No One Is Illegal On Stolen Land: Aktivasi Ruang Hidup Sebagai Media Perlawanan
“No One Is Illegal On Stolen Land dan sebuah festival sepakbola menjadi ruang publik bagi warga Dago Elos, Bandung, Minggu (23/10)”
Oleh: Bastian Priyo
Di hari minggu yang syahdu walau cuaca dingin, suasana di Dago Elos saat itu terasa sangat hangat walaupun sedang berduka atas sengketa. Di balik duka itu ada keceriaan yang terlihat, banyak anak kecil yang gembira, keceriaan di setiap sudut kampung kota, banyak orang-orang dari berbagai kalangan terlihat antusias mengikuti dan menonton acara yang diadakan di Dago Elos.
Para pecinta sepak bola di kota Bandung mengadakan rangkaian acara yang bertajuk festival sepak bola Dago Elos “No One Is Illegal On Stolen Land” yang bermakna, tidak ada yang ilegal di tanah curian. Karena sejatinya tanah ilegal seharusnya tidak dihakimi secara sepihak. Ruang kosong yang berada di kampung kota sangat rentan dirampas oleh orang yang haus akan duniawi. Acara ini digelar oleh beberapa elemen yaitu Riverside Forest, BDB (Bird Death Brigade), Bandung Supporter Alliance, dan Dago Melawan. Rangkaian acara ini diadakan pada, Minggu (23/10).
Acara ini dilaksanakan sebagai bentuk support dan solidaritas bagi warga Dago Elos dan juga bentuk aktivasi ruang hidup di wilayah sekitar. Karena dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun ini kota Bandung menjadi ladang bagi pemerintah merampas segala hak warganya salah satunya di Dago Elos.
Menyadari penggusuran sudah berada di teras rumah mereka, berbagai elemen membuat rangkaian acara yang diselenggarakan di Dago elos dengan bermacam–macam kegiatan seperti acara musik, graffiti, kesenian sunda dan acara lainnya. Acara yang diselenggarakan tersebut menjadi sebuah bentuk perlawanan bagi masyarakat Dago Elos. Sebenarnya sengketa lahan di Dago Elos sudah usai dan dimenangkan oleh warga Dago Elos, akan tetapi keluarga George Hendrik Muller dan PT Dago Inti Graha tetap bersikukuh menggugat.
Dikutip dari “JabarEkspres.com” Putusan MA (Mahkamah Agung) pada saat itu mempertimbangkan bahwa klaim penggugat dengan dalih eigendom verponding (hak kepemilikan tanah), telah berakhir masa klaimnya. Lantaran paling lambat, lahan tersebut paling lambat dikonversi tanggal 24 September 1980, lantas gugatan dari ketiga orang yang mengaku keturunan Muller, ditolak. Berdasarkan keputusan ini, lantas membuat penggugat masih memiliki hak atas kepemilikan objek tanah eigondom verponding Nomor 3740, 3741, dan 3742 seluas 6,3 hektar.
“Penggusuran itu sebuah pengingat untuk mendefinisikan ruang hidup” ujar Ucok sebagai salah satu narasumber Talkshow.
Rangkaian pada acara ini yang utamanya yaitu mengaktivasi ruang hidup, aktivasinya melalui Fun Football dan ditemani oleh alunan musik dari Jack and Jhon, lalu ditutup dengan talkshow. Konsep acara ini memiliki persiapan kurang lebih satu bulan yang lalu, mulai dari aktivitas awal penjualan merchandise dari Dago melawan dan Riverside Forest. Hasil penjualan tersebut untuk membantu warga setempat dan dari elemen yang lain membantu memposting untuk boosting bahwa akan ada acara festival sepak bola di Dago Elos.
“Riverside Forest ikut berkontribusi dalam laga sepak bola, semenjak berlaga di liga amatir Riverside Forest sering menyuarakan suara-suara yang agak nyeleneh dari klub lainnya. Sekarang Riverside Forest ingin berkontribusi untuk Dago Elos yang butuh dukungan yaitu berupa dukungan moril” ujar Shamroog selaku Director of Football Riverside Forest FC.
Acara ini dimulai pada pukul 10.00 dengan pembukaan “Fun Football” yang diikuti oleh anak kecil, wanita, warga sekitar, manajemen Riverside, supporter dan semua elemen hingga pukul 11.30 WIB. “Acara ini diselenggarakan oleh para suporter bola khususnya juga suporter klub bola Riverside Forest yang memang pada dasarnya dari sepakbola, jadi panitia acara mengisi kegiatan sepakbola untuk hiburan semua elemen dan yang utama mengaktifasi ruang hidup yang ada di Dago Elos.” Tambah Shamroog.
Dilanjut pukul 13.00 WIB dengan permormance dari “Jack and Jhon” yaitu karaoke session sebagai hiburan musik hingga pukul 14.00 WIB. Acara penutupan diisi dengan “Talk Show” yang dimoderatori oleh Randy Ntenk dan diisi oleh narusumber Ucok Homicide, Mang Zen, Mang Eenk (aktivis Dago Melawan).
Gemercik air hujan mulai membasahi kawasan Dago Elos, namun tidak mematahkan semangat warga Dago Elos untuk memperjuangkan hak yang seharusnya menjadi hak mereka. Demi menyelamatkan harkat dan martabat warga Dago Elos, walau banyak pihak yang ingin merampas kebebasan fundamental yang seharusnya tidak ada yang mengganggu gugat dan merampas semua itu, karena setiap manusia mempunyai haknya masing-masing.
Sejak sepakbola Indonesia mengalami kekacauan setelah terjadinya kejadian Kanjuruhan, masyarakat Indonesia merasakan kekecewaan. Kekecewaan ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga kekecewaan ini dirasakan oleh masyarakat Internasional. Sebagai contoh supporter Dortmund yang membentangkan banner kekecewaan terhadap aksi tidak terpuji oknum aparat terhadap kejadian yang terjadi di Kanjuruhan.
Seperti yang Shamroog katakan, bahwa sepakbola di Indonesia harus bisa dimainkan di ruang sesempit apapun. Dan juga sepak bola ini ditunjukan untuk seluruh masyarakat dengan tidak memandang Gender, semua orang boleh bermain sepakbola tanpa harus takut. Mudah-mudahan kedepannya di beberapa ruang kota bisa menjadi sebuah pemantik perjuangan juga dapat menjadikan sepak bola sebagai salah satu media perlawanan.
Sepak bola di Indonesia berubah sejak tahun 2008 yang pada awalnya berkonsep komunal dan berubah menjadi industrialis. Sebagai contoh seperti BRI Liga 1 2022 yang menjadi momok dari sepak bola yang di komersialisasi. “Seperti yang kita ketahui ya bobrok, mulai dari liga amatir hingga liga profesional. Kalau dari liga amatir kita (Riverside Forest) pernah di kick oleh liga amatir dengan alasan-alasan yang kolot, alasan yang kurang lebih sama seperti liga profesional. Dan dari liga profesional pun kemarin kita baru saja kehilangan saudara-saudara kita di Kanjuruhan karena ketidak becusan dari pihak penyelenggara, dan pihak keamanan. Itu pun sudah menjadi isu Nasional ataupun isu Internasional, bagi saya sekarang sepakbola di Indonesia sudah mencapai titik menyedihkan. Seperti yang mang Zen katakan ya “lebih baik memulai bermain sepakbola daripada menonton sepakbola.” Tutur Shamroog.
Banyak pengunjung yang datang dari komunitas sepakbola yang ada di Bandung, alasan dia datang ke Dago Elos yaitu sebagai bentuk aksi solidaritas dan juga untuk mengembalikan marwah manusia bahwa kita hidup berdampingan dan tidak bisa sendirian karena kita adalah mahluk sosial. “Sebetulnya acara ini dibuat tidak harus di wilayah konflik, wilayah non konflik pun seharusnya seperti acara masyarakat, dan acara-acara kampung kota juga harus ada. Acara seperti ini harus ada tertanam dan menjamur dimana-mana. Rakyat kampung kota harus lebih solid, lebih merakyat, jauh dari adu domba, tidak harus melulu soal materi, karena ruang hidup itu bicara banyak hal tidak selalu membicarakan soal materi.” Ujar Asep sebagai salah satu pengunjung.
Editor: Hasbi Asdiqi