UKM Menwa, Unit Keamanan Lupa Menjaga Keamanan Personil
“Kondisi markas Resimen Mahasiswa (Menwa) Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, Jawa Tengah, Kamis (28/10) dipenuhi poster desakan pembubaran Menwa.” Foto: Ayoindonesia/Iswara Bagus
Oleh: Vera Sukma Maghfirah
Gilang Endi Saputra (21) seorang mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) yang meninggal setelah mengikuti Diklat Resimen Mahasiswa (Menwa) Pra Gladi Patria XXXVI Menwa UNS. Kematian Gilang diduga karena adanya tindak kekerasan selama diklat banyak bekas kekerasan yang ditemukan di tubuh Gilang, seperti luka lebam dan bahkan wajahnya sampai sulit dikenali.
Kematian Gilang ini menjadi teka-teki dan pertanyaan, dikutip dari solopos.com bahwasanya pihak keluarga mendapatkan informasi bahwa Gilang mengalami kesurupan saat Diklat dan setelah di ruqyah justru sakit. Kemudian, mereka mengajak keluarga Gilang untuk ke rumah sakit dan di tengah perjalanan mereka baru menyampaikan bahwa Gilang telah meninggal dunia. Bahkan mereka mengabarkan dalam keadaan Gilang sudah meninggal dunia lebih dari 24 jam. Dimana Gilang disembunyikan? Keluarga baru mengetahui setelah selama itu.
Bagaimana perasaan keluarga yang mendapati kabar bahwa Gilang telah meninggal dunia? Gilang pergi dalam keadaan sehat namun pulang dengan keadaan tak bernyawa. Keluarga Gilang meminta penjelasan bahwa dimana Gilang ditemukan meninggal. Apakah Gilang meninggal di lokasi Diklat atau dalam perjalanan pulang atau dimana? Keluarga Gilang hanya ingin mengetahui kronologi mengenai kematian Gilang. Pihak panitia malah meminta pihak keluarga untuk menunggu pernyataan resmi dari Universitas dan hasil autopsi.
Pihak keluarga tidak mendapatkan penjelasan mengenai kronologi kematian Gilang. Sampai kakak sepupu Gilang meminta penjelasan melalui kolom komentar di akun Instagram Menwa UNS (@menwa_uns). Namun mereka tidak menanggapi itu dan malah mematikan kolom komentar di akun instagramnya. Karena hal ini banyak akun Instagram yang memposting dan memunculkan slogan “Justice for Gilang”. Tidak adanya itikad baik dari pihak Menwa untuk menjelaskan dan bahkan ucapan belasungkawa pun tidak ada.
Ribuan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) menggelar aksi dan menuntut Menwa untuk dibubarkan. Mahasiswa UNS menggelar aksi doa bersama dan menyalakan 100 lilin di boulevard kampus UNS untuk berbela sungkawa terhadap Gilang. Mereka juga memajang foto mendiang Gilang dan membentangkan poster ucapan belasungkawa serta kecaman terhadap aksi panilita Diklat Menwa. Mahasiswa menuntut agar kasus Gilang diusut tuntas mereka menyuarakan tuntutan terhadap Menwa.
Dalam sejarah Resimen Mahasiswa (Menwa) dikatakan bahwa Menwa menjadi salah satu kekuatan sipil untuk mempertahankan NKRI sebagai perwujudan Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata). Namun apa mereka menjadi tameng utama tumbuhnya gerakan radikal? Nyatanya gerakan tersebut menjadi melekat dari kampus ke kampus. Kemana Menwa yang mempertahankan fungsi sebenarnya?
Menwa memiliki lambang yang mirip dengan TNI, dalam organisasi itu juga memiliki janji yang dikenal dengan Panca Dharma Satya dan menggunakan baret berwarna ungu yang diartikan mulia, berpengetahuan, dan terpelajar. Dalam insiden kematian Gilang mereka tidak melambangkan seorang yang mulia, berpengetahuan, dan terpelajar. Dimana hati seorang mulia yang bahkan membiarkan keluarga Gilang tidak mengetahui kronologi kematian Gilang.
Menwa yang seharusnya memberikan keamanan namun nyatanya dalam Menwa itu sendiri tidak ada keamanan. Mereka lupa menjaga keamanan anggoranya sendiri. Kekerasan bukan selalu menjadi hal utama untuk melatih diri, pemahaman merupakan hal yang penting dalam apa yang menjadi tujuan dan fungsi utama Menwa itu sendiri. Kekerasan tidak selalu melatih mental menjadi kuat, nyatanya kekerasan dapat merusak mental dan bahkan merusak fisik. Kekerasan juga tidak dapat membawa sesuatu menjadi perubahan yang besar.
Bagaimana Menwa dapat menjaga keamanan jika tidak bisa menjaga keamanan di dalamnya? Hal ini bukan hanya terjadi pada Gilang. Korban yang mengalami kekerasan selama mengikuti Menwa menyuarakan hatinya. Bahkan mereka yang ingin keluar dari Menwa harus di tampar telebih dahulu sebagai hukuman. Dimana bentuk kepemimpinan yang melambangkan keamanan itu? Perpeloncoan terus terjadi, kematian Gilang sudah seharusnya menjadi pelajaran dan akhir dari gerakan militerisme.
Diklat menjadi kedok untuk menyiksa adik tingkat atau junior? Apakah Diklat menjadi ajang balas dendam senior kepada junior yang diperlakukan seperti itu secara turun menurun? Dimana orang yang berpengetahuan dan terpelajar itu? Hal seperti ini yang membuat kebiasaan buruk akan terus tertanam dan melekat. Mereka tidak akan berhenti sampai akhirnya memakan korban jiwa. Mereka bisa berbuat apa? Mereka ketakutan dan akhirnya sembunyi.
Universitas merupakan ranah untuk para akademisi melakukan pendidikan. Ranah berbau militer tidak seharusnya diterapkan di lingkungan kampus atau Universitas. Urgensinya pun tidak sesuai, untuk apa adanya Resimen Mahasiswa (Menwa) di lingkunga kampus? Jika akhirnya kekerasan menjadi peran utama dalam sebuat “Diklat”. Karena tidak relevan dalam lingkungan akademis yang seharusnya mengedepankan pemikiran.
Kasus Menwa UNS ini adalah bukti jika eksistensi dan reputasi kampus lebih penting daripada komunikasi publik yang cerdas. Kasus ini harus diusut tuntas, Gilang butuh keadilan. Keluarga Gilang pun butuh keadilan. Bagaimana perasaan orang tua yang mendapati anaknya sudah tidak bernyawa karena kekerasan. Hancur lebur hati mereka sehingga tidak bisa diungkapkan oleh kata-kata. Mereka menuntut keadilan untuk Gilang yang kehilangan nyawanya karena kekerasan dan ego pada saat Diklat.
Melansir dari Kompas.id, hasil dari autopsi menyimpulkan bahwa penyebab kematian Gilang karena kekerasan benda tumpul yang menyembabkan mati lemas. Hal ini disampaikan oleh Kapolretas Solo, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak. Dalam hasil autopsi ini sudah dibuktikan bahwa pihak Menwa menggunakan kekerasan yang menyebabkan kematian Gilang. Terdapat pukulan di kepala yang menyumbat bagian otak sehingga Gilang meninggal dunia.
Dilansir dari solopos.com, menurut BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) UNS, Resimen Mahasiswa (Menwa) UNS telah melanggar kode etik UKM UNS. Berdasarkan peraturan dan pasal yang tertera Menwa UNS telah melakukan pelanggaran kode etik tata pelaksanaan UKM UNS ketika menjalani kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Dasar karena menimbulkan korban kematian salah satu peserta. BEM UNS mendesak rektorat untuk segera menerbitkan surat pembubaran Menwa UNS.
Terbaru hingga detik ini, Menwa UNS untuk sementara waktu telah dibekukan tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Rektor UNS Nomor 2815/UN27/KH/2021 tertanggal 27 Oktober 2021. Berdasarkan SK Rektor UNS tersebut, Menwa UNS dilarang melakukan segala aktivitas apapun. Pembekuan ini dilakukan setelah melalui serangkaian pemantauan dan evaluasi lebih lanjut mengenai keberadaan Menwa UNS sebagai salah satu organisasi kemahasiswaan di lingkungan kampus UNS.
Usut kasus ini sampai tuntas Gilang harus mendapatkan keadilan mereka yang melakukan kekerasan terhadap Gilang harus mendapatkan balasan yang setimpal. Agar hal seperti itu tidak akan terjadi kembali. Perpeloncoan dan gerakan radikal harus segera ditiadakan. Jangan sampai memakan korban kembali dalam sebuah UKM atau organisasi kampus. Jangan jadikan UKM sebagai wadah untuk membalas dendam antara senior dan junior, buktikan sebagai orang yang mulia, berpengetahuan dan terpelajar.
Editor: Helmy Adam