Chasing the Shadow: Perjalanan Sepeda Bentuk Penyaksian Krisis Iklim
Greenpeace Indonesia menginisiasi acara Chasing the Shadow. Gelaran ini menyuguhkan pertunjukan musik, talkshow, workshop, dan pameran foto, dengan tujuan untuk menyebarkan wawasan perihal krisis iklim. Foto oleh: Fikrazamy Ghifari/KMJurnalistik.com
Oleh: Fikrazamy Ghifari
Acara Chasing the Shadow yang diinisiasi oleh Greenpeace Indonesia hadir di Bandung, pada Minggu (23/10), bertempat di Selasar Sunaryo Art Space, Jl. Bukit Pakar Timur No.100, Ciburial, Kec. Cimenyan, Kab. Bandung. Greenpeace Indonesia bersama beragam komunitas menggelar acara ini selama 2 hari dengan rangkaian acaranya seperti pameran foto, talkshow, pemutaran film, workshop, serta pertunjukan pantomim dan musik.
Chasing the Shadow adalah tim pesepeda bentukan Greenpeace Indonesia yang bertujuan untuk menyaksikan langsung dampak krisis iklim di sejumlah wilayah Indonesia. Tim ini akan bersepeda dari Jakarta-Bandung-Semarang-Surabaya-Bali untuk berbagi cerita dan menyuarakan pesan solusi nyata untuk iklim. Setelah kick off di Jakarta pada 16 Oktober lalu kemudian menyinggahi Marunda dan Muara Gembong, tim Chasing the Shadow tiba di Bandung sebagai etape selanjutnya dari perjalanan mereka.
Bersama beragam komunitas seperti Rumah Bintang, Solar Generation, Suar Nusantara, dan Solidaritas Melawan Penggusuran, gelaran Chasing the Shadow Greenpeace Indonesia di Bandung serupa seperti gelaran pertama di Jakarta.
Foto yang terpajang di pameran memperlihatkan potret-potret kerusakan lingkungan akibat krisis iklim yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, seperti potret pemukiman yang tergenang banjir dan potret udara yang tercemar akibat kepulan asap pabrik. Di balik bilik foto terdapat pula kumpulan catatan tempel bertuliskan ragam aspirasi pengunjung perihal krisis iklim.
Ada pula talkshow bertajuk “Krisis Iklim di Meja Makanmu” mengisi rangkaian acara di hari pertama. Talkshow ini menghadirkan narasumber dari perwakilan beberapa komunitas yang berkolaborasi dengan Greenpeace Indonesia. Arti dari tajuk “Krisis Iklim di Meja Makanmu” adalah tentang bagaimana pengaruh krisis iklim terhadap makanan yang kita konsumsi.
“Sebetulnya kita ingin memberi tahu bahwa isu krisis iklim ini sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, bahkan nasi di meja makan kita pun terdampak oleh krisis iklim” jawab Adila Isfandiari, selaku Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, ketika ditanya arti dari tajuk “Krisis Iklim di Meja Makanmu”.
Setelah berakhirnya talkshow, acara dilanjutkan dengan pemutaran film “Tenggelam dalam Diam”. Film besutan Watchdoc bersama Greenpeace dan para pekerja seni seperti Vira Talisa, Oscar Lolang, dan The Panturas tersebut menceritakan dampak krisis iklim yang mengancam kota-kota pesisir seperti yang terjadi di Pulau Jawa. Film dokumenter ini hasil angkapan di pesisir Jakarta, Bekasi, Pekalongan, Semarang, hingga Gresik.
Sektor energi pun turut berperan dalam memperburuk krisis iklim. Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia menyatakan, sektor energi akan menjadi penyumbang emisi GRK terbesar di Indonesia pada tahun 2030 mendatang. Adanya data tersebut adalah akibat apabila Indonesia tidak segera melakukan transisi energi dan melepas ketergantungan terhadap batu bara. Di sisi lain, keberadaan PLTU batu bara juga menyumbang polusi udara tinggi dan banyak kerusakan lingkungan lainnya.
Oleh karena itu, alih-alih menggunakan kendaraan yang menghasilkan polusi dan menyumbang emisi karbon, Greenpeace Indonesia memilih sepeda sebagai kendaraan tim Chasing the Shadow karena dinilai ramah lingkungan. Alasan tersebut kemudian diamini oleh Adila, “Kita tak mau menjadi penyumbang masalah, kita ingin menjadi solusi, makanya kita memilih sepeda karena kita tidak mau menggunakan bahan bakar fosil”, ungkapnya.
Gelaran ini juga menggunakan tenaga surya sebagai sumber energi listrik. Tenaga surya tersebut bisa menjadi opsi sumber listrik yang lebih ramah lingkungan daripada tetap bergantung pada batu bara yang berdampak merusak. Dalam 2 hari acara, listrik yang dihasilkan tenaga surya tidak mengalami kendala sama sekali. Acara berjalan dengan baik sampai pertunjukan musik yang menampilkan Elkarmoya, Syarikat Idola Remaja, dan Mustache and Beard, sekaligus sebagai penutup rangkaian acara Chase the Shadow ini.
Dengan berakhirnya gelaran Chase the Shadow di Bandung sebagai etape pertama perjalanan tim pesepeda menuju titik perjalanan terakhir di Bali, Adila memberikan harapannya agar masyarakat lebih dapat mengenal isu krisis iklim yang sedang terjadi, bahwa krisis iklim ini bukan lagi sekedar proyeksi belaka dan tidak ada satupun wilayah di Indonesia yang tidak terancam krisis iklim.
Editor: Rifa Khairunnisa