Safari Sastra, Bunyi Puisi yang Memotivasi Untuk Berliterasi

“Suasana gelaran Safari Sastra Tujuh Kampus yang dihelat oleh Studi Teater Unisba (STUBA) di gedung Hj. Kartimi Kridhoharsojo (Aula Unisba), Jalan Tamansari no 1, Bandung, Sabtu (04/06).” Foto: Riko Pinanggit/KMJurnalistik.com

Studi Teater Universitas Islam Bandung (STUBA) menggelar acara “Safari Sastra” yang bertajuk baca dan musikalisasi puisi di Gedung Hj. Kartimi Kridhoharsojo (Aula Utama Unisba), Jalan Tamansari no 1, Bandung, Sabtu (04/06). Acara yang digelar merupakan rangkaian roadshow “Safari Sastra Tujuh Kampus” dari para sastrawan  yaitu Yudhistira Anm Massardi dan Acep Zam Zam Noor.

Walaupun Safari Sastra bukan acara Tahunan dari STUBA mereka ingin setelah adanya road show dari para sara sastrawan ini bisa menjadi motivasi bagi mereka agar bisa memperdalam sastra dalam bentuk apapun.  

Ketua Umum STUBA, Syauqi Kinan berharap kedepannya akan lebih banyak kegiatan yang menyingung sastra layaknya membaca sajak ataupun bedah buku.

“Semoga kedepannya stuba bisa mengadakan beberapa helatan yang berbau (erat kaitan) sastra seperti malam puisi, pembacaan sajak, bedah buku, dan hal-hal berbau sastra lainnya,” ujar Syauqi ketika ditemui KMJurnalistik.com.

Syauqi menambahkan, bahwa fenomena sastra yang terjadi saat ini, sangat berkembang. Terlihat dari modernisasi dan teknologi yang telah memudahkan kita untuk mengenal sastra. Menurutnya, poin penting yang harus dilakukan saat ini adalah membaca. Melalui Safari Sastra ini semoga semua orang bisa termotivasi akan pentingnya sastra sebagai unjung tombak utama pemikiran cerdas anak bangsa yang akan melahirkan karya-karya hebat.

 “Semoga dengan adanya “Safari Sastra” bisa memotivasi dan meningkatkan hal kesastraan mahasiswa,” pungkas Syauqi sebagai ketua STUBA.

Yudhistira Anm massardi, penyair kondang asal Subang ini menyinggung persoalan literasi yang terjadi di Indonesia. Ia berpendapat tentang sistem pendidikan di Indonesia yang seharusnya mampu memberikan pemahaman hingga fasilitas literasi yang mumpuni bagi seluruh kalangan.

“Kunci utama literasi itu dari pendidikan lalu ujung tombak yang utamanya adalah guru. Seharusnya semua  guru yang ada di Indonesia bisa membaca dan membeli buku sastra. Jika guru tidak mempunyai uang, seharusnya negara harus membelikannya buku.” Ungkap Yudhistira.

“Ketika buku tersebut disampaikan ilmunya kepada seluruh pelajar dan mahasiswa di Indonesia tentunya Literasi kita akan membaik dan sastrawan juga akan terangkat hidupnya serta bersemangat dalam menciptakan hal-hal baru. Namun jika tidak, Indonesia akan tetap seperti ini dan strategi pendidikan harus diubah,” tambah Yudhistira.

Rendahnya Tingkat Literasi

Sastra memang begitu luas bentuknya namun sastra tidak jauh dari kata menulis, membaca, mendengar, dan berbicara. Semua kata itu biasa disebut sebagai literasi. Memahami literasi yang terjadi di Indonesia sangat begitu memprihatinkan. Dalam Survei yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019. Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.

Pada penelitian selanjutnya, menurut data UNESCO yang diterbitkan pada Januari 2020. Minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Berarti jika terdapat simulasi untuk menggambarkan situasi literasi di Indonesia adalah 1 berbanding 1.000 orang yang rajin membaca. Data tersebut menempatkan Indonesia di peringkat terendah kedua versi UNESCO.

Hal tersebut membuat  Safari Sastra yang mengunjungi kampus-kampus di Indonesia ini ingin menyampaikannya lewat sastra berbentuk puisi. Agar bisa menyadarkan kepada masyarakat atas pentingnya membaca bagi mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa.

Indonesia dalam hal ini masih kurang mengedukasi kepada para pelajar dan mahasiswaterhadap karya-karya sastra yang dibuat oleh para sastrawan. Sastrawan merasa tidak didukung dan dihargai oleh negara. Seperti kasus maraknya masyarakat yang mendapat missinformasi dari beragam platform media sosial ataupun media online dengan cara membaca judul tanpa tahu isi di dalam berita tersebut.

Makna Literasi yang disampaikan lewat puisi ini bukan hanya komposisi aksara indah diatas kertas  yang dibacakan. Namun puisi bisa menjadi berbagai bentuk ungkapan baik dalam hal emosi, perasaan, keadaan, kritik , hingga motivasi. Membaca merupakan kunci utama dari menulis ketika kita banyak membaca kita akan mendapat banyak kosa kata yang akan sering ditemui.

Yudhistira menyebut bahwa, dimulai dari menyukai buku-buku yang sudah direkomendasikan itu bisa meningkatkan daya minat membaca dan gairah dalam hal literasi maupun hal menyangkut sastra.

“Bacalah buku-buku yang direkomendasikan sebagai buku yang baik. Itu saja cukup, karena semakin engkau banyak membaca maka semakin banyak pengalamanmu dalam berbahasa dan bersastra. Itu akan memperkaya hidupmu dan dengan begitu maka sastra pun akan semakin bergairah untuk memperbaiki dirinya karena banyak yang baca,” pungkas Yudhistira.

Berbicara tentang sastra tentunya sastra memiliki makna yang luas. Safari Sastra ini ingin mengenalkan bahwa puisi bisa menjadi bentuk suatu sastra yang kita sering lihat di berbagai media baik media cetak ataupun elektronik, namun lebih dari itu puisi juga  bisa menjadi hal yang unik ketika pendengar dan pembaca puisi mempunyai perspektif yang berbeda.

Sama halnya dengan Tiara dari Teater Lakon Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang beranggapan bahwa memahami puisi memang bisa berbeda dari segala pemikiran dimulai dari memaknai puisi tersebut hingga sugesti yang membuat kondisi emosional penonton atau pembaca berubah.

Teks Oleh: Riko Pinanggit
Editor: Dimas Rachmatsyah