dengan pelayanan yang lebih mumpuni seperti kehadiran KRL Commuter Line di Jakarta  dogma masyarakat terhadap kendaraan umum semakin positif.

Ada pula laporan pembongkaran halte yang diisukan akan menguras anggaran sekitar Rp.10 juta per halte untuk membangun kembali trotoar. Apakah hal tersebut dapat membuat dogma masyarakat terhadap kendaraan umum semakin positif? Atau justru semakin membuat masyarakat memiliki pikiran yang negatif dan resiko kepunahan sebuah kendaraan umum semakin tinggi? Tentunya akan membuat masyarakat lebih berpikiran negatif atau bisa lebih menganggap sepele kepada kendaraan umum karena posisinya saja sudah tidak diutamakan lagi.

Pentingnya pemahaman non-temporer masyarakat akan keberadaan halte yang minim semakin tak terbantahkan dengan banyaknya halte yang terbengkalai dan kendaraan umum yang menjadi minoritas ditengah konsumerisme masyarakat terhadap kendaraan pribadi. Entahlah jalan dengan membongkar halte  benar atau tidak. Tetapi, sebaiknya halte dan kendaraan umum di-upgrade lebih baik dengan adanya sistem dan inovasi baru yang lebih menarik dibandingkan dengan pembongkaran yang biayanya jauh lebih besar dan juga menyebabkan overload.

Faktor rute TMB yang sering menaikkan dan menurunkan penumpang ditempat yang bukan seharusnya atau di Halte menjadi sorotan masyarakat setuju akan pembongkaran halte. Halte bisa disebut hanya sebagai pajangan yang dibuat dengan anggaran yang tidak murah. Masyarakat tentunya bisa memaksimalkan sebuah fasilitas jika fasilitas tersebut sudah mudah dan nyaman untuk digunakan.

Kendaraan pribadi yang merajai jalanan kota Bandung tentu berpengaruh terhadap infrastruktur yang menurun fungsi atau kegunaannya, hal ini terjadi dengan adanya cuaca yang tidak menentu ditambah lagi kendaraan pribadi mangkrak yang seolah-olah menghantam dan menghajar jalanan tiap waktu. Entah fungsinya yang terlalu banyak digunakan atau kualitas aspal yang ada di kota Bandung juga berpengaruh sehingga banyak nya jalan yang rusak atau berlubang walau berada di pusat kota bukan lagi di pinggiran kota.

Minimnya peraturan tentang pembatasan jumlah produksi sebuah kendaaran pribadi tentunya sangat tinggi pengaruhnya pada bengkaknya kepemilikan kendaraan pribadi. Seharusnya pemerintah sendiri bisa mengkoordinasikan atau bahkan mengeluarkan peraturan agar semua berjalan dengan normal tanpa adanya sesuatu yang berlebihan.

Berbicara soal jalan, Kota Bandung memiliki banyak jalan dan juga wilayah yang jalannya masih menjadi korban kurangnya perhatian pemerintah dalam membenahi dan kurangnya kasih sayang masyarakat untuk menyayangi. Padahal Kota Bandung adalah destinasi wisata yang tidak dipungkiri banyak didatangi wisatawan karena pure keindahan.

Tipisnya anggaran dan juga cuaca atau iklim yang tak menentu semakin membahayakan pengguna jalanan yang menggunakan kendaraan pribadi. Padahal hal tersebut bisa diminimalisir dengan menggunakan kendaraan umum yang tentu kendaraannya lebih memadai dan nyaman ketika cuaca atau iklim sedang buruk bila dibandingkan dengan kendaraan pribadi seperti sepeda motor.

Namun dibanding menggunakan kendaraan pribadi, kendaraan umum diluar kefleksibilitasannya jauh lebih hemat bila dibandingkan dari skala ekonomi yang dimana menggunakan kendaraan seperti Bus Trans Metro Pasundan jauh lebih hemat dengan hanya memperlihatkan keikutsertaan masyarakat dengan mengunduh aplikasi Teman Bus saja, di tengah gejolak klimaks harga yang dimana tarif Teman Bus ini bisa dibilang sangat terjangkau  Dengan BBM yang terus menerus melonjak justru warga bisa memanfaatkan kendaraan umum lebih sering lagi guna mengurangi krisis ekonomi dari kenaikan harga BBM yang semu.

Semua hal ini tentu sangat diharapkan agar lebih diperhatikan lagi oleh pemerintah baik segi fisik atau non fisik. Tentunya jika semua sudah final dengan revisi dan juga keputusan yang jauh lebih baik masyarakat bisa  lebih tertarik kepada program yang bisa sedikit membantu perekonomian yang saat kini terus melonjak dan juga anggaran yang digunakan untuk halte tidak sia-sia dan bermanfaat untuk khalayak.

Editor: Rifa Khairunnisa