Memahami Pentingnya Mental Health, Melalui Pentas Seni Atma Asta Bertajuk Etherma
“Penampilan Etherma The Musical pada acara Atma Asta 2021, yang disiarkan secara virtual
di Channel Youtube Atma Asta, Sabtu (23/10). ” Foto: Youtube Atma Asta/Rifa Khairunnisa
Oleh: Rifa Khairunnisa
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 8 Bandung, kembali menggelar acara pentas seni akbarnya yaitu Atma Asta. Sama seperti tahun sebelumnya, Atma Asta pada tahun ini dengan tajuk “Etherma” dilaksanakan secara virtual serta live streaming di platform Youtube Atma Asta. Meski masih dalam masa pandemi, hal tersebut tak menyurutkan semangat siswa-siswi SMA Negeri 8 Bandung untuk tetap mempersembahkan perhelatan tahunannya. Acara yang diselenggarakan pada hari Sabtu (23/10) sore ini sangat cocok untuk menemani suasana malam minggu kelabu sambil ditemani oleh penampilan dari beberapa pengisi acara seperti Asta Musik, Yahya Fadhilah, serta special performance dari Arash Buana dengan alunan-alunan lagu yang dapat mewakilkan perasaan dan suasana hati.
Ketua
pelaksana “Etherma” 2021, Bertrand Tommy Tjhandra, menjelaskan bahwa asal mula
pengambilan tajuk Etherma sendiri diambil dari kata “Ether” yang berasal dari bahasa Latin Aeternum yang berarti keabadian dan “Ma” yang berasal dari bahasa Yunani yaitu Makaria yang berarti kebahagiaan. Ia mengatakan bahwa nama Atma
Asta pada tahun ini ada sangkut pautnya dengan Atma Asta tahun-tahun
sebelumnya, seperti Atma Asta Hifestus pada tahun 2018 tentang harapan, Atma
Asta Ratetra tahun 2019 tentang kebangkitan, Atma Asta Rhemura tahun 2020
tentang kejayaan dan Atma Asta Etherma tahun ini tentang keabadian.
“Nah, jadi dari harapan menuju kebangkitan dan dijayakan yang selanjutnya kami
abadikan. Kurang lebih seperti itu maknanya.” Ujar Bertrand saat diwawancarai
oleh KMJurnalistik.com via aplikasi Whatsapp.
Acara Etherma ini dimulai dengan sambutan dari Bertrand Tommy Tjhandra selaku ketua pelaksana, sambutan dari Alban Odidante Dudon selaku ketua OSIS SMA Negeri 8 Bandung dan dilanjut sambutan Andang Segara, selaku kepala sekolah SMA Negeri 8 Bandung. Dalam sambutannya, Andang mengimbau kepada panitia yang melaksanakan acara secara luring (luar jaringan) untuk selalu menjaga protokol kesehatan dan berharap kegiatan Atma Asta ini dapat mewadahi bakat maupun minat dari siswa-siswi SMA Negeri 8 Bandung yang dapat menjadi prestasi kedepannya.
Selain penampilan musik, Atma Asta tahun ini menyuguhkan talkshow dan drama musical yang bertemakan mental health. Talkshow yang dipandu oleh Dimas Danardono dan Buana Lintang ini, mengangkat pembahasan tentang Fear of Missing Out (FOMO). Salah satu guest star yaitu Anggi Mayangsari S.Psi, pendiri@tanyapsikologi mengatakan dalam materi talkshownya, bahwa FOMO adalah rasa khawatir berlebihan atas ketertinggalan kita dari pengalaman orang lain. FOMO itu sendiri pun dapat menumbuhkan rasa insecure dan rasa tidak aman pada diri kita. “Jadi kita tuh takut banget kalau kita ga ngalamin apa yang orang lain alamin, makanya kita compare diri kita dengan orang lain, terutama di media sosial.” Ucap Anggi,
Qorygore, seorang konten kreator sekaligus public figure yang turut hadir dalam talkshow tersebut juga berpendapat bahwa FOMO sendiri relate dengan anak-anak zaman sekarang karena eksistensinya lebih tinggi di media sosial, hal tersebut memungkinkan para remaja merasa bahwa FOMO itu dapat mendukung mental dalam diri. Bertrand pun menambahkan alasan mengapa pada tahun ini mereka mengangkat tema tersebut karena dirasa FOMO merupakan tema yang pas dibawakan pada saat masa pandemi seperti ini bagi remaja seumurannya. Seluruh informasi disampaikan melalui internet, maka jika tidak mengecek informasi secara rutin akan timbul perasaan cemas yang berlebih karena takut tertinggal informasi.
Anggi, memaparkan bahwa faktor orang-orang yang mengalami FOMO itu biasanya belum memiliki tujuan yang jelas dalam hidupnya. “kayak apasih yang lo mau di hidup ini? setidaknya harus memiliki target karir misalnya, atau pencapaiannya mau kemana.” Tambah Anggi. Talkshow tersebut ditutup dengan tips yang diberikan oleh Anggi dan Qorygore mengenai FOMO. Menurut mereka, kita harus mengubah dan membalikkan agar jangan sampai kita yang ketakutan untuk tertinggal dari momentum atau trend, tetapi momentumlah yang menunggu kita. “bukan kita yang mencari, tetapi mereka yang menunggu kita”. Tutup Anggi dan Qorygore.
Atma Asta yang menjadi perhelatan tahunan SMA Negeri 8 Bandung itu, membuat para panitia terbiasa untuk menggelar persembahan istimewa seperti pentas seni Etherma ini. Segala rangkaian acara dipersiapkan di almamater mereka. Bertrand mengatakan, hal tersebut dikarenakan pada saat perencanaan acara kasus Covid-19 di Kota Bandung sedang naik-naiknya. Hampir seluruh tempat umum yang biasa digunakan untuk melaksanakan sebuah acara ditutup sampai waktu yang belum bisa ditentukan.
Meski sekarang sudah ada izin dari pemerintah untuk mengadakan konser musik dengan skala besar, Atma Asta “Etherma” ini tetap dilaksanakan secara online karena banyak sekali pertimbangan dan tema pensi secara online pun sudah tercetus jauh sebelum dikeluarkannya izin dari pemerintah. Bertrand menilai bahwa untuk mengubah konsepnya di ujung waktu bukan keputusan yang terbaik, jadi mereka tetap memilih untuk menjalankan Atma Asta tahun ini sesuai dengan perencanaan awal yang dibuat agar bisa berjalan dengan maksimal.
Malam minggu pun terasa lebih hangat dan dramatis karena dibaluti oleh penampilan dari Etherma The Musical, yaitu drama musical yang beranggotakan siswa-siswi SMA Negeri 8 Bandung yang tergabung dari berbagai ekstrakulikuler, diantaranya Jebew 808, Asta Musik, Eight Choir, 8 Dancer, Acalapati, Paskibra, English Club, Pramasta dan masih banyak ekstrakulikuler lainnya. Selain menampilkan hiburan berupa musik dan drama musical, acara Atma Asta ini pun menyuguhkan special appearance dari Wali Kota Bandung, Oded Mohamad Danial dan dokter sekaligus influencer, Tirta Mandira Hudi atau akrab disapa Dr. Tirta yang nantinya akan materi di Instagram Atma Asta.
Dalam menjalankan acara ini tentu banyak sekali tantangan yang dirasakan oleh para panitia, apalagi dengan kondisi online seperti sekarang. Menurut Bertrand, kunci utama dalam menjalankan acara ini adalah komunikasi. Namun, dengan keadaan pandemi seperti ini mengharuskan para panitia berkomunikasi secara online yang terkadang membuat mereka salah mengartikan apa yang disampaikan oleh panitia lainnya. “Tentunya lebih melelahkan juga karena antusiasmenya juga berkurang jadi lebih cepat merasa bosan.” Pungkas Bertrand. Tetapi, segala tantangan yang dihadapi tersebut membuat mereka lebih memahami apa arti dari team work dan membuat semua perjalanan yang mereka hadapi lebih berarti.
Editor: Dimas Rachmatsyah