Studi Teater Unisba Gelar Resital Ke-32: Ajang Unjuk Gigi Bagi Pengurus Baru
“Penampilan Teater Studi Teater Unisba (STUBA) dalam rangka resital yang ke-32 di Gedung Hj. Kartimi Kridhoharsojo (Aula Unisba), Bandung, Kamis (30/6). Teater yang diangkat dari naskah karya Nano Riantiarno , bertajuk “Jam Dinding Yang Berdetak” menceritakan kisah dalam sebuah keluarga kecil miskin.” Foto: Helmy Adam/KMJurnalistik.com
Oleh: Hasbi Asdiqi
Studi Teater Unisba (STUBA) menggelar resital ke-32 menjadi sebuah ajang unjuk gigi kelayakan pengurus baru yang telah tergabung. Setelah rantai penyebaran virus Covid-19 mulai menurun. Beberapa izin mahasiswa untuk menggunakan kampus sudah diperbolehkan dengan beberapa prosedur aturan yang diberlakukan.
Setelah dua tahun lamanya tidak ada pagelaran maupun acara yang digelar menggunakan fasilitas kampus, perizinan yang sulit, kendala administrasi, dan pandemi yang melanda menjadi kesulitan tersendiri bagi mahasiswa. Hasrat yang terus bergelora dengan ide liarnya dari setiap individu mahasiswa, sangat membutuhkan wadah untuk mencurahkan ide juga semangatnya dalam sebuah acara maupun pagelaran.
Dengan harga tiket yang dibanderol dari Rp 15-20 ribu untuk pengunjung umum serta undangan untuk beberapa lembaga di lingkup kampus yang tergabung. STUBA menggelar acara ini dengan dua sesi yakni pada Rabu 29 Juni dan Kamis 30 Juni 2022. Pagelaran STUBA yang berlangsung pukul 19.00-21.00 WIB ini mempersembahkan cerita dari karya Nano Riantiarno dengan tajuk“ Jam Dinding Yang Berdetak”.
Syauqi Kinan, mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi 2020 yang juga sutradara menjelaskan bahwa dirinya dipilih sebagai sutradara berdasarkan musyawarah anggota.
“Kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk menjadi sutradara pada pagelaran kali ini merupakan hasil dari rapat yang sudah dimusyawarahkan 3 bulan yang lalu dan merupakan kesanggupan saya untuk menjadi sutradara disamping belum ada yang menyanggupi.” Jelas Syauqi saat diwawancarai KMJurnalistik.com di Gedung Hj. Kartimi Kridhoharsojo (Aula Unisba), Bandung, Kamis (30/6) .
STUBA menggelar pagelaran resital yang ke-32 ini merupakan upaya untuk meramaikan lagi atmosfer kampus yang sudah hiatus beberapa tahun. Resital ini menjadi sebuah keharusan bagi pengurus baru dalam rangka pagelaran perdana mereka. Pemeran aktor diisi oleh Naviel, Habib, Nita, Naufal, Thea, Nabila, dengan Fahmi sebagai Asisten Sutradara.
Cerita yang diangkat dalam pagelaran ini merupakan cerita yang tidak berat untuk dipersembahkan, karena cerita cukup ringan. Pagelaran ini merupakan kaderisasi bagi mahasiswa baru STUBA untuk sama-sama belajar untuk mengemban jobdesk dalam sebuah pagelaran demi pengalaman. Cerita yang cukup mudah dimengerti dan diingat, terjadi dalam sebuah rumah keluarga miskin yang terdiri dari 1 pasangan suami istri (Tomas dan Marie) dengan karunia sepasang anak (Benny dan Magda), dengan dinamika perasaan yang terpendam.
Menurut Syauqi, ada beberapa properti dekorasi untuk pagelaran merupakan DIY (Do It Yourself) oleh STUBA yang perlu penyesuaian dengan cerita yang diangkat merupakan karya Nano Riantiarno,
“Pemilihan panggung untuk setiap pagelaran teater tidak pernah di panggung utama aula, karena pemasangan dekorasi untuk pagelaran lebih mudah disamping panggung, dan musik yang digunakan saat pagelaran merupakan pengembangan dari cerita naskah yang sudah disepakati.” Ujar Syauqi.
Saat pagelaran ini dipersembahkan cukup menyita perhatian dengan memiliki sesuatu plot twist (pemutarbalikan alur dalam cerita) dan ternyata menjadi suatu klimaks yang begitu sentimental. Ketika pada awalnya Tomas yang merupakan seorang bapak, menggunakan pakaian kantoran tetapi tinggal di rumah serba minimalis, ternyata tidak sesuai kenyataan bahwa ia pekerja biasa yang bergantung kepada orang lain dan pekerjaan ayahnya itu sulit untuk diterima oleh setiap istri dengan tabah.
Kebisingan yang terjadi dalam sebuah rumah disebabkan bertabrakan pikiran-pikiran dari setiap kepala yang menghuni rumah tersebut. Marie seorang ibu rumah tangga seringkali memarahi Benny sebagai anak lelaki karena hidupnya yang begitu bertolak belakang dengan orangtua nya, dengan jiwa idealism seni yang terus benny perjuangkan, disaat jam 4 pagi ia baru bisa terlelap karena melukis sedangkan ibunya sudah bising di jam 7 pagi membangunkannya.
Disamping itu Tomas sebagai ayah mendukung Benny dengan ucapan “ Laki-laki harus tahu tentang banyak hal karena dadanya harus diisi dengan pengalaman-pengalaman”. Magda sebagai anak pertama perempuan kerapkali menenangkan ibunya dengan menjelaskan sebab dari kebisingan yaitu Benny, ketika ibunya yang terus tersulut amarah kepada Benny karena melihat perlakuaannya, Magda sebagai kakak merasa mengerti dengan kehidupan yang dijalani Benny sebagai adiknya.
Nita Auliva, yang mengemban peran sebagai Marie memiliki tantangan yaitu dengan dialog yang banyak merupakan tekanan yang menjadi motivasi lebih bagi Nita sendiri karena kesenangannya akan mengendalikan suasana. dalam resital ini sendiri Nita dipercaya menjadi aktor setelah melalui interview saat awal memasuki STUBA.
Dengan pelatihan yang terus diasah saat pelatihan untuk pagelaran ini selama 3 bulan, Nita mengurangi konsumsi makanan atau minuman yang tidak bergizi tinggi.
“ Nita merasa cukup dengan pelatihan yang diberi seperti olah tubuh, olah sukma untuk mendalami peran dan untuk melatih vokal ada beberapa treatment untuk menjaga vokal yang bagus demi pagelaran yang membutuhkan vokal yang lantang yaitu dilarang untuk makanan berminyak dan minuman es dan beberapa suplemen lainnya”. Jelas Nita.
Setiap masalah yang terjadi dalam teater “Jam Dinding Yang Berdetak” ini memiliki masalah yang intimate, personal juga relate dengan penonton, pergulatan batin yang tidak bisa disingkap dengan mudah oleh setiap anggota keluarga dan setiap kepala yang menghuni rumah tersebut menjadi dinamika yang cukup klimaks dalam pagelaran teater resital ke-32 ini.
“Semoga setiap resital yang sudah digelar dari tahun ke tahun yang menjadi kaderisasi untuk setiap mahasiswa baru yang mendaftarkan diri sebagai pengurus baru STUBA, Setiap pagelaran yang dihelat oleh STUBA bisa menghibur setiap penonton yang menyempatkan hadir dan bisa mengenang setiap resital yang mana menjadi ciri khas STUBA itu sendiri”. Ungkap Nita
Hal-hal kecil yang dirayakan dalam keluarga ini menjadi sesuatu yang sentimentil untuk disaksikan karena begitu relate (terkait) dengan penonton juga mudah dicerna oleh setiap penonton. Dalam suatu adegan Magda dan Benny berusaha membuat perayaan kecil, ternyata sesuatu perjuangan yang dilakukan itu telampau keterlaluan untuk keluarga yang serba minim itu, menjadi tidak terduga yang begitu tragis bagi keluarganya setelah mengetahui Tomas mengalami kecelakaan sembari membawa minuman keras yang merupakan hadiah ulang tahun ke-25 dari anaknya.
Syauqi berharap kedepannya pagelaran resital ini bisa terus berlangsung untuk mengambangkan skill dari para anggota.
“ Inginnya lebih sering menggelar pementasan seperti ini agar mengasah skill dan juga pengalaman dalam pagelaran. Sesuai dengan misi saya yang ingin meramaikan lagi kampus ditengah hingar bingar yang lenyap oleh pandemi dan harapan nya tidak hanya STUBA yang membuat pagelaran yang mana menjadi upaya dari meramaikan atmosfer kampus LKM dan UKM lainnya pun dapat tergabung untuk meramikan atmosfer kampus lagi.” pungkas Syauqi
Editor: Dimas Rachmatsyah