Meningkatkan Pemahaman Budaya dan Literasi, Melalui Acara Evertalks ke-9
“Webinar bertajuk Ever Talks #9 : “Menumbuhkan Rasa Cinta Terhadap Bangsa Melalui Literasi dan Karya” melalui Aplikasi video konferensi Zoom Meeting yang diselenggarakan oleh Everidea Education, Sabtu, (25/9).” Foto: Achmad Arvian.
Kecanggihan teknologi di zaman yang sudah serba digital ini memudahkan kita dalam mencari berbagai informasi dan segala hal yang dibutuhkan dalam dunia sosial. Terlebih, dalam kecepatan waktu dan kelengkapan informasi, tentunya teknologi bisa dijadikan sebagai salah satu kebutuhan utama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya kecanggihan teknologi yang sudah menyebar secara luas, keinginan untuk memberikan informasi yang menarik dan menyelematkan berbagai aspek tertentu dapat terealisasikan dengan baik. Salah satunya menyelamatkan bangsa dengan menumbuhkan rasa cinta terhadap bangsa dalam diri setiap insan.
Banyak cara untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap bangsa melalui literasi dan karya. Hal ini juga yang membawa kita untuk memahami budaya yang tumbuh disekitar kita. Budaya, merupakan cara hidup serta berkembang dengan mempengaruhi berbagai aspek seperti agama dan adat istiadat. Budaya sejatinya terus melekat serta berdampingan dengan kita sejak dini, hingga keterkaitan itu muncul terhadap budaya tersebut. Menjadikan budaya sebagai salah satu aspek untuk mendekatkan kita kepada bangsa sendiri dan dapat menjadikannya sebagai salah satu rasa cinta kepada bangsa.
Melihat aspek budaya serta literasi yang dibutuhkan oleh masyarakat, Everidea Education mengadakan EverTalks ke-9 dengan mengusung tema “Menumbuhkan Rasa Cinta Terhadap Bangsa Melalui Literasi dan Karya” dengan materi yang disampaikan mengenai seputar budaya. Sabtu (25/9). Webinar yang dilaksanakan bertepatan pada hari jadi kota Bandung ke-211 ini, menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi mahasiswa hingga khalayak umum.
Acara yang diselenggarakan melalui aplikasi Zoom Meeting diikuti 500 peserta, tak hanya melalui Zoom, Everidea mengunggah acara webinar ini melalui kanal Youtube resminya dengan penonton lebih dari 400 orang. Acara yang dimulai pada pukul 13.00 WIB dengan menghadirkan tiga pembicara diantaranya : Budi Dalton (Budayawan Sunda), Nur Anugerah (Penggagas Sedekah Buku Indonesia dan Generasi Cakap) dan Manshur (Musisi Angklung Tradisional).
Dalam acara tersebut mengangkat ketertarikan tentang Indonesia yang kaya akan budaya, literatur, dan karya. Dengan tujuan agar para peserta mengetahui bagaimana cara menumbuhkan rasa cinta terhadap bangsa melalui literatur dan karya-karya Indonesia.
Materi dimulai oleh Nur Anugerah, seorang pembicara muda yang merupakan penggagas Sedekah Buku Indonesia & Generasi Cakap. Nur menjelaskan bahwa kesadaran dalam diri dan keinginan mengobservasi merupakan salah satu cara agar kita dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap bangsa.
“Cara menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air kita harus awareness dulu, harus mengobservasi disekitar kita itu ada hal apa aja sih yang bisa jadi kekuatan yang bisa kita tonjolkan dari daerah kita, apapun yang kita punya disekitar kita dulu nanti akan kita bantu dan promosikan dan bisa manjadi langkah membangun atau menumbuhkan rasa cinta tanah air.” ujar Nur.
Budayawan Sunda, Budi Dalton salah satu pembicara lainnya, memaparkan pada materinya terkait tema yang diangkat serta menjelaskan bahwa menumbukan rasa cinta terhadap bangsa melalui literasi dan karya kini, adalah satu kesadaran terhadap literasi. Lalu, budaya juga turut berperan dalam suatu karya yang dihasilkan oleh anak bangsa seperti bahasa, lukisan, tari, serta musik..
“Budayana (ajaran berperilaku), ini terdiri dari dua suku kata yaitu buda artinya pekerti, lalu yana artinya ajaran, lalu apapun yang menjadi sebuah ikatan bangsa Indonesia itu? seharusnya tidak ada alasan lagi untuk jawabannya yaitu Budaya.” ungkap Budi.
Secara umum, budaya dapat diartikan sebagai suatu cara hidup yang terdapat pada sekelompok manusia yang telah berkembang dan diturunkan dari generasi ke generaasi oleh sesepuh kelompok tersebut. Sedangkan literasi merupakan kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis.
Nur, memberikan pendapatnya bahwa literasi yang selalu dikaitkan dengan belajar dan edukasi. Namun, hal ini sangat berbeda sedangkan budaya tumbuh sejak dini.
“Menurut saya budaya itu adalah semua hal yang ada dibelakang pikiran kita yang sebenarnya bisa ditumbuhkan dari kecil. Jadi harus memiliki pemahaman atau pemikiran-pemikiran mengenai budayanya, jadi ketika dipapar oleh budaya Indonesia secara umum dia bisa menginteralisasi keduanya baik yang daerah maupun nasional, ketika nanti menghadapi globalisasi dia isa menghargai perbedaan dari setiap budaya yang ada di dunia. Karena Indonesia masih bagian kecil dari berbagai budaya yang ada didunia ini.” kata Nur.
Nur menambahkan, bahwa belajar merupakan keinginan diri sendiri, ketika mendalami suatu keinginan butuh suatu proses yang cukup lama untuk menghasilkan karya.
Lain halnya dengan musisi tradisional angklung Manshur, mengatakan budaya merupakan sesuatu yang bersifat tak lekang oleh zaman, karena masyarakat diingatkan untuk selalu mengenal budaya agar bisa melestarikan budaya asalnya.
“Menurut saya budaya ialah sesuatu yang berulang-ulang, begitupun seni mengapa budaya angklung dahulu kala digunakan cara bersyukur kepada dewi sri (dewi padi) yang masih diterapkan di budaya sunda dan baduy.” ucap Manshur.
Manshur menjelaskan, bahwa sejauh ini alat musik angklung mempunyai karakter tersendiri dengan alat musik lain dalam artian suaranya sangat unik dibandingkan dengan instrumen musik lainnya. Angklung kini menjadi bagian utama di musik tradisional, bahkan kini relatif mahal untuk diperjualbelikan.
“Ternyata angklung ini bisa menjadi bahasa yang sangat universal, bahasa yang bisa diimplementasikan kehidupan sehari hari, misalnya ilmu padi makin besar atau ilmu bambu makin tinggi maka makin tunduk, lalu begitupun kehidupan manusia semakin tinggi harus semakin menunduk, dan semakin rendah hati maka tidak boleh besar hati.” ujar Manshur.
Menurut Manshur, angklung dapat dijadikan sebagai alat diplomasi budaya, bahkan alat musik tradisional angklung ini, bisa menjadi perwakilan industri musik di Indonesia.
“Untuk menumbuhkan rasa cinta musik tradisional intinya kita biasakan budayakan, mengapresiasikan musik musik lokal di sekeliling kita. Misalnya melestarikan budaya atau kesenian tradisonal indonesia tidak harus bisa memainkannya, maka teman-teman bisa melakukannya dengan mengshare (membagikan), menonton, menyukai, menfollow (mengikuti) akun seniman.” Pungkas Manshur.
Dalam materi yang dipaparkan oleh tiga pembicara dengan beragam latar belakang kepiawaiannya masing-masing dapat memberikan berbagai pandangan dalam cara menumbuhkan rasa cinta terhadap bangsa melalui literasi dan karya. Kecanggihan teknologi bukan hanya sekadar dapat dinikmati oleh masyarakat, tetapi, kecanggihan teknologi juga mendukung berjalannya suatu acara walaupun ditengah masa pandemi Covid-19 seperti webinar yang diselenggarakan oleh Everidea Education. Dengan terselenggaranya acara ini tentunya, peran budaya, literasi, serta kecanggihan akan mendorong masyarakat untuk lebih kreatif dalam menyikapi beragam hal termasuk dimasa kenormalan baru yang tentunya perlu adanya suatu inovasi yang dapat mendukung aspek tersebut.
Teks Oleh: Achmad Arvian
Editor: Dimas Rachmatsyah