Pangandaran Masih Belum Ramah Terhadap Penyandang Disabilitas

Seorang penyandang disabilitas Agung Laksamana (23), sedang menikmati pantai di pedestrian di Pantai Barat Pangandaran, Minggu (29/8). Foto : Irgi Rechansyah Gani

Menikmati sore di tepi pantai menyaksikan lalu lalang orang beraktivitas dan bermain, memanjakan mata dengan pancaran jingga yang mewarnai langit hingga matahari tenggelam di laut merupakan sebuah anugerah, sebuah hal yang seharusnya patut untuk disyukuri semua orang ketika disana, tak terkecuali para penyandang disabilitas. Namun sayangnya, orang yang berkebutuhan khusus ini masih belum bisa menikmati hal tersebut ketika berlibur ke Pantai Barat Pangandaran, mereka hanya bisa berdiam di pedestrian dengan jarak pandang cukup jauh, bahkan kadang terhalang oleh pohon atau bangunan untuk menikmati pantai sepenuhnya.

Keindahan Pantai Pangandaran sudah tidak diragukan lagi, pasalnya setiap kali musim liburan panjang tak pernah sepi oleh pengunjung baik lokal maupun dari mancanegara. Segala perubahan dan perkembangan banyak dilakukan pemerintah untuk menata tempat wisata, khususnya pantai. Dikutip dari Times Indonesia, Pemerintah Kabupaten Pangandaran melalui visi misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2021-2026 Pangandaran menuju wisata berkelas dunia yang berpijak pada nilai karakter bangsa. Hal tersebut disampaikan oleh Bupati Kabupaten Pangadaran Jeje Wiradinata dengan tujuan agar destinasi wisata yang ada di kabupaten Pangandaran memiliki daya tarik dari wisatawan mancanegara. Hal itu terbukti dengan banyaknya pembangunan yang sedang digarap di area wisata Pantai Pangandaran. Namun, tak terlihat ada pembangunan dan rencana yang dilakukan oleh pemerintah untuk membangun akses wisata bagi para penyandang disabilitas.

Penyandang disabilitas yang berkunjung ke pantai barat Pangandaran masih merasakan susahnya menikmati fasilitas objek wisata. “Padahal kami sebagai penyandang juga manusia, butuh hiburan, butuh menikmati yang namanya pantai, melihat hamparan pasir yang terbentang sepanjang jalur pantai, kami memiliki hak yang sama untuk bisa berwisata seperti wisatawan pada umumnya.” Papar Agung sebagai penyandang disabilitas saat diwawancarai di pantai Pangandaran.

Agung menambahkan, padahal jika melihat potensi wisatawan kaum difabel sangatlah besar. Banyak kawan difabel yang merasakan hal yang sama. Namun seolah hal itu masih dipandang sebelah mata oleh pemerintah.            

Ia pun menegaskan bahwa fasilitas serta akses yang diperuntukan untuk para penyangan disabilitas belum sepadan, bisa dilihat dari segi fasilitas yang disediakan di pantai tersebut. “Masih jauh sih kayaknya kalo nungguin akses jalan di pantai mah, yang tak kalah penting juga toilet khusus belum ada, toilet bagi difabel harus ada pengangan/ handrail,” ungkap Agung.

Perlindungan secara hukum untuk kaum disabilitas sudah jelas tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Pada Bab III, Pasal 5, poin 1 (k), dijelaskan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak dalam bidang pariwisata. Peraturan itu diantaranya mengatur aksesibilitas terhadap fasilitas umum. Namun jika dilihat saat ini, di Pangandaran belumlah tersedia guiding block yang menjadi alat bantu untuk para disabilitas.  

Ketersedian alat bantu ramp dengan kemiringan tujuh derajat ini, boleh dibilang belum merata di sekitar pantai Pangandaran serta alat tersebut berjarak sangat jauh dengan para pengguna kursi roda sehingga mereka terlihat kewalahan untuk mencapainya.         

Bahkan, saat ini peraturan hukum dalam memastikan kenyamanan para penyandang disabilitas sangatlah beragam. Salah satunya tertuang pada peraturan terbaru sebagai berikut, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2020 yang menjelaskan tentang Aksesibilitas terhadap Permukiman, Layanan Publik, dan Perlindungan dari Bencana bagi Penyandang Disabilitas.

Harusnya, jika memang pemerintah menginginkan pariwisata kelas dunia, segala akses harus disediakan tanpa terkecuali untuk kaum difabel yang sama-sama datang sebagai wisatawan. Melibatkan kaum difabel dalam perencanaan itu sebaiknya dilakukan pemerintah daripada hanya meminta uji coba aksesibilitas pada saat pembangunan infrastruktur selesai. Karena sering kali aksesibilitas tidak memenuhi standar, dan penegakan hukum yang cenderung masih parsial.

Payung hukum yang jelas bahwa dalam UU No. 8 tahun 2018 tentang Disabilitas pada bagian kedua belas terdapat hak kebudayaan dan pariwisata. Dalam Pasal 16, hak itu meliputi tiga hal.

Pertama, memperoleh kesamaan dan kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan seni dan budaya. Kedua, memperoleh kesamaan kesempatan untuk melakukan kegiatan wisata, melakukan usaha pariwisata, menjadi pekerja pariwisata, dan/atau berperan dalam proses pembangunan pariwisata. Ketiga, mendapatkan kemudahan untuk mengakses, mendapat perlakuan, dan akomodasi yang layak sesuai dengan kebutuhan sebagai wisatawan.

Mengacu pada landasan hukum yang sudah sangat jelas itu harusnya tempat-tempat wisata di Pangandaran juga menerapkan konsep pembangunan secara inklusif juga pelaksanaan tujuan yang berkesinambungan (Sustainable Development Goals atau SDGs), tujuannya memperlihatkan keseriusan, kepedulian, dan keberpihakan terhadap penyandang disabilitas.        

Dikutip dari Bisnis Wisata, hasil survey laman perjalanan wisata tahun 2015 menyebutkan di dunia internasional ada kode etik wisata, salah satunya harus menghormati semua konsumennya, termasuk untuk kaum disabilitas. Beberapa negara sudah menerapkannya. Sebanyak 55 persen hotel di Uni Emirat Arab sangat ramah dan peduli bagi turis kaum disabilitas, sementara Amerika Serikat mencapai 77 persen. Dan 90 persen hotel di Abu Dhabi memiliki fasilitas bagi penyandang disabilitas

Jika melihat potensi pariwisata di Indonesia, khususnya Pangandaran yang selalu ramai pada saat musim liburan, sudah seharusnya akses-akses dan fasilitas untuk kaum difabel diperhatikan.

“Pemerintah kan punya cita-cita membawa wisata Pangandaran menjadi destinasi wisata dunia, nah saya sangat yakin jika pemerintah emang peduli sama hal itu, pemerintah terbuka matanya, minimal bikin lah akses yang ramah bagi kami para penyandang disabilitas. Yakin banget lah kalau seperti itu Pangandaran akan menjadi tujuan wisata kaum difabel, bukan hanya dari Indonesia bahkan wisatawan mancanegara juga berdatangan”, ucapnya.

Dengan jumlah wisatawan Pangandaran yang selalu meningkat tiap tahunnya, pendapatan Pangandaran dari wisata saja sudah bisa terbayang sangat besar sekali. Dilansir dari Teras Jabar, gubernur Ridwan Kamil menaikkan anggaran pariwisata Kabupaten Pangandaran dua kali lipat mencapai Rp. 80 miliar. Hal itu dilakukan oleh gubernur Ridwan Kamil bahwasanya ia memutuskan Jawa Barat akan jadi provinsi pariwisata karena memang ada potensinya. Hal itu dilakukan sebagai komitmennya dalam memperbaiki infrastruktur pendukung destinasi wisata di Pangandaran.

Secara awam melihat realita seperti itu harusnya Pangandaran bisa membangun akses-akses yang memang banyak dibutuhkan dan memang menunjang ke objek wisatanya itu sendiri. Sedangkan saat ini pembangunan yang banyak dilakukan hanya taman saja, yang mana banyak warga dan wisatawan yang menyebutkan bukan itu yang mereka butuhkan.

“Kasian lah, masih mending saya pakai kursi roda masih bisa liat jalan. Kawan tunanetra susah sekali, mereka harus dituntun karena yellow line pun gaada,” tambah Agung.

Saat ini, hanya Pantai Timur Pangandaran yang setidaknya memiliki ramp yang bisa digunakan untuk kaum difabel pengguna kursi roda. Sehingga mereka bisa menikmati sunrise, juga pantai dari pedestrian dengan jelas yang sangat dekat dengan bibir pantai.

“Yang bisa saya lakukan untuk menikmati pantai ya di pantai timur paling, bisa menikmati pantai dengan jelas dari jarak dekat. Kalau di Pantai Barat susah, saya harus pake motor roda tiga saya menyusur pasir pantai yang tak jarang saya kena teguran dari penjaga pantai. Ya mau gimana lagi,” ujar Agung.

Teks oleh : Irgi Rechansyah Gani
Editor : Helmy Adam