Deklarasi Kehidupan Dalam Sebuah Bingkai Pameran Seni “Carita”
“Pengunjung mengamati pameran karya seni lukis di Public ART Culture Space Jl, Siliwangi No.7 Babakan Siliwangi, Bandung. Pameran yang bertajuk Carita ini diinisiasi oleh Washfa Fadilla dengan menampilkan hasil karya residensi miliknya.” Foto: Rifa Khairunnisa/KMJurnalistik.com
Pameran tunggal yang dihelat oleh Washfa Fadilla seorang mahasiswa Universitas Pasundan (Unpas) dengan komunitas kolektif Kreasi Nusantara. Pameran yang di kuratori oleh Aldian Primanda berlokasi di Public ART Culture Space Jl, Siliwangi No.7 Babakan Siliwangi, Bandung. Pameran ini diselenggarakan dari tanggal 26 Maret – 9 April 2022. Pameran kolektif dan sederhana ini tidak muluk-muluk akan harapan, yang hanya terniat melaksanakan pameran untuk menjadi penyambung tali silaturahmi dari teman-teman yang sudah lama tidak bertemu.
Berawal dari iseng ingin menggelar pameran, komunitas kolektif Kreasi Nusantara mengantarkan Washfa menggelar pameran tunggal dengan kebetulannya karya-karya yang layak melenggang ke pameran telah terkumpul dari 2-3 tahun dari mulai gambar kecil dikanvas ukuran A4 yang merupakan luapan emosi dari proses menghidupi jiwa.
“Proses membuat karya sebanyak ini tidak pernah terbayangkan akan sebanyak ini itupun menjadi Sebuah bukti bahwa aku melakukan yang benar-benar aku sukai Sampai pernah dalam suatu hari gambarku terlalu ekspresif dalam sebuah seni itu menimbulkan kecurigaan hingga akhirnya lebih baik di konsultasikan ke psikologi.” Ungkap Washfa saat ditemui dilokasi, Kamis (7/4/22).
Latar belakang dari pameran ini ingin menceritakan tentang perjalanan dari tahun 2020 hingga pameran ini terlaksana yakni ditahun 2022. Washfa ingin menyampaikan pesan dalam lukisanya terkait arus waktu yang sangat cepat, menghiasi kehidupan bagi setiap orang. eperti tren yang sangat cepat berubah dan waktu yang tidak terasa dari tahun 2020 pola kehidupan yang tidak teratur selayaknya mahasiswa yang hobi nongkrong. Dibuat kaget oleh pandemi selama 2 tahun tidak tahu harus bagaimana dengan kehidupan yang serba terbatas hingga sebuah hobi menjadi wadah ekspresi selama perjalanan hidup.
Dengan kesukaan dalam hobi, kesepian dapat tertolong sebagai bentuk ekspresi diri. Karya-karya ini merupakan ajang ekspresi dari setiap masalah, emosi dan perasaan yang terlintas dalam benak Washfa. “Karya ini merupakan bukti bahwa saya telah bisa merawat akal sehat saya. Dengan segala yang menjanggal ketika sebelum menggambar dan setelah menggambar segala beban pikiran telah tercurahkan dan lebih lega.” Ujar Washfa.
Ketika banyak orang yang mewajibkan mood (keadaan emosional) untuk sebuah karya berbeda dengan Washfa. Washfa mengesampingkan mood itu karena dia ingin mengetahui kapasitas emosi yang hadir dalam sebuah gambar itu sendiri persetan dengan senang, sedih, dan marah.
“Karya yang berukuran A 2 itu menggunakan canvas dan frame yang memadai khusus dibuat untuk pameran ini, tapi untuk gambar A4 ini merupakan bentuk kekesalan teman-teman terhadap aku yang awalnya karya tersebut tidak akan dipamerkan, karya-karya itu merupakan saksi bisu dari kehidupan aku yang malah itu lebih penting daripada gambar A2 itu.” Jelas Washfa.
Salah satu karya a2 yang merupakan residensi akan pameran ini, yang mana ide dan imajinasi sebuah karya bisa datang tiba-tiba dengan bukti karya ini dibuat mendadak saat jam 12 beres, pada tanggal pertama pameran diburu pembukaan jam 2 siang pada hari yang sama. Karena senang dan hobi diburu waktu pembukaan pada jam2 bukan penghalang yang mengganggu malah menjadi pengalaman tersendiri dapat menyelesaikan gambar tanpa makna yang tertinggal.
Washfa bercerita bahwa dalam karyanya ini ia kerjakan dengan proses yang panjang serta beragam pengalaman spiritual yang ia dapatkan tertuang dalam karya seni tersebut.
“Bisa menghabiskan waktu panjang menjadi sebuah spiritual tersendiri tetapi itu tidak sia-sia dan sesuatu yang tidak disangka dan tidak direncanakan itu lebih menarik perhatian saya karena ada ide dan makna yang terselip didalamnya. Menjadikan proses itu sendiri sebuah hal yang mahal, menghargai setiap perjalanan proses ketika persepsi banyak orang aneh akan ‘ngapain buang-buang waktu’, malah Washfa berpikir luas seperti ‘ngapain ga buang-buang waktu’ toh waktu juga akan sirna, waktu juga akan berlalu dengan keadaan hidup yang serba mencekam.” Ujar Washfa
Pameran tunggal dengan tajuk “Carita”, menghadirkan Talkshow bersama Nasywa Alfiyyah, S.Psi dari Tim hehe.id dan Vianda Maulinda, S.Psi sebagai Art Entusiast,adapun Workshop Kolase Bersama Klub Kolase Bandung, Kamis (7/04). mengenai seni penting bagi kesehatan mental dan hari terakhir di tanggal (9/04) akan menghadirkan penampilan dari motion.beast yang akan menutup dengan meriah pameran tunggal tersebut.
“Menikmati kesendirian itu penting bagi diri kita, pameran ini terlaksana karena renungan saya ketika sendiri tidak ingin karya-karya ini menjadi omong kosong saja dan tidak ada sebuah apresiasi bagi setiap karya yang menjadi proses kehidupan saya ini.” Ungkap Washfa. Ketika sudah mengetahui tujuan tidak perlu merasa terburu oleh keadaan. Ketenangan itu menghadirkan ide-ide yang tidak terduga dan bisa mempengaruhi kenyamanan dalam kesendirian.
“Dengan kesendirian yang bisa diluapkan dalam suatu karya atau menjadikannya sebagai ajang kontemplasi itu, biasanya akan merasa lebih baik karena akan hadir intropeksi yang impulsif, mengkondisikan segala hal lebih baik lagi dan merawat segala hal agar tetap hidup. Berbeda cerita ketika sendiri tidak ada kegiatan hanya melamun, selonjoran dan rebahan, sisi lain diri kita akan menyalahkan diri kita sendiri dan itu menjadi hal yang bisa membunuh.” ujar Washfa
Estetika dalam sebuah seni itu subjektif dalam setiap sudut pandang orang, Seni itu abstrak tak bisa dihakimi, seni itu liar semua jenis seni dari sebuah seni gambar beragam, sulit dimengerti, subjektif dan itu ada dalam semua kategori yang rumit dan nyeleneh. Tanggapan benar atau salahnya sesuatu tidak bisa dihakimi dan diperdebatkan karena sesuatu hal yang benar dan salah itu hanya ada dalam agama, dalam seni itu tidak ada maka dari itu seni itu bebas.
Deskripsi yang dapat menuntun daya imaji pengunjung yang mungkin semua karya pameran tampak abstak, dari semua karya gambar terlampir sebuah kalimat yang di gambar itu sendiri dengan gaya dan karakter pembawaan seniman. Ada beberapa cerita yang dapat mewakilan seni itu liar dan abstrak.
”Seperti karya di pameran ISI Yogyakarta, yang hanya menampilkan garis di canvas ukuran besar yang membuat pengunjung heran. Ketika ditanyakan kepada pameris itu gambar apa? ternyata itu gambar wayang tampak samping karena memang benar wayang jika diliat dari samping hanya seperti garis yang abstrak. Adalah arti dari sebuah gambar atau sebuah seni harus memiliki jiwa, hidup dan berniat untuk meluapkan ekspresi/ emosi. Jelas Washfa.
“Karena sederhananya digelarnya pameran ini, hanya ingin memaknai hidup dengan banyaknya perdebatan yang dipangkas dan dihiraukan agar pameran ini bisa berjalan semestinya. Sesederhana itu, gambar yang memiliki nilai tinggi itu adalah gambar yang jujur akan ekspresi setiap insan bernyawa.” ungkap Washfa.
Penulis: Hasbi Asdiqi
Editor: Dimas Rachmatsyah